Geser medianya dan klik play yaa <3
Aku menatap ice skating rink dengan ngeri. Bagaimana aku bisa berdiri dan berselancar seperti orang-orang itu di atas besi tipis ini? Seharusnya kemarin aku membuang pikiranku jauh-jauh untuk menjadi ice skater. Melihat orang-orang yang sering kali jatuh saja membuat lututku ngilu.
"Gwenchana Yura-ya. Sekalipun oppa gak bisa mengajarimu, kamu pasti bisa sendiri," Jongsaeng menepuk bahuku yang sedang terduduk menatap kosong arena skating itu. Wah, pria ini benar-benar! Ia bahkan tak berniat membantuku yang masih belajar.
"Shut your fucking mouth, Jongsaeng."
"Omo omo, adikku sudah besar. Sudah bisa berbicara kasar, heum?"
Aku menatap Jongsaeng dengan kesal. Ia hanya tertawa dan masuk ke arena ice skating dengan santai. Jujur, aku ingin memintanya memegangiku saat memasuki ice skate rink itu. Tapi berbicara dengannya membuatku gengsi untuk mengungkapkan kegundahan di hatiku.
Molla, yang penting aku berjalan di pinggir-pinggir saja, batinku kemudian bangkit dengan penutup besi di bawah kakiku. Aku membukanya dan meletakkannya di dekat tasku.
Sebenarnya hari ini, arenanya tidak terlalu ramai, hanya diisi beberapa orang professional dan orang-orang ingin belajar seperti aku. Beberapa orang professional itu kadang melakukan putaran, tapi tak jarang juga mereka jatuh. Lagi aku bergeridik ngeri melihatnya jatuh. Apalagi setelah ia berdiri, ia selalu mengusap punggung bagian belakangnya. Pasti... sakit.
"Akhirnya kau masuk juga Yura-sshi," Jongsaeng menertawakanku yang masih berdiri dengan canggung dan memegang erat pinggiran arena.
"Apa lagi sih? Kau main saja dengan teman-temanmu! Biarkan aku belajar sendiri," aku menggerutu dan mencoba berjalan menjauh dari si Jongsaeng gila itu. Ia mengikutiku dari belakang dan memegang tanganku. Ia membawaku ke tengah lapangan dengan tawa yang membahana.
Tentu saja aku panik, aku tidak tau bagaimana meraih tepiannya ataupun berjalan kesana. Michin Jongsaeng!
"Nah, kau bisa belajar disini."
Tangannya mulai melepaskan tanganku. Aku langsung menatapnya memohon dan memegang tangannya erat. Gila saja aku jika hanya bisa berdiri seperti orang bodoh di tengah lapangan seperti ini. Apalagi beberapa professional ganteng itu malah sedang menatapku dengan kekehan.
"Ya! Kau gila? Yang ada aku bertabrakan dengan professional itu dan mengganggu waktu latihannya."
Sesekali aku melirik ke arah laki-laki yang berkumpul sambil menatapku. Tapi seseorang lebih menarik perhatianku. Ia sedang minum air yang ada di pinggir arena. Wajahnya terlalu putih jika dikatakan seorang lelaki. Aku saja tidak sampai seputih itu. Wajahnya juga tampan, jauh lebih tampan daripada artis korea yang sering aku temui di televisi.
"Belajar yang benar, uri dongsaeng!"
Aku kaget, gara-gara menatap lelaki berwajah tampan itu, Jongsaeng benar-benar melepas tanganku! Akh, aku takut! Kakiku langsung lemas, apalagi saat beberapa orang bermain ke arah tengah. Jongsaeng sialan!
Akhirnya aku jongkok dengan tak stabil. Tentu saja! Berdiri di besi setipis itu saja aku belum pernah!
"Gwenchana? Mau kubantu ke pinggir?"
Aku mendongak, melihat siapa orang yang masih berani bertanya tentang keadaanku. Yang pasti sih bukan Jongsaeng, karena tawanya masih menggelegar di ujung lain arena bersama si Jake.
Ternyata lelaki putih itu menunduk dan menatapku. Ia berbicara dengan tenang dan datar. Kelihatan dingin, tapi aku yakin pasti lebih manis saat senyum.