‧͙⁺˚*・༓☾ Chapter 02 ☽༓・*˚⁺‧͙
The Lost Antidote.[ please play the mulmed ]
Burung menggigil di bawah atap rumah pada pagi dengan mendung menyelimuti bumi, tetapi gerimis tak kunjung usai. Johnny yang baru selesai mandi dikejutkan dengan Zoey yang tengah sibuk membuka laci dapur. "Kamu cari apa?" tanya Johnny hati-hati.
Tanpa menoleh sedikit pun, Zoey menyahut. "Garam. Aku mau masak telur dadar."
"Biar aku yang masak aja. Kamu istirahat bentar di kamar." Zoey mengabaikannya yang membuat Johnny kembali menyahut. "Aku tahu kamu belum tidur, Zoe."
"Jangan sok tahu."
"Aku dengar kamu nangis semalaman di kamar Harsa."
Zoey berdecak. "Lebih baik kamu bantu cari garamnya di mana."
Johnny menghela lalu memilih menurut. "Emang biasanya kamu taruh di mana?"
Tangan Zoey yang sibuk membuka laci kini terhenti. "Aku nggak pernah sentuh dapur semejak Harsa yang biasa masak."
Johnny terdiam namun dia masih melanjuti mencari hingga pada lemari atas—dia menemukan kotak plastik bertuliskan garam. "Ini ... tapi udah habis. Kotaknya kosong."
Zoey seketika menengadah dan mendapati kotak bertuliskan garam yang kosong. "Aku bahkan nggak pernah tahu kalau garamnya udah habis."
Zoey tersenyum miris, sembilu kembali. "See? Aku memang bukan Ibu yang baik."
Manik mata yang bertolak belakang kembali bertemu dalam sebuah tatap. "Kamu istirahat sebentar. Biar aku yang beli bahan makanan di supermarket."
Zoey menggelengkan kepalanya seraya berjalan membelakangi. "Nggak usah. I lost my appetite."
۰˚☽ The Weight of Our Days ۰˚☽
Jam sudah menunjukan angka sepuluh lewat dan telur dadar beserta nasi goreng yang Johnny masak siap untuk disajikan. Dengan memegang piring, Johnny memasuki kamar Zoey. Dia mendaratkan bokongnya di samping Zoey yang duduk di lantai dengan sorot mata sepenuhnya pada jendela kamar yang berembun. "Ayo makan."
Karena Zoey tetap bergeming, Johnny menyodorkan sesendok nasi goreng dengan telur dadar. "Ayo makan, Zoe."
Sempat menolak namun akhirnya mulut Zoey terbuka untuk melahap. Baru saja Johnny hendak menyendok suapan kedua, Zoey berceletuk. "Telur dadarnya hambar. Beda sama yang Harsa buat."
"Maaf ya? Nanti aku bakalan bikin yang lebih enak lagi." Zoey tersenyum miris dengan manik mata masih memandang luar.
"Walau aku sering pulang malam, Harsa masih suka masak telur dadar untuk makan malam aku." Zoey bercerita. "Kita jarang makan bareng di meja makan yang sama, karena pas aku pulang, Harsa udah tidur. Sedangkan pas dia berangkat sekolah, aku masih tidur."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Weight of Our Days
General Fiction❞Karena patah hati terbesar orang tua adalah kehilangan anaknya.❞ Di antara malam, kehilangan, dan di sudut jatuhnya sembilu, isakannya menggema menjadi nestapa yang mencumbui sukma hingga terasa sesak. Gema-gema nestapa yang tak pernah terbungkam...