#EkstraPart : 2. First Love (1)

5.2K 292 6
                                    

Ivy sedang menatap malas dua pria yang menyandang status sebagai ayahnya, tumben sekali kedua pria itu kompak berdiri di depan pintu gerbang sekolahnya. 

“Ayah sama Daddy ngapain di sini?” tanya Ivy malas. 

Sungguh dia tidak mengerti jalan pikiran dua orang tua ini. Dia bukan lagi anak SD yang harus mereka jemput di depan gerbang sekolah, Ivy kini sudah tumbuh menjadi gadis remaja yang sudah masuk tingka Sekolah Menengah Atas. 

“Ivy hari ini pulang sama Ayah aja ya,” ucap Destian. 

No, hari ini Ivy pulang sama Daddy aja,” ucap Arga tidak mau kalah. 

“Ga, hari ini Ivy balik sama gua aja.” ucap Destian sembari menarik tangan kanan putrinya. 

Arga yang tidak mau kalah bergegas menarik tangan kiri putrinya, dua pria dewasa itu terlihat seperti dua orang bocah yang berebut mainan. 

Ivy yang kesal itupun menarik lepas tangannya dari kedua pria tersebut. 

“Ayah sama Daddy kenapa sih? Toh biasanya Ivy juga pulang sendiri,” ucap Ivy kesal. 

Dua pria dewasa itu saling menatap beberapa saat setelahnya saling bungkam, tidak ada yang memberikan jawaban apapun pada Ivy. 

“Ayah sama Daddy mending pulang aja, Ivy masih ada kerja kelompok. Nanti Ivy pulang ke rumah naik ojol aja,” ucap Ivy saat melihat teman satu kelompoknya berjalan ke arahnya. 

“Kerja kelompok dimana, sama siapa aja, nanti pulang jam berapa?” tanya Destian dengan raut wajah serius. Sejak kecil Destian memang sangat posesif pada Ivy, bahkan dulu Destian pernah membuat Zoe putra Zela masuk rumah sakit karena dihajarnya sebab ketahuan membuat Ivy menangis. 

“Aku belajar di rumah Arzel, Yah. Ada Caca sama Bintang juga, nanti pulangnya gak tau jam berapa. Nanti Ivy kabarin Ayah kalau udah di rumah,” Ivy menjawab dengan sabar pertanyaan Ayahnya, dia tidak ingin ada kesalah pahaman yang berakibat ayahnya harus memukul orang lain lagi. Cukup kejadian Zoe jadi sebuah pelajaran untuknya. 

“Berangkat sekrang Vy?” tanya Caca yang berada di boncengan Bintang.

Belum sempat Ivy menjawab suara Arga lebih dulu mengintrupsi. 

“Ini kenapa boncengannya cewe cowo, Ivy gak bisa bonceng Caca aja.” ucap Arga seakan tidak rela jika putrinya di bonceng oleh Arzel.

Ivy menghela napas panjang, Arga sama posesifnya seperti Destian. Bedanya jika Destian main fisik maka Arga akan beradu argumen. 

“Aku sama Caca gak ada yang bisa naik motor Dad, ” Ivy masih bersabar menjelaskan. 

Setelah mendengar penjelasan Ivy, baik Arga maupun Destian langsung menatap tajam ke arah Arzel. 

“Kamu sudah punya SIM?” tanya Destian. 

“Sudah Om," jawab Arzel sedikit gemetar mengingat dulu kakaknya pernah masuk rumah sakit karena lelaki di depannya. 

“Bawa helm dua kan?” kini giliran Arga yang bertanya. 

Arzel menanggapinya dengan anggukan. 

“Pelan-pelan aja,  gak boleh lebih dari 30km/jam,” ucap Destian memperingatkan. 

“Jangan nerobos lampu merah,” kini giliran Arga. 

“Jang…. ” baru saja hendak bicara, ucapan Destian sudah dipotong oleh Ivy. 

“Kalau Ayah sama Daddy ngomong terus nanti Ivy tambah malem pulangnya,” rengek Ivy karenan sejujurnya dia sedikit malu dengan sikap over protektive kedua Ayah dan Daddynya

La Douleur ExquiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang