LDE || Lembar 11

7.6K 612 6
                                    

"Semua orang punya porsi tersendiri dalam mencintai seseorang,"
••••

Takdir kadang memang suka mempermainkan perasaan seseorang. Beberapa jam yang lalu Nafa mengatakan pada Adam jika hatinya telah mati rasa, namun tanpa Nafa sadari jika sebenarnya hatinya tidak lah mati rasa. Hatinya hanya masih mendebarkan nama yang sama.

Destian. Mantan suami sekaligus ayah dari calon anak yang di kandungnya. Pria yang sudah resmi melepas status dudanya. Pria yang masih dengan lancang mengusik rasa tenang Nafa setiap kali mereka bertatap mata.

Entah apa yang sedang Tuhan rencanakan saat dia mempertemukan Nafa dengan pasangan pengantin baru di toko keperluan bayi yang dikunjungi Nafa.

"Kamu sendirian Fa?" tanya Destian pada mantan istrinya itu.

"Sama temen Mas, kebetulan dia belum nyampek." jawab Nafa jujur.

"Gimana kondisi kandungan kamu Fa?" tanya Destian sambil menatap perut buncit Nafa.

"Sehat Mas, dia tumbuh dengan baik." jawab Nafa dengan nada yang terdengar ceria saat menceritakan kehamilannya.

"Sudah USG? Apa jenis kelaminnya?" tanya Destian tak kalah semangat.

"Perempuan Mas," jawab Nafa yang memang tidak berniat menyenbunyikan jenis kelamin putrinya pada Destian yang notabene adalah ayah dari anaknya.

"Dia pasti akan jadi putri yang cantik seperti ibunya," ucap Destian sambil tersenyum.

"Mbak Rosa kemana Mas?" tanya Nafa menyadari jika Destian sendirian padahal tadi Nafa melihat mereka datang bersama.

"Dia pulang duluan, tadi kesini nyari kado buat temennya yang baru lahiran. Sini biar aku yang dorong trolynya," jawab Destian sanbil mengambil alih troly dari tangan Nafa.

"Nafa bisa sendiri Mas," jawab Nafa sungkan, bagaimanapun Destian kini sudah berstatus sebagai suami orang.

"Tolong jangan menolak Fa, saya tidak ingin terlihat menjadi Ayah yang tidak peduli dengan calon anaknya." ucap Destian sambil mendorong troly ke arah pakaian bayi.

Jujur Nafa belum bisa untuk biasa saja jika menerima perlakuan hangat dari Destian, selalu saja ada  bagian dari dirinya yang ingin menahan Destian tetap disisinya. Lima tahun bersama tentu mengukir banyak kenangan indah di antara mereka - mungkin hanya untuk Nafa. Sebab sampai saat hubungan mereka sudah usai, Nafa tak pernah tau makna kehadirannya dalam hidup Destian.

"Hari ini jadwal kamu ke Dokter kandungan kan ?" tanya Destian saat mereka mengantri di kasir.

"Iya, tapi dokternya lagi gak bisa jadi di tunda besok." jawab Nafa.

"Besok aku yang antar ya, aku pengen tau langsung kondisi dia." ucap Destian.

Nafa hanya menganggukan kepalanya. Bukannya Nafa ingin menghabiskan waktu lama bersama suami orang, hanya saja Nafa memang sudah berjanji tidak akan menolak apapun yang Destian berikan jika itu berhubungan dengan anaknya.

•••••

Setiap manusia punya porsi lukanya masing-masing, sekalipun luka-luka tersebut tercipta oleh sesuatu yang sama tetap saja dalan atau dangkalnya akan tetap berbeda.

Bagi sebagian orang perceraian mungkin hanyalah sebuah masa yang akan segera terlewatkan, namun bagi beberapa lainnya perceraian adalab sebuah belati yang mengoyak seluruh kewarasan yang di miliki.

"Kapan perkiraan lahirannya Fa?" tanya Zela salah satu senior Nafa saat masih kuliah.

"Perkiraan November Mbak," jawab Nafa sambil menyisihkan sayur di dalam mangkuk bakminya.

"Jangan pilih-pilih makanan Fa," tegur Zela.

"Mbak Zel please jangan paksa aku makan sayur, ini tuh pahit." ucap Nafa sambil terus menyingkirkan sayurannya.

Sekilas mungkin mereka berdua tampak seperti dua teman yang lama tak pernah berjumpa seperti kebanyakan orang, nyatanya dua wanita itu adalah dua wanita yang sama-sama terluka.

Sama seperti Nafa, pernikahan Zela juga berakhir tidak bahagia. Wanita yang berprofesi sebagai Dosen di tempat Wildan berkuliah itu juga sama berstatus janda. Namun dalam setiap obrolan mereka tak pernah menyinggung status mereka.

Dua orang itu lebih senang berbicara sebagai dua orang teman lama, dari pada dua orang yang sama-sama terluka.

"Kamu wanita kuat Fa. Kamu sanggup menjalani semua sendirian," ucap Zela sambil menatap perut buncit Nafa.

"Saya juga pernah menyerah Mbak. Hanya saja tuhan masih memberi saya kesempatan kedua," jawab Nafa sambil tersenyum hambar.

*****

Nafa membuka laptopnya, kembali membuka draf tulisan yang tak bisa dia lanjutkan. Draf paling rahasia yang dulu Nafa persiapkan untuk hadiah ulang tahun pernikahannya, draf yang berisi ribuan puisi cinta Nafa untuk Destian yang dulu masih berstatus suaminya.

Wanita berusia dua puluh empat tahun itu kembali membaca bait demi bait yang dia tulis saat dulu menanti Destian pulang bekerja. Rentetan kalimat cinta yang tak pernah bisa Nafa ucapkan dengan kata namun sanggup dia rangkai menjadi sebuah prosa.

"Aku tidak tahu seberapa lama Tuhan membuatku  tetap di sampingmu, aku bahkan tidak tau apakah saat kamu membaca tulisanku aku masih bersamamu. Aku hanya ingin kamu tahu, bahwa rasaku akan lebih abadi dari pada waktu. Dia akan tetap tabah meski tak pernah terjamah.  Aku mencintaimu sebesar ketakutanku kehilanganmu."

Nafa ingin tertawa saat kembali mebacanya, namun yang terjadi justru linangan air mata yang kembali membasahi kedua pipinya. Hampir delapan bulan berlalu nyatanya sakit hati yang Nafa rasa masih sama, dia masih belum terbiasa dengan fakta yang ada. Dadanya masih terasa sesak setiap kali menyadari jika semuanya sudah berakhir bukan dengan cara yang Nafa anggap bahagia.

"Kenapa luka hanya mampir pada mereka yang mencinta, ini tidak adil. Harusnya yang dicinta juga merasakan betapa sakitnya jatuh dalam kubangan cinta," lirih Nafa sambil menghapus air matanya.

Tidak ingin lebih lama terjebak dalam ruang nostalgia, Nafa memilih menggerakan kursornya untuk menghapus draf yang sukses membuka luka dalam hatinya. Semua sudah selesai, tidak boleh ada lagi rasa yang tertinggal. Semua sudah usai, kisah Nafa dan Destian sudah tamat bahkan saat belum selesai dituliskan. Tak apa setidaknya dia sudah punya pembaca setia-Nafa- pembaca setia sekaligus pengarangnya.

"Setidaknya Mama masih punya kamu, sebagi kenangan terindah yang pernah papa berikan sayang." ucap Nafa sambil mengelus perutnya dengan sayang.

*****

Part ini pendek ya ?

Maaf sempat menghilang beberapa saat karena kesibukan yang menyita.

Meskipun pendek semoga kalian tetap menyukainya.

With Love,

- Cana Lily -

La Douleur ExquiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang