08 Watak Sesungguhnya

73 23 19
                                    

Catatan:

Cerita ini diikut sertakan dalam event 40dayswith5p

Dengan target tamat dalam 40 hari.

Mohon maaf jika hasilnya kurang memuaskan;-;

silahkan razia typo dan lain-lain, karena pasti akan ada banyak typo kedepannya, silahkan berkomentar.

••★••

Vika akhirnya ikut pulang bersama Faiq, itu semua dia lakukan agar tak ada lagi drama dari para fans Faiq yang berteriak histeris, berbisik bahkan memandang tak suka kepada Vika. Taksi yang membawa keduanya berhenti tepat di depan rumah Eyang Sinta, entah kebetulan semacam apa ini, Eyang Sinta dan juga Ibu Sekar sedang membeli sayur kepada tukang sayur keliling. Ketika Vika dan Faiq turun secara bersamaan dari taksi online, mata kedua wanita itu tampak gembira.

"Nah, ini Vika yang saya ceritakan tadi, Kar," Eyang Sinta memperkenalkan Vika kepada Bu Sekar. Wanita paruh baya itu tersenyum ketika Vika menyalaminya.

"Saya Vika, Tante," Vika memperkenalkan diri kepada wanita paruh baya yang terlihat mirip dengan Faiq, bisa dipastikan beliau adalah Ibunya Faiq. Bu Sekar mengusap punggung Vika dengan lembut.

"Saya sudah tahu. Tante pangling loh melihat kamu sekarang, dulu kamu tembam sekali sekarang mana pipi tembamnya?" ujar Bu Sekar, seraya mencubit pipi Vika. "Vika, kamu ingat, dulu saat kamu kemari ada anak laki-laki yang mengambil sendalmu untuk membuat gawang?" ujar Eyang Sinta. "Ah, Vika ingat. Dulu Kak Alam sama teman-temannya mengerjai Vika!"

"Hah? Apa lo bilang?" ujar Faiq yang tiba-tiba menyahut pembicaraan Vika dengan Eyangnya. Vika beserta kedua wanita paruh baya itu kompak menatap Faiq. "Jadi lo si pipi bakpau? Lo si cengeng itu?" Faiq menggelng, sedangkan Ketiga wanita tu mengernyitkan kening. "Faiq masuk dulu!"

"Kalian kok bisa pulang bareng? Terus itu lulut kamu kenapa bisa lecet?" tanya Bu Sekar. "Tadi Kak Faiq ngajak pulang bareng, Tan. Terus ini lecet kerena jatuh tadi."Vika nyengir, sangat tidak mungkin kalau dia menceritakan kronolongi yang sesungguhnya. "Loh, gimana ceritanya jatuh sampe luka kaya gitu? Ini bekasnya bakalan susah hilang loh."

"Tadi Faiq nggak sengaja dorong Vika sampe jatuh. Tadi saya mau obatin luka dia, Eyang, tapi dianya nggak mau. Saya benar-benar minta maaf, Eyang."

Pandangan semua orang langsung tertuju kepada Faiq. Ternyata Faiq sudah berganti pakaian, ia menggunakan kaos putih dan celana pendek. "Bisa-bisanya kamu dorong Vika sampe luka kayak gitu?" tanya Bu Sekar. Beliau terlihat menyesal dengan luka di lutut Vika, akibat ulah anaknya.

"Faiq hampir ketabrak motor tadi, terus Vika nolong Faiq. Ibu tau sendirikan Faiq enggak suka dipegang-pegang terutama sama wanita lain, jadi Faiq dorong aja lagian dia juga narik-narik Faiq. Tapi ternyata narik biar Faiq enggak ketabrak, sekali lagi maaf."

Vika sedikit kaget dengan pengakuan Faiq barusan. Vika sangat tidak menyangka bahwa pria arogan seperti dia memiliki keberanian untuk mengakui kesalahannya di depan semua orang. Padahal permintaan maafnya ketika di sekolah terkesan tidak tulus. Dan bagaimana bisa pria itu tidak suka disentuh apalagi oleh wanita? Sementara banyak perempuan yang mengidolakannya?

"Faiq, bawa Vika masuk obati lukanya, sekalian kasih makanan!" ujar Bu Sekar. "Eh? Nggak perlu, Tan. Vika bisa obatin lukanya sendiri kok."

"Ya sudah, tapi nanti malem makan di rumah Faiq ya?! Eyang sama Bu Jumi juga." Bu Sekar mengundang Vika sekeluarga untuk makan malam, tentu saja undangan itu dengan senang hati mereka terima.

Begitu sampai di dalam rumah, Eyang Sinta langsung merapatkan tubuhnya ke Vika. beliau segera menanyakan hal-hal yang ia tahan sedari tadi. Hal itu membuat Vika menatap dengan penuh tanya. "Gimana? Mas Faiq ganteng, Kan? Dia itu pintar loh, Ka, sudah dari SMP dia langgan juara umum di sekolah. Anaknya juga sopan, suka nyapa Eyang kalau ketemu, dia juga suka main ke sini buat sekedar nganter makanan."

Memori Pena [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang