Chapter 9

3.2K 468 21
                                    

Setelah makan siang bersama, Sasuke dan Aoda kembali ke kantor untuk bekerja sedangkan Sarada meminta ikut bersama Naruto ke apartemenya. Sasuke tidak mempermasalahkannya karena dia sangat paham bahwa Naruto adalah sosok idola putrinya sejak dulu.

Sasuke baru saja hendak duduk di kursi ke besarannya ketika pintu ruang kerjanya di buka tanpa permisi oleh sosok wanita cantik dengan sepasang permatanya yang khas.


"Hinata?"

"Sasuke-kun." Hinata melangkah masuk dan berdiri tepat di depan meja kerja Sasuke.

"Ada apa?"

"Apa Sasuke-kun sudah bertemu dengan Naruto-kun?" tanya Hinata tanpa basa-basi.Sasuke merasa jika Hinata sedikit berbeda dari Hinata yang dulu dia kenal. Hinata yang sekarang begitu berani dan tidak malu-malu kucing lagi bahkan cara bicaranya tegas tidak terbata. Mungkin karena dia seorang pengacara, pikir Sasuke.

"Naruto?"

"Apa Naruto-kun menemui Sasuke-kun?" tanya Hinata lagi.

"Jika kau ingin bertemu dengannya datanglah besok setelah makan siang." jawab Sasuke tanpa menjelaskan lebih banyak mengingat Naruto saat ini bukan seorang pria melainkan seorang gadis cantik bahkan usia Naruto lebih muda dari usia mereka.

"Aku ingin segera bertemu dengan suamiku, Sasuke-kun! Apa kau tahu dimana dia tinggal? Aku akan menemuinya sekarang."

"Ada baiknya jika kau datang besok saja, Hinata." ujar Sasuke tegas membungkam Hinata yang terdiam dengan sorot mata kosong.

"Besok, temui dia besok. Dia akan datang kesini setelah makan siang." jelas Sasuke dan segera duduk di kursi kerjanya.

Hinata menghela napas pendek seraya mengangguk pelan, "Baiklah. Maaf jika aku membuat keributan, aku permisi." Hinata menundukan kepalanya pelan dan segera keluar dari ruang kerja Sasuke.

"Nona?"

Hinata berhenti melangkah dan tersenyum ramah kepada Tenten, "Senang bisa bertemu denganmu, Tenten!" sapa Hinata kemudian melangkah pergi meninggalkan Tenten yang terdiam tidak mengerti serta bingung karena Hinata mengetahui namanya, padahal mereka belum pernah bertemu sebelumnya.

.

.

.

"Waaaah!" Sarada mengedarkan pandanganya. Kamar apartemen Naruto bernuansa orange lembut dengan stiker Gamabunta dan kawan-kawan serta stiker sembilan Jinchuriki. Kamar Naruto persis kamar bocah tujuh tahun. Terkekeh pelan, Sarada kini beralih melihat Naruto yang sedang duduk di depan meja belajarnya sedangkan Kurama sudah kembali ke wujudnya dan tidur di atas ranjang bernuansa kuning cerah.

"Kamar onee-chan sangat bagus!"

"Terima kasih Sarada, oh ya kau mau minum sesuatu atau makan?" tanya Naruto berbalik menatap Sarada.

"Tidak, aku hanya ingin tinggal disini dan belajar banyak hal."

"Hmm belajar seperti apa? Aku tidak pintar secara akademik dan jika ingin berlatih ini bukan tempat yang tepat, mungkin kita pergi ke dimensi lain dengan bantuan Sasuke."

"Paman, ah maksudku onee-chan masih ingat dengan semua jutsu yang onee-chan kuasai?"

"Masih dan di Russia aku sering berlatih."

"Wah keren! Tapi sekarang aku masih kecil, jika nanti usiaku sudah sepuluh tahun. Aku akan berlatih!"

"Sarada, kau menyukai Boruto ya?" tanya Naruto tiba-tiba.

"Hmm iya." jawab Sarada malu, "Apa dia akan berenkarnasi?" tanya Sarada penuh harap meski dia sendiri tidak yakin karena Naruto terlahir sebagai seorang gadis.

"Mungkin tidak." Naruto menghela napas karena merasa sedih karena hal itu.

"Paman tahu, aku memiliki seorang adik bernama Shisui. Namanya sama seperti nama sahabat paman Itachi karena dialah klan Uchiha bangkit dan karena Boruto juga klan Uzumaki bangkit." ujarnya menjelaskan karena mengingat jika dulu Naruto sudah pergi lebih dulu meninggalkan mereka semua.

"Boruto?"

"Hm! Kami menikah dan karena itu ada beberapa anggota klan Uzumaki memiliki Byakkugan dan juga Sharinggan tapi hanya keluarga inti yang memilikinya hingga saat ini."

"Himawari?"

"Himawari menikah dengan Inojin dan anak mereka juga memiliki Byakkugan. Paman tahu, jika ada anak di luar klan Hyuga dan Uchiha memiliki mata itu. Maka mereka akan di ambil oleh Hyuga jika memiliki Byakkugan dan juga Uchiha jika mereka memiliki Sharinggan."

"Kenapa begitu?" tanya Naruto bingung.

"Mereka akan di nikahkan dengan keluarga tersebut sehingga hanya garis keturunan mereka yang memiliki mata itu."

"Lalu bagaimana dengan keluarga mereka jika diambil oleh Hyuga dan Uchiha."

"Mereka hanya di angkat sebagai anak oleh kedua klan itu kemudian langsung di jodohkan dan di nikahkan ketika usia mereka genap tujuh belas tahun."

"Begitu."

"Ini demi menjaga garis keturunan."

"Kau benar, apa peraturan itu tidak terlalu memaksa?"

"Tidak, mereka menerimanya."

"Jadi apa sampai sekarang masih ada anak yang terlahir di luar klan?"

"Aku tidak tahu, terakhir yang ku ingat. Ada keturunan Uzumaki memiliki sharinggan dan juga memiliki rambut hitam. Karena dia anak yatim piatu, Uchiha segera mengambilnya."

"Siapa namanya?"

"Sekarang namanya Uchiha Obito."

"Uchiha Obito!" seru Naruto kaget hingga ia berdiri dari tempatnya duduk.

"Iya ada apa, paman?"

"Apa dia dari masa lalu?" tanya Naruto lagi.

"Kata Papa, iya dia dari masa lalu tapi dia bukan lagi orang yang jahat. Aku tidak mengerti maksud Papa apa tapi sekarang dia sedang mengikuti seleksi menjadi Hokage. Oh ya paman, yang bisa menjadi Hokage hanyalah keturunan dari Uzumaki, Hyuga dan juga Uchiha. Apa paman mau ikut seleksi juga?"

"Hah? Hahaha tidak!" jawab Naruto cepat, cukup satu kali di masa lalu dan Naruto sudah sangat senang karena hal itu. Ia tidak ingin lagi karena menjadi Hokage tidak mudah apalagi dia kehilangan banyak waktu karena menjadi Hokage.

"Cita-citanya pasti akan terwujud." gumam Naruto mengingat sosok Obito, ia berdiri menuju jendela kamarnya. Ia sangat senang karena semua orang mendapatkan masa depan yang cerah disini meski mungkin hanya dia yang berbeda.

"Aku ingin melihat mereka semua!" ucap Naruto dengan senyum yang begitu lebar. Ia menjadi begitu semangat dan lupa dengan rasa sakit yang ia rasakan.

Sementara itu di tempat lain di waktu yang sama. Seorang remaja laki-laki dengan surai orange sedang berjalan pelan mengikuti seorang pria yang berjalan di depannya, lalu di belakangnya beberapa pria mengikuti atau lebih tepat adalah mengawalnya. Langkah mereka terhenti ketika sudah berada di luar pintu masuk bandara dan sebuah Limosin berhenti tepat di hadapan mereka.

"Silahkan Tuan muda." seorang pria membukakan pintu untuknya.

Remaja itu hendak masuk namun terhenti sejenak menatap pria yang membukakan pintu untuknya, "Jangan terlalu formal denganku, Shino-san . Panggil saja aku Boruto." ujarnya dengan seringai tipis seraya membuka kaca mata hitam yang sejak tadi menutupi sepasang mata miliknya yang berbeda warna.

"Maafkan saya Uzumaki-sama." balas Shino pelan dan remaja itu segera masuk dengan raut wajah malas.

The Second Life (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang