[Bab 30]

102 12 2
                                    


Episode lagi menuju epilog! Akhirnya 😭😭😭 setelah bertahun tahun terbengkalai... Hope you like it guys, maaf udah gantungin Gino dan kalian 🙏🙏



Paris, beberapa bulan kemudian.

Verica membuka kedua bola matanya. Didepannya terpampang cermin besar, pernak-peenik menjutai di langit-langitnya. Gadis itu tersenyum, kamar tidurnya saat ini menjadi tempat yang teramat ia rindukan.

"Sayang, sarapan yuk!" Dari balik pintu yang bercat putih, kepala Rina, ibunya menyembul sembari melukiskan senyum.

"Oke, habis mandi Verica turun," balasnya sembari menyunggingkan senyum.

Gadis itu segera memasukki kamar mandinya. Segera saja tubuhnya dibasuh oleh segarnya air yang mengalir melalui shower di atas kepalanya. Verica menikmati buliran-buliram air yang membasuh pori-porinya. Kurang lebih sepuluh menit gadis itu menyelesaikan kegiatan mandi paginya. Ya, meski beberapa temannya menganggap kebiasaannya sedikit aneh namun, Verica seolah tak mampu menghilangkannya.

Saat ini, Verica sudah berdiri di depan cermin yang berembun. Dengan tangan kanannya ia membasuh cermin itu. Pantulan gadis yang sama seperti dirinya segera terlihat. Mata cokelatnya balas menatapnya. Verica mengembuskan napasnya.

Gadis itu kemudian segera menuruni anak tangga menuju ruang makannya. "Pére!" Verica memeluk ayahnya dari balik kursi makannya.

"Selamat pagi, apa tidurmu nyenyak?" tanya ayahnya yang logat bahasa Indonesianya masih sedikit terbawa aksen Prancis.

"Bien sûr père," balas Verica sembari tersenyum.

"Sudah, ayo kita sarapan dulu sebelum supmya dingin," sahut ibunya yang sudah duduk di kursi makannya.

Verica segera menyusul duduk di kursinya. Suasana ini, suasana yang amat ia rindukan. Rasanya seolah sudah puluhan tahun ia tak merasakannya.  Setelah kurang lebih tiga puluh menit menyantap sarapannya sembari saling bertukar cerita, Veeica saat ini duduk memakai sepatu boots-nya.

"Mom, aku pamit dulu," ucap Verica sembari bangkit dari duduknya.

"Mau kemana?" tanya ibunya yang sedang menggunting beberapa tangkai bunga di teras rumah.

"Bertemu Bela," balas Verica, tubuhnya sudah berada di anak tangga rumahnya.

"Apa kamu sudah menghubungi Calsen? Sudah lama dia tidak mampir."

Senyum yang terkembang diwajah Verica surut. Benar juga, sejak kedatangannya di kota ini, ia belum menghubungi lagi laki-laki yang dulu merupakan sahabat baiknya itu. Jika dipikir-pikir kembali, semesta begitu kejam kepada dua oarng sahabat itu, hanya karena sebuah permainan konyol hubungan keduanya benar-benar retak.

"Aku pergi dulu, salam untuk ayah." Hanya itu yang diucapkan Verica sebelum melangkahkan kakinya. Sepatu boots-nya yang beradu dengan jalanan trotoar kota Paris seolah seirama dengan degup jantungnya.

Udara sejuk kota itu membelai lembut pipi Verica. Kakinya terus melangkah membaur bersama hiruk-pikuk pejalan kaki lain. Hingga matanya menangkap gadis berambut pirang yang sedang menatap layar ponselnya. Verica mempercepat langkahnya hingga akhirnya kini tubuhnya berada di sebeah gadis itu.

Charming Twin Boy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang