25. Amethyst

3.1K 481 115
                                    


 Mengerjapkan kelopak mata nya beberapa kali, Jennie berusaha menyesuaikan pengelihatan nya dengan cahaya putih kontras yang di pijarkan oleh lampu panjang di atas tubuh nya.

Dengan sedikit menyipitkan kelopak mata nya, Jennie  mengedarkan pandangan nya ke sekitar dan mendapati ruangan yang sama dengan kali terakhir ia merendam tubuh nya sendiri di dalam kubangan air yang dapat bersinar itu. Beda nya kali ini, dirinya berbaring pada satu kasur berukuran single yang berada di tengah ruangan luas yang di dominasi warna putih ini.

Jennie kemudian menatap tubuh nya sendiri, tubuh yang masih sama, hanya saja dia yakin bahwa tubuh nya bukan lagi tubuh yang sama seperti yang ia miliki dulu.

Mengingat perkataan Hoseok, Jennie memandang aneh pada kedua tangan nya.

"Apa yang salah dengan half blood?" gumam nya dengan segala pemikiran yang berkecamuk di dalam kepalanya.


Jennie terdiam beberapa saat, hingga suara seseorang yang membuka pintu ruangan itu menyita perhatiannya.

Melihat siapa yang datang, Jennie kemudian tersenyum tipis dan mencoba untuk merubah posisi nya ke posisi duduk.

"Berbaringlah saja, lagipula aku akan melakukan beberapa pemeriksaan padamu."

Jisoo melangkah mendekat dengan penampilan cantik seperti biasa, sementara Jennie hanya mengangguk kecil kemudian kembali membaringkan dirinya, helaan nafas tipis terdengar dari dirinya.

"Aku harus mulai mengatakan ini pada Lisa."gumam Jennie seraya menatap ke arah langit-langit putih ruangan itu.

Jisoo yang kini berdiri disamping Jennie menatap Jennie serius "Aku setuju denganmu, tentu saja dia harus tau."


"Aku tidak keberatan jika hal ini bisa membuat ku membantu Lisa, aku akan melakukannya. Jika terjadi sesuatu di sekitar ku, aku hanya memiliki dua pilihan, diam atau melakukan sesuatu..." ucap Jennie menggantung kata-kata nya, kemudian menghela nafas sejenak.

"Aku sudah pernah memilih diam. Dan hasilnya, sama sekali tidak bagus." lanjutnya.

Jisoo hanya tersenyum tipis, kemudian kedua tangan nya dengan lihai memasangkan alat tensimeter pada lengan Jennie.

Setelah beberapa saat hanya sibuk dengan alat medis di tangan nya, Jisoo terdengar menghela nafas tipis kemudian mengucapkan kata-kata nya dengan senyum tipis yang entah kenapa justru terlihat sendu

"Percayalah, jika aku bisa memutar waktu, diantara dua pilihan yang tadi kau sebutkan, aku akan memilih diam."

Jennie terdiam, bertanya-tanya apa maksud dari kata-kata Jisoo barusan padanya.

"Aku berasal dari kaum warlock, Aku dan ibuku, dilahirkan di sebuah desa kecil yang berbaur dengan mundane. Kami hidup damai dan mendedikasikan hidup kelompok kami untuk membantu mundane disekitar, ibuku bahkan membuka praktek sebagai tabib penyembuhan. Tak ada alasan spesifik, kami hanya merasa kalau hidup berdampingan adalah hal yang benar untuk kehidupan kami."

Jennie dapat melihat bahwa apa yang saat ini Jisoo katakan seperti menyemburkan luka dalam yang berhasil penyihir cantik itu sembunyikan. Duka terlihat begitu jelas dari sorot kedua mata Jisoo.

"Di tengah kehidupan rukun yang kami jalani beratus tahun dengan kaum mundane, hingga kami sampai disuatu titik dimana kaum penyihir mulai dicurigai oleh mundane, mereka mulai melihat kami sebagai ancaman dan kutukan besar. Seakan kebaikkan yang kami lakukan tidak membuktikan apa-apa. Sampai tiba lah hari dimana kaum kami diserang dan di kepung , mundane bukanlah ancaman sebanding tentu saja dibanding dengan sihir yang kami milikki. Kami berhasil memukul mundur mereka saat itu, berusaha tanpa menyakiti seorangpun. Selanjutnya kami memutuskan pergi dari sana."

A Story Of Taelice : WAR OF HEARTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang