Dugh.Pintu ruangan kamar yang sempat terbuka sudah kembali tertutup rapat dengan terdengar suara helaan nafas Winata suaminya dalam-dalam, dengan beratnya yang berjalan lesu ke arah ranjang kamarnya, menunduk kan kepalanya cemas dengan bingungnya.
"Sudah ketemu bulan pah? Apa dia udah siap-siap?" tanya Meila istrinya yang masih menyelesaikan makeupnya yang terduduk di depan meja riasnya dengan tenang.
Winata menganggukkan kepalanya mengiyakan, lalu menengadah menatap langit-langit kamarnya kembali mengehela nafasnya berat sembari duduk di sisi ranjang kamarnya menunggu istrinya Meila menyelesaikan make upnya di depan meja riasnya itu.
"Sudah ma. Tak suruh tunggu di bawah. Kasihan soalnya kalo nunggu kita, dia sendiri duduk di sofa depan kamar." ujar Winata menjelaskan.
"Oalah, Yaudah ayo berangkat aja sekarang," jawab meila tidak enak hati, yang menutup cermin bedaknya bergegas. "Tapi pah, ini baiknya gimana ya.. Apa nggak kebilang gegabah kalo kita tiba-tiba dateng tanpa ngabarin mereka dulu? Seenggaknya kita ajak Mas Hema sama mbak nissya diskusi dulu gitu pah? Gimana?" jelas Meila bertanya dengan khawatir.
Winata kembali menghela nafasnya berat, dengan perasaan bimbang juga bingungnya mengatasi permasalahan kali ini yang sejujurnya, tidak harus ikut andil tapi karna, inisiatifnya sendiri yang berposisi sebagai orang tua jujur saja Winata tidak terima.
"Hah... Aku juga sempet mikir gitu mah. Mesti kita bakalan nggak enak sama mbak nissya, karna ntar di sangka kita ngatur-ngaruh persoalan personal di dalam rumah tangga mereka, ya to?" terka Winata menoleh ke arah Meila istrinya dengan raut wajah bingung.
Meila menganggukan kepalanya mengiyakan. "Nah iya pah. Terus gimana baiknya? Apa mau di reschedule aja? Atau—"
"Bulannya pasti nggak mau kalo harus ngundur waktu buat pulang mah." jawab Winata seadanya. "Kamu liat aja tadi pas di ruanganku. Gimana antusiasnya dia mau pulang hari ini sampe njelasin ke kita aja, takut-takut kayak gitu. Ya kan?" jelas Winata lagi.
"Iya sih pah." ujar Meila memberi jeda. "Kamu booking tiket jam berapa? Travel? Atau pesawat?" tanya Meila menghampiri Winata untuk duduk di sampingnya menguatkan.
"Pesawat aja biar cepet. Aku booking ambil Jam 5. Masih aman lah, kalau kita buat ngobrol dulu di bawah." jelas Winata santai.
Hening.
Diantara Meila juga Winata sama-sama saling terdiam dalam fikirannya masing-masing sampai berakhir, Winata kembali menundukkan kepalanya dengan menumpu kedua tangannya memegang kepalanya yang penat akan permasalahan keluarga teman dekatnya kali ini yang terbilang cukup berat bagi dirinya yang tidak terima atas perlakuan Hema sahabat dekatnya itu dengan sosok putri sambungnya, yang sudah dianggapnya seperti putri kandungnya sendiri itu selama ini.
~*~*~*~
"Lama banget deh mama sama papa!" Sungut Fanya kesal. "Ngapain aja sih di kamar, elah!" keluh Fanya kembali tersulut emosinya, karna kesal menunggu lama papa mamanya datang menemui mereka sesuai janjinya di ruang keluarga.
"Sabar ci. Bentar lagi palingan juga turun," sahut Aldo menenangkan.
"Ck! Dari tadi juga lo jawabnya juga gitu doang do!" Ketus Fanya emosi.
"Au, tu kang cimol nyaut bae" giliran Gerald yang kembali menyauti dengan terkekeh geli dengan jahilnya.
"Apaan sih, Dih! nggak jelas lo." sewot Aldo tak mau kalah.
"Lah? Ko jadi gua? Hahaha... kan—"
"Udah elah! Apaan sih, kalian ribut terus dari tadi." lerai Jason menengahi dengan ketus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nyata. Dekat. Lekat.
Diversos{17+} . . Jason William Winata dan Rembulan Anggiani ini lahir dengan dua perbedaan sangat jauh akan takdir yang sudah Tuhan tentukan, di mana mereka akan di besarkan dalam keutuhan keluarga mereka mereka masing-masing. Namun, apakah di antara merek...