Tujuh senja telah berlalu namun kepedihan yang dirasa olehnya tak kunjung padam. Langit kembali pecah seperti kemarin, membiaskan rintik-rintik hujan yang terbentur dengan kaki bumi.
Suara sepatu yang beradu menarik perhatian penghuni kantor kepolisian setempat. Beberapa mata menyorot wanita dengan langkah gusar yang menuju tempat yang sama. Tak peduli rambutnya sudah setengah lengas, tujuannya tetap satu—meluapkan perasaan emosional yang tak kuasa dibendung.
Setelah duduk, dia menatap pria berseragam di depannya dengan sorot mata tenang namun menusuk. "My son is missing."
Sang lawan bicara masih terdiam yang membuatnya kembali berucap. "Anak saya belum pulang dari seminggu yang lalu!"
"Ibu sudah datang ke sini untuk ketiga kali—"
"Saya sudah datang ke sini tiga kali tapi kenapa anak saya tak kunjung kembali ke rumah?!" Napasnya menderu dengan emosi yang meluruh menjadi peluh di dahi.
Tersirat akan rasa simpati, sang lawan bicara menatap iris mata wanita paruh baya dan berucap dengan tenang. "Ibu Zoey, saya tahu ini berat,"
"Tetapi, anak Ibu—Harsa sudah tiada. Jasad Harsa sudah ditemukan hangus terbakar seminggu yang lalu." Napasnya tercekat. Bak suara radio yang menggemakan gelombang yang saling berkejaran di telinganya, ia mendengar suara sirine pemadam kebakaran dan desah desuh suara tangisan.
Ingatan karam itu menyadarkannya menjadi tetes air mata yang meluruh di pipi. "Harsa ...," lirih Zoey.
"Saya hubungi Pak Johnny ya, Bu, untuk menjemput Ibu di sini." Ini sudah ketiga kalinya Zoey datang ke kantor polisi untuk mencari Harsa. Zoey memang tampak seperti hilang akal namun kenyataan pahit itu masih sulit dikecap olehnya.
Zoey menggelengkan kepala tatkala beranjak berdiri. Langkahnya menjauhi ruangan menuju pintu keluar. Dingin menyambutnya karena rupanya hujan semakin deras.
Tak peduli rintik hujan menyerbu tubuhnya tanpa ampun, langkahnya tetap bergerak tanpa arah, hingga sebuah payung melindungi tubuhnya. "There you are. I've been looking for you."
Suara bariton yang tak asing membuat Zoey terdiam sejenak, lalu bibirnya terbuka. "Johnny, aku mau ketemu Harsa."
Suara lirih Zoey berhasil menyobek hatinya. Tangannya perlahan merengkuh Zoey dalam dekapannya. Dalam rengkuhan itu, Zoey kembali menangis. "It's hard, Jo."
"I know, and I'm here for you. We will get through it." Kepedihan menyudutkan mereka hingga isakan yang semakin terdengar bersama suara hujan yang memekakan langit suram.
۰˚☽ The Weight of Our Days ۰˚☽
Gimana? Sudah cukup penasaran?😉
Hope you all enjoy the prolog!
Tinggalkan jejak untuk next part ya!-24 Desember 2020-
Selamat malam natal!🎄
KAMU SEDANG MEMBACA
The Weight of Our Days
Ficção Geral❞Karena patah hati terbesar orang tua adalah kehilangan anaknya.❞ Di antara malam, kehilangan, dan di sudut jatuhnya sembilu, isakannya menggema menjadi nestapa yang mencumbui sukma hingga terasa sesak. Gema-gema nestapa yang tak pernah terbungkam...