1

2.8K 133 1
                                    

.
.
.

Ruangan yang temaram karena sumber cahaya hanya dari lampu jalan di luar sana, merembas masuk dari jendela kaca yang sangat berdebu itu.

Ten terkutuk oleh sumpahnya sendiri yang tidak mengindahkan perkataan orang tuanya. Duduk memeluk kedua lututnya, dengan tubuh yang tidak tertutupi kain.
Meratapi nasibnya bahwa dia ada di kenyataan bahwa dia baru saja dinodai oleh pria bertopeng, bermata tajam.

Sekarang dia hanya seorang diri di dalam ruangan temaram itu. Karena saat dia sadar dari pingsannya, dia mendapati dirinya yang tergeletak di lantai yang lembab dan baru saat dia bangkin ingin duduk dia merasakan sakit yang teramat di bagian bawahnya.

Merangkak memunguti pakaiannya dan segera dikenakan kembali. Ten tertatih membuka pintu, jujur dia tidak mengetahui keberadaannya dimana saat ini dan juga tidak mengetahui jasad kedua orang tuanya.

Ya pria bertopeng itu tidak hanya menculiknya tetapi kedua orang tuanya juga di ikut seratakan dan di bunuh di depan matanya sendiri, sedangkan dirinya diperkosa saat dia pingsan tadi. Entah dia mau bersyukur karna dia tak di bunuh juga, tapi dia juga sangat menyesali apa yang baru saja menimpah keluarganya.

Jalanan yang sepi dan mencekam membuatnya semakin putus asa. berdiri di atas jembatan, dengan sungai yang dangkal juga bebatuan yang besar dengan air yang deras bisa dia liat dari atas sini.

Air matanya tumpah, tak bisa di tahan lebih lama lagi.

"Appa, Eomma mianhae"

Dibawahnya satu kakinya menaiki pagar penbatas. Sekarang dia sudah tiba di mana titik terburuk dalam sejarah hidupnya. Untuk apa dia hidup dalam bayangan memilukan yang terus menghantui pikirannya.

"Kita akan bersama kembali. Appa, Eomma tunggu aku" ucapnya sambil menutup kedua matanya, dan...

"Jangan bodoh"

Ten masih menutup kedua matanya ketika hendak terjun kebawah sana. Sebelum suara tegas seseorang mengalihkan perhatiannya dari aksi ingin mengakhiri hidupnya itu.

"Bunuh diri bukan jalan keluar masalahmu" ucap seorang pria lain berwajah seperti kelinci itu dengan datar.

"Kau tidak tahu betapa hinanya aku, satu-satunya kehormatanku direngut begitu saja oleh pria brengsek itu" ucap Ten, bulir air matanya mulai kembali mengalir dikedua pipi tembemnya.

"Kau bukan satu-satunya" ucap pemuda itu masih dengan raut datarnya.
"Ikutlah denganku, kau akan tahu bahwa kau bukan satu-satunya dan bahkan ada yang lebih hina darumu" ucapnya kembali dan mulai melangkahkan kakinya entah kemana.

Ten merasa orang di hadapannya ini baik dan tidak akan berbuat hal buruk padanya. Ten pun langsung mengikuti pemuda itu sebelum membuang gulungan kertas yang dia temukan di lantai ruangan kotor tadi ke sungai.

'Seumur hidup kau akan selalu mengingatku, dan jika kita bertemu nanti, balaslah dendammu, karna pada akhirnya aku yakin kau akan membunuhku. Tapi maukah kau percaya satu hal Ten? kaulah satu-sat
unya yang ku inginkan untuk berbagi. Datanglah, temui aku bagaimanapun caranya. Aku menunggumu' - Tiway.

"Dan satu hal yang harus kau tau Tiway, aku benar akan datang padamu dan membunuhmu dengan tanganku sendiri"

.
.
.
.

6 Tahun Kemudian

"Ten bangunlah, bukankah sekarang adalah hari pertamamu bekerja?" Doyoung berdiri tepat disamping tempat tidur Ten.

Ya, Doyoung adalah pemuda yang beberapa tahun lalu menjadi tempat Ten bersandar dan yang telah menyelamatkannya dari tindalan bodohnya itu.

Seperti yang Doyoung katakan, bahwa ada yang lebih hina darinya. Yaitu Doyoung sendiri, yang menjadi korban pemerkosaan ketika ia masih berumur 6 tahun dan sejak berumur 12 tahun ia telah menjadi jalang di salah satu club yang terkenal di pusat kota.
Melayani baik itu wanita hingga pria sekalipun.

Complicated Love [Taeten]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang