40 - Aksi Penyelamatan

37 9 6
                                    

Larut malam. Pekatnya warna biru tua di langit malam, menjadikan cakrawala terlihat gelap. Beruntung, masih ada bintang-bintang yang tengah setia menghiasi langit, sehingga langit malam itu tidak nampak monoton. Di larut malam, suasana sekitar kian ke sini, kian sunyi. Kebisingan seakan lenyap dari indera pendengaran, walaupun ada orang-orang tertentu yang masih terjaga di malam yang sunyi ini.

Halim hampir tidak bisa tidur malam ini. Ia hanya dapat memejamkan matanya setelah pulang rapat, itu pun terlelap ke alam mimpinya hanya dua puluh menit. Jam menunjukkan pukul 01.02, daripada ia terus-terusan merenung, ia pun memutuskan untuk salat malam.

Ia menjalankan salatnya dengan penuh penghayatan. Merintih, memohon, menyanjung Sang Ilahi dengan tepat, sesuai bacaan yang dibacanya.

Seusai salat, Halim pun melaksanakan tilawah Qur'an, surat Ar-Rahman.

Cklek.

Pintu terbuka.

"Saya tidak bisa tidur, Li-". Perkataan Axel mengambang di udara. Mulutnya lekas terkunci saat pemandangan di depannya begitu menyentuh relung hatinya. Kian lama ia mendengar lantunan ayat suci itu, matanya berubah berkaca-kaca dan perlahan mulai menitikkan air mata. Yang semula berdiri, perlahan duduk di atas lantai.

"Fabi ayyi aalaaaaa-i rabbikumaa tukadzdzibaan." Halim membacanya dengan penuh penekanan.

Axel tahu apa arti dari ayat tersebut, maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang akan kamu dustakan? Itu sangat-sangat menampar hatinya yang selama ini telah lalai dalam mensyukuri nikmat yang Dia berikan padanya. Selama ini, ia telah kufur, lupa diri, serta mengingkari janji hanya karena harta dan tahta.

"Astagfirullahal 'azhim," ungkap Axel setelah sekian lamanya tak mengucapkan istigfar. Dia menutup matanya di kala air matanya terus berderai tidak ada henti.

Selama mengaji, Halim tidak menyadari keberadaan Axel di dekat pintu. Namun, setelah ia selesai dari aktivitasnya itu, ia pun langsung menghampiri Axel dan menanyainya, takut Axel mendapat ancaman atau mempunyai kesulitan. "Kak, kenapa? Ada masalah apa?" Halim seketika berubah sopan kepada pria yang lebih tua empat tahun darinya itu.

"Masalahnya adalah saya."

Kedua alis Halim terangkat.

"Saya dengan angkuhnya melupakan Allah, merasa berkuasa dan lebih unggul dari siapa pun. Padahal ... kenikmatan yang saya dapat selama ini adalah nikmat yang Dia titipkan kepada hamba-Nya. Saya benar-benar merasa bersalah," tutur Axel.

Halim rasanya terharu, pria yang selama ini keras wataknya. Arogan kebiasaannya. Akhirnya, menyadari kesalahannya.

Ini semua karunia Sang Ilahi Yang Maha Pengasih. Tidak akan ada yang dapat menghalangi hidayah, ketika Dia sudah menghendaki hidayah itu sampai.

Andai kamu di sini, Qi. Kamu pasti bahagia sekali melihat Kak Dirgamu menyesali kesalahannya, batin Halim.

"Emm, Anda... mau bertaubat?"

"Pasti. Pasti saya ingin itu. Tapi, apakah Allah mau memaafkan kesalahan saya yang sangat banyak ini?" tanya Axel merasa dosanya sudah sangat menumpuk, seakan sudah melebihi langit ketujuh.

"Insyaallah, Dia akan memaafkan. Karena di dalam hadits qudsi, Dia berfirman, bahwa kasih sayang-Nya lebih besar daripada murka-Nya. Jadi, selama Anda benar-benar mau bertaubat, bukan untuk mempermainkan, Allah pasti memaafkan kesalahan Kak Axel ini. Karena Allah itu Maha Penerima Taubat."

Axel tersenyum. "Terima kasih."

Di balik tembok, Raiqa yang juga tak bisa tidur, mendengarkan percakapan kedua anak muda itu. "Qiya ... kalau kamu ada di sini, kamu akan sangat senang melihat Kak Dirgamu itu mau berubah ke arah yang lebih baik," gumamnya sambil tersenyum haru.

...

"El, mending kamu enggak usah ikut nyelamatin Syauqiya, ntar malah ngerecokin," saran Anum yang rela datang jauh-jauh ke rumah Eliza hanya untuk menyarankan hal tersebut.

Eliza tersenyum. "Why?"

"Kamu kan ilfeel sama dia, yang ada malah-"

"Please, don't worry. Aku gak bakal gitu lagi kok, Num. Kamu tenang aja, aku bisa mengontrol emosi aku untuk keamanan EM," balas Eliza penuh rasa yakin. Ia tidak akan pernah mundur setelah ia menyatakan bersedia untuk maju. "See you." Ia lekas pergi, meninggalkan Anum, karena harus segera bertemu dengan Halim dan Axel.

Setelah dari betermu, Halim, Eliza dan Axel pun lekas pergi ke gedung TZ 4—ditinjau dari pelacakan GPS hearth. Mereka masuk ke sana dari pintu belakang kantor, itu pun mengenakkan pakaian pelayan manusia yang tersedia di gedung belakang kantor. Mereka menyamar dan menyusuri ruangan tempat Syauqiya berada. Beruntung, suasana dini hari penjagaannya tidak terlalu ketat. Lalu-lalang orang pun hampir nihil, sehingga mereka mudah untuk melangkah.

Sampai di depan ruangan, mereka melihat adanya dua robot yang menjaga di depan pintu.

"Aku alihin perhatian robot itu, nanti kalian masuk," ucap Eliza.

Setelah disetujui, Eliza pun bersembunyi ke tempat lain dan mengenakkan Green Hearth, ia memakai jubah penghilang, sehingga tidak ada yang menyadari keberadaannya.

Ia melemparkan peluru ke kedua robot yang menjaga. Karena kedua robot itu tidak mengetahui keberadaan penyerang, maka mudah bagi Eliza untuk menumbangkan nyawa robot.

"Eh, tiba-tiba tumbang, Lim," ujar Axel agak kaget.

"Udah, yo masuk," ajak Halim.

Setelah Axel dan Halim masuk, barulah Eliza menyusul kepergian mereka, tanpa menggunakan hearth lagi.

"Syauqiya?" Eliza bergeming saat melihat tubuh Syauqiya terbaring lemah di atas lantai ruangan tersebut—tidak berada di dalam kurungan.

"Pasti, mereka menyiksa Syauqiya!" geram Axel.

"Luka tembakan," jelas Eliza saat melihat punggung Syauqiya memiliki luka. Lekas dia membersihkan luka itu dan menutupnya dengan perban agar tidak terjadi infeksi.

"Aman nih, Xel?" tanya Halim yang sejak tadi berdiri memunggungi keberadaan Eliza dan Syauqiya.

Axel yang baru saja berjaga di sekitar pintu pun menjawab agak ragu, "Gue harap sih gitu".

"Ayo, kita harus segera pergi dari sini," ajak Eliza yang tengah berusaha mengangkat tubuh Syauqiya.

"Oo ... tidak semudah itu!"

Halim, Axel dan Eliza sontak saja terbelalak.

Tiba-tiba.

Dush!

Lampu mati.

Dan asap pun mengepul.

***

Eroi Musulmani [Revisi Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang