07 Dia Berbeda

69 28 19
                                    

Catatan:

Cerita ini diikut sertakan dalam event 40dayswith5p

Dengan terget tamat dalam 40 hari

Mohon maaf jika hasilnya kurang memuaskan;-;

Silahkan razia Typo dan lain-lain, karena pasti akan ada banyak typo kedepannya, silahkan berkomentar.

••★••

Faiq langsung mengacak-ngacak rambutnya ketika mendapati salah satu ban mobilnya kempes. Hari ini dia mengunakan mobil sebagai alat transportasinya, karena ternyata benar tulang tangan kirinya sedikit retak. Perasaan, ban mobilnya tidak kempes saat Faiq memakirkan mobil itu tadi pagi. Baru saja dia senang karena kakaknya kembali pergi ke luar negeri, masih saja harus mendapat kesialan seperti ini. Dia merogoh ponselnya yang ada di saku celana, menghubungi orang bengkel untuk membetulkan mobilnya. Jarang sekali pria itu menggunakan aplikasi taksi online, tapi berguna juga jika mengalami situasi seperti ini. Faiq terus memperhatikan ponselnya sambil berjalan ke sisi sebrang jalan.

"Awas, Kak!"

Setelah mendengar teriakan itu, tubuh Faiq ditarik paksa ke belakang. Hampir saja dia terjatuh jika tidak mempunyai otot kaki yang kuat. Mata Faiq berkilat marah ketika melihat tangan kecil yang memegang lengan atasnya. Jam berwarna merah yang melingkar di pergelangan tangan itu menunjukan bahwa pemiliknya adalah perempuan. Faiq langsung menepisnya dengan kasar, tanpa pikir panjang.

"Aww!"

Faiq berbalik menghadap jalan. Ternyata ada sebuah motor yang melaju dengan kecepatan tinggi meninggalkan area sekolah. Faiq hapal betul dengan jaket yang dikenakan pengendara itu. Itu pasti anak buahnya Evan. Pecundang satu itu pasti tidak menerima kekalahannya semalam. Padahal semalam bukan dia yang mengalahkan pria itu. Aneh. Ini pasti tentang harga diri Evan yang tidak tersisa karena kalah atas Faiq dan juga pemenang baru itu.

Faiq berputar ke belakang ketika celananya ditarik-tarik, tunggu, jadi gadis itu yang barusan ia dorong? Entah jin danau mana yang merasuki Faiq. Faiq segera berlutut dan membantu Vika untuk berdiri.

"Sorry."

Setelah benar-benar berdiri Vika menghempaskan tangan Faiq yang memegang lengannya. Lutut Vika berdarah, pergelangan tangannya sedikit sakit, sepatunya juga kotor karena masuk ke kubangan air. "Saya nggak ada niat buat pegang-pegang Kakak barusan. Niat saya cuma mau nolong Kakak yang hampir ketabrak. Kalau tidak suka, tidak perlu dorong saya."

Tidak seperti pandangan Vika sebelumnya, yang tampak datar ketika bertukar pandang dengan most wanted satu itu, kali ini matanya berkilat marah. Jelas dia kesal, sudah ditolong malah mendorong.

"Gue udang bilang sorry tadi," sengit Faiq dengan nada rendah.

Vika tidak menggubris. Kemarahannya hilang sekejap karena teralihkan oleh semua pasang mata yang menatap ke arah mereka saat itu. Gadis itu menghembuskan nafas panjang, ia merutuki dirinya yang bodoh karena menolong pria itu. Apakah mungkin kehidupan sekolahnya tidak akan damai seperti sebelumnya? Semua ini gara-gara Faiq. Dan lihatlah dia sibuk dengan gawainya tanpa merasa risi dengan tatapan pasang mata yang melihat ke arah mereka. Vika lebih memilih pergi dari situ daripada harus mendengar bisikan-bisikan siswa lainya.

Tapi sebelum Vika mengambil langkah untuk pergi dari sana, kini giliran Faiq yang memegang pergelangan tangan Vika. Dia segera menarik tangannya kembali ketika mendengar Vika merintih. "Demi apapun gue nggak segaja." Demi kucing orange yang hampir Faiq tabrak semalam, Faiq tidak pernah terjebak dengan situasi aneh seperti sekarang apa lagi dengan wanita. Biasanya para wanita itu memujanya, mengatakan kalimat manis supaya Faiq mau membuka pintu hatinya lebar-lebar untuk mereka. "Gue mau ngobatin luka lo. Ikut gue!"

Maksudnya, Vika diperintah oleh laki-laki aneh itu? Mungkin perempuan lain akan langsung mengekorinya seperti anak kucing, tapi itu tidak berlaku bagi Vika. Tidak ada alasan supaya Vika mau mengekori Faiq, kemanapun itu. Vika lebih memilih berdiri di tempat, maksudnya untuk menunggu ojek online pesanannya datang.

"Woi! lo budek?"ternyata pria itu berbalik ke tempat semula. Dia memasukan tangannya yang bebas dari arm sling ke saku celana. "Lo budek yah? Gue bilang, ikut gue. Ngapain lo masih berdiri di sini?"

"Nggak usah, Cuma luka kecil bisa aku obatin sendiri," jawab Vika, tanpa melihat ke arah Faiq sedikitpun. Dia takut membuat semua orang yang melihat mereka menjadi salah paham. Berakhir menjadi bahan bulan-bulanan di sekolah. Vika baru dua hari di sekolah ini, jangan sampai ia tidak betah bersekolah di sini karena pria arogan satu itu.

"Jangan sok jual mahal deh lo! Buruan, ikut gue!" kerena sudah sangat kesal terhadap Vika, Faiq menarik pergelangan Vika untuk kembali masuk ke area sekolah. Faiq sama sekali tidak memedulikan puluhan pasang mata yang menatap mereka, dan juga teriakan Vika yang meminta agar Faiq melepaskan tangannya. Banyak siswi, yang diketahui juga adalah penggemarnya menjerit histeris. Ada yang marah, kaget, sedih, bahkan ada yang ingin merasakan hal yang kini dialami oleh Vika. Memangnya siapa mereka? Faiq tidak mengenal mereka, tahu namanya saja juga tidak. Dia hanya ingin bertanggung jawab kepada Vika karena tadi sudah mendorongnya hingga terluka.

Di sisi lain, Faiq juga heran kenapa gadis itu berani menatapnya dalam jangka lama, bahkan berani mengangkat kepala untuk membalas tatapan tajam dari Faiq. Bayangkan jika itu wanita lain pasti Faiq akan langsung mencolok mata mereka yang berani menatapnya dengan pulpen. Mereka pasti akan mengerlingkan mata sambil bersemu merah, lalu mungkin mengucapkan kata cinta yang membuat perut Faiq mual. Tapi gadis kecil ini, dia menatap Faiq dengan datar tak ada rasa takut sekalipun dari matanya.

"Aww, pelan-pelan!"

Faiq sangat terkejut. Bukan karena teriakan Vika yang lebih keras dari sebelumnya, melainkan karena jitakan keras darinya. Dia baru saja dipukul oleh seorang gadis mungil? "Lo berani mukul gue?" sebelum Faiq berhasil menatap matanya. Vika buru-buru berlari menjauh.

"woi! Tungguin gue! Berhenti woi!" Faiq mengerjar Vika dengan sedikit kewalahan, kerena kakinya yang kemarin tertindih badan motor masih sakit. "Berhenti woi! Lo mau langsung pulang, kan? Pulang bareng gue!"

"Hah?" seketika Vika berhenti tapi itu bukan karena ajakan pulang dari Faiq melainkan karena pesan masuk bahwa orderan ojek online-nya di-cancle. "Pulang bareng gue, bolot!"

"Memang Kakak siapa saya? Saya tidak mau, gara-gara kakak juga orderan ojek saya di-cancle!"

"Bagus dong, berarti lo emang harus pulang bareng gue." Kemudian Faiq memeriksa ponselnya yang bergetar. "Buruan, taksi online gue udah di depan!" pria itu berlalu begitu saja sambil memasukan ponselnya ke dalam kantong kemeja. Sepertinya pria satu itu memang hobi menyuruh orang lain untuk mengikutinya dan meninggalkan mereka tanpa permisi.

Kali ini Vika berjalan di belakang Faiq. Bukan berarti mengalah begitu saja kepadanya, tapi memang karena mereka sama-sama ingin berjalan menuju gerbang. Tak ada acara tarik menarik seperti tadi, Vika berjanji ini kali pertama dan terakhir Faiq memegang tangannya.

••★••

★Notice :

Arm sling atau penyangga lengan adalah alat yang digunakan untuk mempercepat proses penyembuhan pada area pundak, lengan, serta pergelangan tangan.

Thanks You For Reading 🌻🌻🌻

🐞Kepik senja,

20 Des. 20

Memori Pena [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang