21 - Pembunuh!

41 7 0
                                    

Baru saja Syauqiya sampai di ruang tamu, Green Hearthnya yang ia simpan di saku jaketnya berkedip-kedip. Itu pasti pertanda panggilan untuk segera pergi ke planet Prosper.

"Aduh ... aku rasanya lelah banget, sekarang malah harus pergi ke sana," keluh Syauqiya sambil menyandarkan tubuhnya ke sofa empuk yang memberikan sensasi pijatan.

Sebenarnya, kegiatan yang ia arungi setiap hari, sama seperti hari-hari sebelumnya. Yang membuatnya terasa lebih lelah saat ini adalah emosionalnya.

Entah mengapa, di saat emosional sedang tidak stabil seperti ini, lelahnya bertambah dua kali lipat, bahkan bisa berkali-kali lipat lagi.

Ia rasanya malas untuk bertemu orang-orang, tetapi jika ia memilih untuk tidak datang ke markas, ia akan ditanyai dari A sampai Z oleh pihak keamanan. Ditambah lagi, pertanyaan dari mentornya, Hadi. Akan lebih membuatnya malas jika harus menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka.

"Aku harus pergi nih, Ramlah," ucap Syauqiya kepada Ramlah yang sedang merasakan sensasi kursi pijat, di sebelah Syauqiya.

"Ada tugas agen, ya. Hati-hati, Qiya Sayang."

"Iyaa ...."

...

Di luar markas, terlihat sepi dari agen-agen. Biasanya, saat ia tiba di sini, masih ada orang-orang di luar, dan baru memasuki markas setelah alarm berbunyi. Sepertinya, Green Hearthnya menyala sejak ia naik motor terbang, dan baru menyadari setibanya di rumah. Jadi, kemungkinan ia telat beberapa menit, dan orang-orang sudah memasuki markas.

"Maaf." Robot penjaga gerbang markas lekas menghalangi pintu.

"Why?" Dahi Syauqiya mengerut.

"Anda harus ke aula terbuka. Rapatnya di sana." Bukan robot itu yang berkata, tapi seseorang di belakangnya.

Syauqiya menyipitkan matanya saat mendengar suara seorang wanita yang pernah membuat masalah dengannya. Ia lekas membalikkan badan, dan menemukan perempuan dengan wajah yang selalu tertekuk jika berjumpa dengannya. Entah mengapa, perempuan itu selalu bersikap tidak ramah kepadanya. Padahal, dari awal ia di sini, ia tidak pernah mencari gara-gara dengan Eliza. Justru, Eliza sendiri yang otomatis naik darah jika melihat dirinya.

"Ooh, thanks."

Eliza sama sekali tidak mengindahkan ucapan Syauqiya. Ia langsung memutar bola matanya malas dan berjalan menuju aula terbuka.

Sikap Eliza ini perlu aku pertanyakan juga. Seperti kata orang, tidak mungkin ada asap jika apinya tidak ada. Eliza tidak mungkin bersikap buruk padaku, jika tanpa alasan. Apalagi, Eliza hanya bersikap seketus itu padaku saja, tidak pada yang lain. Batin Syauqiya yang melangkahkan kakinya di belakang Eliza, sambil menatap tajam sosok perempuan di depannya.

"Eliza, kenapa kamu tidak pernah bersikap humble sama aku?" tanya Syauqiya lantang.

Eliza tersenyum getir.

"Eliza! Jawab!" gertak Syauqiya sambil mempercepat langkahnya menuju raga Eliza.

Eliza hanya geleng-geleng dan terus melangkah ke depan.

Syauqiya menggertakkan giginya dan menghela napas kasar melihat tingkahnya. Ia benar-benar dibuat geram sekali oleh tingkahnya yang sok jual mahal. Tangannya sampai mengepal di samping badan, menahan kesal yang meronta-ronta ingin menerjang keluar.

Eroi Musulmani [Revisi Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang