Hanya sepoi-sepoi angin pagi dan pohon ek yang tinggi yang menjadi saksi bisu perbicangan mereka hari itu. Sang putra mahkota terlihat tegang, keterkejutan belum sepenuhnya hilang dari mukanya.
"Kau akan menjadi seorang raja kelak, Kak, namun sangat mudah bagiku untuk membaca perasaanmu hanya dengan melihat raut wajahmu," bisik August pelan. Terkejut, Aurelius berusaha menetralkan wajahnya, membuat adiknya tertawa kecil. "Kau tidak perlu begitu takut padaku. Aku tidak membencimu."
Aku tidak membencimu. August yang sekarang maupun yang lama tidak akan pernah mengetahui betapa berartinya kata-kata tersebut bagi Aurelius.
"Aku tidak tahu dapat mempercayai kata-katamu atau tidak." Aurelius menghela nafas, menyenderkan punggungnya ke pohon ek. "Dan percayalah, aku tidak menyalahkanmu. Aku sendiri tahu aku tidak cukup kompeten menjadi raja."
Dalam sekejap, August teringat akan masa lalunya, masa lalunya sebagai "Yoongi", tentunya. Dahulu pada masa-masa magangnya, tak jarang ia dimarahi atasannya, diejek tak cukup kompeten. Ada saatnya ia merasa bahkan berusaha keras pun tak cukup, bahwa ia akan selalu menjadi orang macam itu—orang yang tak akan pernah "cukup". Hanya saat ia bertumbuh dewasalah baru ia mengerti, manusia memang seperti itu; mudah sekali mencari kesalahan orang, namun susah sekali bercermin. Tidak akan ada orang yang akan pernah "cukup", yang ada hanya orang yang merasa puas atau tidak puas dengan apa yang mereka punya.
Ah, pikirnya, melihat Aurelius yang sedang memandang ke langit dengan tatapan kosong. Jika tak salah, dalam episode bonus route alternatif August, diceritakan bahwa sang ayah sebenarnya lebih menginginkan August sebagai raja, bukan Aurelius. Namun hal itu tidak dapat terjadi karena kerajaan-kerajaan tunduk pada tradisi yang menyatakan bahwa putra pertama diutamakan sebagai pewaris takhta. Di dunia ini, kebaikan hati dapat menjadi kelemahan seseorang, dan Aurelius terlalu naif, lembut hati. Apakah Baginda Raja—tidak, Ayah—seringkali membandingkan Aurelius dengan August? Bukankah Raja sebenarnya tak peduli pada anak keduanya itu?
Tatapan August melembut melihat kakaknya. Sang putra mahkota mengatakan kalimat yang merendahkan dirinya sendiri seakan-akan ia sedang membaca laporan cuaca, seakan-akan mengatakannya tidak menyakitkan karena ia telah berkali-kali mengatakan hal yang sama pada dirinya.
"Tidak salah, harus kuakui bahwa aku memang lebih kompeten," ucapnya. Mendengar hal ini, atensi Aurelius langsung jatuh kepadanya, namun sang kakak tak terlihat marah, hanya terkejut mendengar kata-kata berani yang angkuh itu jatuh dari mulut adiknya yang dingin. Sepertinya hari ini, ia telah terlalu sering membuat kakaknya terkejut. "Namun itu bukan berarti aku dapat menjadi seorang raja yang baik. Rakyat Suspirium membutuhkan orang yang penuh belas kasih dan merakyat, sepertimu."
Karena meski Aurelius payah dalam berpedang, ia mahir menggunakan kata-kata sebagai pedang sekaligus perisainya. Kakaknya itu bijaksana dan berwawasan. Ia pintar—"cukup", meski tidak di mata raja Suspirium yang keras dan dingin.
"Ayah tak berpikir seperti itu."
"Cara pikir Ayah bukan cara pikir yang benar," tangkis August cepat. "Apa kau benar-benar berpikir situasi kerajaan dapat dipandang dengan hanya satu sudut pandang—belum lagi, sudut pandang yang kaku dan dingin?" Saat Aurelius hanya terdiam, ia melanjutkan. "Aku tahu mungkin Ayah meremehkanmu, tapi tidak pernahkah kau beringinan untuk membuktikan bahwa anggapannya salah?"
"...Apa kau berusaha berbaik hati padaku untuk nanti membunuhku dan merebut takhta?"
"Mungkin saja," jawab August, namun nadanya menggoda. "Memang ada kasus adik yang berani membunuh kakaknya agar mewarisi takhta?"
"Jarang bukan berarti tak ada kemungkinan."
August berdecih. "Kau tak percaya padaku." Ia mengangkat bahunya. "Namun kurasa itu cukup adil, mengingat bagaimana aku memperlakukanmu. Tapi harus kau ketahui, selama kepergianmu, aku banyak berpikir. Kau bisa tenang, aku tidak lagi menginginkan takhta."
KAMU SEDANG MEMBACA
PLOT TWIST 、taegi
RandomSetelah terlibat sebuah kecelakaan, Yoongi terbangun sebagai August, tokoh antagonis game otome "Amoreux" yang, menurut alur cerita, akan mati di tangan sang protagonis, Vivaldi. Ia hanya ingin bertahan hidup, namun apa jadinya bila Vivaldi justru j...