LVL ✧ 15

542 117 52
                                    

"Yoonji, beritahu oppa saat kau memutuskan kau sudah tidak marah lagi."

Yoonji menatapnya tajam sekali, sebelum membuang muka. Cemberut sudah selama lima belas menit terakhir secara permanen terukir di wajahnya. "Aku marah pada oppa setengah jam. Belum selesai," sungutnya. "Ini semua salah oppa."

Yoongi menghela nafas, sebelum mendekati adik perempuannya dengan hati-hati. Ia mengusak kepala Yoonji sayang. "Maafkan oppa. Lain kali tidak akan usil dan asal memencet opsi lagi."

Ya, kurang lebih sepuluh menit yang lalu, Yoongi yang bosan dan tengah melihat adiknya memainkan game Amoreux memutuskan untuk ikut campur dan memilih opsi jawaban yang justru menurunkan "persentase cinta" pada karakter Vivaldi.

Di skenario game, karakter Vivaldi menyatakan cinta kepada pemain, namun August dengan usil memencet opsi B, yang memprogram karakter pemain untuk diam saja dan malah berlari menjauhi Vivaldi.

"Ah, aku sungguh tak tega bila harus melihat wajah Vivaldi yang sedih ini," rengek Yoonji. "Maaf saja belum cukup! Oppa tunggu. Belum setengah jam."

"Yoonji, setengah jam terlalu lama. Oppa butuh seseorang—seseorang yang tak sedang marah pada oppa—untuk membantu menjemur baju sekarang juga."

"Oppa berbakat membuat orang makin kesal, ya? Jemur baju sendiri saja sana!"

Jika ia benar-benar tengah memainkan game Amoreux sekarang, August ragu bila "opsi" yang ia tekan sudah benar.

Ia tahu apa yang ia perbuat salah. Tidak sepantasnya ia menghindari Vivaldi tanpa penjelasan apa pun sejak kejadian di festival tersebut, namun August tidak mengerti pilihan apa lagi yang dapat lebih baik dari ini—menjauh perlahan dan memutus ikatan.

Setelah kepulangan mereka dari festival yang diikuti pengumpulan projek Kingdom Management, mereka tidak berbicara lagi.

Lebih tepatnya, August yang tak berbicara, menghindar tiap kali Vivaldi dekat, menolak ajakannya untuk bertemu, dan memberikan jawaban-jawaban pendek pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh yang lebih muda agar percakapan tak berlanjut, dan Vivaldi tidak bodoh. Pangeran Hesperus itu sadar bahwa apa yang August lakukan adalah tanda bahwa ia tak perlu lagi bersikeras dan memperjuangkan "persahabatan" mereka. Ia mengerti kapan harus berhenti. Begitulah apapun yang mereka bangun selama ini runtuh begitu saja.

Meskipun ia tidak memiliki hak, August juga terluka setiap kali ia harus melihat wajah terluka Vivaldi tiap kali ia menyadari bagaimana August terang-terangan berusaha terus-menerus menaruh jarak di antara mereka berdua.

Cukup sakit rasanya, saat ia sadar bahwa ia sendiri merupakan alasan mengapa senyuman Vivaldi ke arahnya perlahan-lahan meredup, sebelum akhirnya hilang tak berbekas.

Ia bahkan sudah tidak bisa melihat wajah Vivaldi, tak sanggup melihat kesedihan yang terpantul di netra pangeran berambut pirang itu saat menatapnya.

Namun, rasa bersalah itu bukan apa-apa bila dibandingkan dengan rasa takut yang memacu detak jantungnya. Hari ini tepat dua setengah bulan sejak pertemuannya dengan wanita tua di festival Kota Bimaris itu, namun peringatannya masih jelas, menggaung di kepalanya.

"Jangan sampai orang di belakangmu ini menjadi alasan dibalik kematianmu."

August menggigit bibirnya, memejamkan matanya untuk mengusir suara tersebut, namun nihil, bayang-bayang Vivaldi yang mengacungkan pedangnya ke lehernya tetap mengikutinya meski ia menutup mata.

PLOT TWIST 、taegiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang