Chapter 06

3 2 0
                                    

Radit benar-benar bosan sekarang. Lagi-lagi pelatihnya membatalkan latihan hari ini. Membuat sorenya kosong. Sejak pulang siang ini, dia hanya membuka ignya. Tak terlalu menemukan sesuatu yang menarik. Acara tv jam segini hanya berisi gosip-gosip saja. Mau main, teman-temannya sibuk semua. Tugas? Akan dikerjakannya h-1.

Intinya, Radit sedang gabut.

Ditaruhnya ponsel di meja dan memilih berbaring di sofa. Memandang langit-langit entah kenapa. Menghitung jumlah ukiran disana.

"Bunda," panggil Radit saat bundanya hendak pergi, "kak Ara masih lama pulangnya?"

"Paling sebentar lagi. Biasanya kakak baru selesai jam segini. Kamu jaga rumah sebentar, ya. Bunda mau nganter pesenan kue dulu."

"Iya," sahut Radit dengan suara lemas.

Di saat-saat berbaringnya itu, Radit terpikirkan satu ide. Satu ide bagus untuk menghilangkan kebosanannya. Radit langsung naik dan bersembunyi di kamar Ara. Selama menunggu, Radit mulai membayangkan wajah kaget dan marah Ara.

Melihat kakaknya yang jengkel merupakan hiburan terbaik untuk Radit.

Tak lama, terdengar suara langkah yang semakin mendekat. Radit menutup mulutnya, mencoba menahan tawa agar tidak ketahuan. Pintu terbuka dan Ara yang memasuki kamar. Karena terhalang pintu, Ara tak menyadari jika Radit berada di kamarnya. Melihat Ara yang hendak menutup pintu, Radit langsung melancarkan aksinya.

"DORRRR!"

Ara langsung terjingkat mendengar teriakan Radit. Sedangkan sang pelaku tertawa senang melihat wajah Ara. Walaupun tau sebentar lagi kakaknya akan mengamuk, yang penting rencana Radit berhasil.

"Puas ketawanya?"

Saat itu juga Radit langsung diam. Tak ada teriakan marah atau pukulan. Seperti yang biasa Ara lakukan saat Radit menjahilinya. Suaranya juga sangat datar.

"Duduk," ucap Ara sambil menunjuk ke arah ranjang.

Mendengar suara rendah kakaknya membuat Radit ketakutan. Dia tak tahu jika kakaknya akan semarah itu. Menuruti ucapan Ara satu-satunya pilihan.

"Kamu pikir itu lucu?" tanya Ara dengan tangan menyilang di depan dada.

Pose Ara sendiri sudah memperlihatkan sifat dominannya. Seketika, Radit menyesali kelakuannya. Meski begitu, Radit mengangguk untuk menanggapi pertanyaan Ara. Sebagai adik kesayangan Ara, Radit tak boleh berbohong.

"Untung Kakak ngga punya penyakit jantung. Coba kalo Kakak pingsan pas kamu kagetin? Gimana kalo Kakak sampai dibawa ke rumah sakit? Ngga kepikiran sampai situ?"

Radit pikir Ara sudah selesai bicara. Tapi ternyata, luapan emosi Ara masih berlanjut.

"Kalo yang masuk bukannya Kakak malah bunda, bisa habis kamu diomelin bunda. Tau sendiri, kan, bunda ngga suka dikagetin."

"Kakak ngomel mulu, sih. Lagi PMS apa?" tanya Radit asal.

"Iya! Kakak lagi PMS! Kenapa?! Ada masalah?!"

Radit langsung mengutuk dirinya. Salah memilih hari untuk menjaili Ara. Dia lupa kakaknya juga seorang perempuan.

"Kakak marah gini ngga cuma karena lagi PMS. Kakak juga capek abis pulang sekolah. Harusnya itu kamu paham–"

Ara terus melakukan ceramahnya tanpa henti. Tak membiarkan Radit untuk menyela barang sejenak. Sedangkan Radit sendiri bersumpah dalam hati untuk tak mengusik Ara lagi saat PMS.

o-----o

SIBLINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang