04 Pandangan Pertama

120 35 46
                                    

Catatan:

Cerita ini diikut sertakan dalam event 40dayswith5p

Dengan terget tamat dalam 40 hari

Mohon maaf jika hasilnya kurang memuaskan;-;

Silahkan razia Typo dan lain-lain, karena pasti akan ada banyak typo kedepannya, silahkan berkomentar

••★••

Pagi ini Vika akan pergi ke sekolah barunya, begitu selesai bersiap-siap ia segara bergabung di meja makan. Suasana canggung masih menyelimuti interaksi antara Vika dan Eyang Sinta. Karena ini adalah kali pertama mereka makan berdua. "Eyang, nanti Vika berangkat naik ojek online." Entah mengapa rasanya Vika ingin memberi tahu apa yang akan dia tumpangi untuk menuju ke sekolah barunya.

"Padahal Eyang baru aja mau suruh Pak Aryo buat anter kamu, tapi malah kamu mau naik ojek online. Yaudah kamu hati-hati aja ya, langsung pulang kalau sekolahnya sudah selesai."Ujar Eyang Sinta

Vika hanya menanggapi dengan senyumman serta anggukkan, ia masih belum nyaman saja karena ini kali pertama mereka bertemu setelah 6 tahun. Sudah lebih dari cukup Vika rasa, semua yang eyang berikan kepadanya. Vika berjanji akan menebus semua ini, ia akan rajin belajar supaya bisa membanggakan eyang.

Vika memandang takjub akan sekolah barunya. Sekolah ini sangat megah, pasti eyang harus membayar SPP yang tinggi untuk menyekolahkannya di sini. Dari luar saja sudah terlihat betapa tak pantasnya Vika bersekolah di sini. Vika itu kurang pintar, nilai ujian pas KKM saja dia sudah bersyukur. Bagaimana dia bisa menyesuaikan diri di sekolah baru ini?

"Semangat Vik, kamu pasti bisa!" Vika memberikan semangat pada dirinya sendiri, jika bukan dirinya siapa lagi?

10 IPA 3, itu kelas yang akan ia tempati saat ini. Mungkin di sekolah yang sebelumnya ia bisa bertahan di kelas IPA, tapi entah kalau sekarang. Sepanjang jalan banyak yang menatapnya, atau mungkin lebih ke tas bermerek yang di gendongnya, Semalam Eyang Sinta memberikan tas itu, juga yang lainnya seperti seragam yang ia kenakan saat ini, sebetulnya dia juga di berikan sepatu baru oleh eyang, tapi sayang bila di pakai sekarang karena sepatu lama Vika masih bagus. Dia diantar oleh Bu Pertiwi selaku guru BP di SMA Nusa Bakti. Vika tidak banyak bicara, dia lebih sering menunduk ketika semua oranya yang di laluinya menatapnya. Sudah begitu sejak dulu karena Vika menjadi korban bully di sekolah lamanya.

"Vika silahkan duduk di pojok depan, tidak apa-apa kan?" tanya Bu Pertiwi ketika sampai di kelas baru Vika. Tentu saja semua seisi kelas melihat kedepan, tepat dimana Vika berdiri. "Yang lain sudah isi, tinggal itu saja yang masih kosong."

"Tidak apa-apa, Bu." Jawab Vika dengan singkat, setelah Bu Pertiwi mempersilahkan dan keluar dari kelas itu Vika segera menempati bangkunya. Bu Pertiwi juga sempat memberi tahu kepada murid yang lain untuk mau berteman dengan Vika. Semuanya menjawab dengan kompak, siap menjalankan amanat dari beliau.

Hal itu sama sekali bukan sesuatu yang diharapkan oleh Vika. Dia sudah terbiasa sendiri dan duduk di belakang. Tak ada yang mau berteman dengannya karena rumor dia membawa sial, katanya dia aneh, dan berotak dangkal. Semua itu tak bisa Vika tepis, karena memang begitu adanya.

"Pindahan dari mana?" tanya dua orang siswi yang menyambut kedatangan Vika. Mereka duduk di samping dan belakang bangku Vika.

Cantik, itulah kesan pertama yang Vika lihat dari kedua siswi tersebut. Apalagi kalau sedang tersenyum seperti sekarang. "Aku dari Jawa Tengah," jawabnya singkat. Vika tak pintar berinteraksi dengan orang lain, karena dia tidak biasa.

"Kenalin, nama gue Anandita. Teman-teman yang lain biasa panggil gue Dita dan sahabat gue ini namanya Nalita, panggil aja lita," siswi tersebut mengulurkan tangan, langsung saja Vika menyambut uluran tangannya begitu pun dengan siswi satunya lagi.

Memori Pena [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang