Chapter 01; The Sun, The Angel, and The Grief

1.7K 300 135
                                    


‧͙⁺˚*・༓☾ Chapter 01  ☽༓・*˚⁺‧͙
The Sun, The Angel, and The Grief.

[ please play the mulmed ]

Hanya ada satu matahari dalam hidup Zoey, namun semesta merampasnya hingga cahaya memudar tergantikan oleh gulita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hanya ada satu matahari dalam hidup Zoey, namun semesta merampasnya hingga cahaya memudar tergantikan oleh gulita. Pandangan Zoey bergeming dari senyuman mataharinya yang terarsip pada bingkai kaca—tepat di depan peti berwarna putih ditemani beberapa bunga yang dikara. Senyuman yang sangat dia rindukan, mengerubung sukmanya hingga terasa sesak.

"Hey." Tepukan pada bahunya membuatnya tersentak dan dia mendapati pria dengan sedikit rambut tipis di lekuk rahangnya. "Maaf aku telat. Pesawatku sempat didelay tadi."

Zoey tersenyum tipis sebelum beranjak untuk menyambut kehadiran mantan suaminya—Johnny dengan pelukan. Mantan suaminya memang sudah pindah ke Surabaya sejak perceraian sepuluh tahun yang lalu dan sudah hampir sepuluh tahun mereka tidak pernah bertemu. "He's gone, Jo. Harsa pergi."

"I know, I'm sorry." Johnny mendekapnya dengan erat, berbagi kepedihan bersama Zoey.

"It was my fault. I couldn't take care of our son. Aku bukan Ibu yang baik, Jo." Di balik isakan tersebut, Zoey berbisik yang membuat Johnny berusaha menenangkannya. "I can't live without him."

"I'm here for you. I'm here for our son." Johnny melepaskan pelukannya dan menyeka air mata Zoey. "We will get through this and I'm not going to leave you, until things get better. Okay?"

۰˚☽ The Weight of Our Days ۰˚☽

Zoey terbangun karena suara pintu berdecit dan matanya menyorot langit-langit kamarnya yang hanya diterangi lampu tidur dengan cahaya yang menua. "Sorry, I didn't mean to wake you up."

Suara Johnny menyambutnya disusul kepalanya yang terasa pening. Yang dia hanya ingat ialah setelah proses pemakaman berakhir, kakinya terasa lemas dan dadanya terasa sesak. "Kamu kenapa masih ada di sini?" tanya Zoey.

"I told you that I'm not going to leave until things get better, and here I am," ungkap Johnny dengan raut wajah serius dan khawatir.

Zoey berdecih. "I'm okay. The one you should worried is your wife."

"Kita udah cerai dua tahun yang lalu," tukas Johnny yang membuat Zoey tertegun. Melihat reaksi wanita itu tak sesuai ekspetasinya, Johnny kembali menyahut. "Harsa nggak cerita ke kamu emangnya?"

Zoey tersenyum miris, sembilu kembali. "We rarely talk." Ada jeda sejenak lalu Zoey melanjuti. "Dia tertutup sama aku."

"It's okay, Zoe."

Zoey tertawa getir. "It's not okay, Johnny. I'm a bad mother."

"No, you're not." Johnny menyanggahnya yang membuat Zoey beranjak dari kasurnya.

"I don't even know his friends. I don't even know his favorite food. I don't even know his favorite songs ...." Johnny terlarut dalam mata gelap Zoey yang memantulkan api kekecewaan dan penyesalan. "I know ... nothing about him."

"Aku terlalu sibuk sama dunia aku sendiri. Sampai Harsa nggak bisa merasakan sosok Ibu yang sepenuhnya," ungkap Zoey dengan penyesalan yang terlambat datang dan menjelma menjadi angan-angan yang renta.

"Being a single mother is not easy, Zoey. I know that, so stop blaming yourself." Saat Johnny menyahut, kedua iris mata mereka bertemu. "You were trying to be father and mother at the same time for him, weren't you?"

Zoey terdiam sedangkan Johnny melanjutinya. "Waktu itu ... aku sama Harsa teleponan. We had a long night conversation." Johnny meraih kedua bahu wanita dengan bibir pucat itu. "Wanna hear some?"

Terhanyut dalam sorot mata Johnny yang teduh, Zoey membiarkan pria itu menuntunnya duduk di tepi kasur. "Harsa punya banyak teman di sekolah. Terbukti dari banyaknya orang-orang yang datang ke pemakaman tadi kan? Rendy, Jassen, dan Zeno teman terdekatnya di sekolah."

"Di sekolah, dia paling suka pelajaran olahraga karena dia suka lari-larian di lapangan. Dia punya suara yang bagus, tapi dia jarang mau nyanyi karena dia nggak mau bikin kamu keinget sama aku, karena aku yang identik dengan musik." Johnny tersenyum samar.

"His favorite song was ... Mad Sounds by Arctic Monkeys." Zoey tertegun mendengarnya. "Katanya, dia jadi bucin sama lagu itu karena hampir tiap malam kamu setel lagu itu."

"Dia lebih sering cerita tentang kamu. Dan yang paling aku ingat, dia cerita waktu dia SD, kamu suka kesusahan ganti galon, kamu capek sering benerin antena cuma karena Harsa mau nonton kartun kesukaannya, kamu beberapa kali sakit karena kecapean ngurus Harsa yang masih kecil walau udah dibantu sama Mama kamu."

"Sampai akhirnya ... Harsa tumbuh jadi remaja. Dia belajar ngurus dirinya sendiri dan bantu kamu. Dia yang suka ganti galon, masak walau cuma bisa masak telur dadar, benerin genteng yang bocor, dan bahkan ... nyuci baju kerja dan mobil kamu. Dia bilang, dia harus jadi sosok laki-laki yang bertanggungjawab buat mamanya tercinta." Johnny terkekeh pelan. "Aku bahkan sampai ngerasa kalau Harsa lebih sayang sama mamanya daripada papanya."

"Dia nggak marah karena kamu sibuk kerja. Justru dia marah sama diri sendiri yang belum bisa ringanin posisi kamu. Dia mau dia yang kerja aja dan biarin kamu santai-santai di rumah."

Di antara air mata yang sudah kembali terjatuh, ada helaan napas sesaat. "You know what made my heart hurt and warm at the same time?"

"Aku tahu aku salah karena ninggalin dia tanpa sosok Ayah. I didn't even call him on his birthday. Tapi setahun yang lalu ... dia telepon aku. The first thing that he said to me was ... Harsa udah maafin Papa yang bikin Mama nangis tiap malam waktu Harsa masih kecil." Sorot mata Johnny memantulkan kaca. "He was an angel. You did a great job, Zoey."

Di antara malam dan di sudut jatuhnya sembilu, suara isakan mulai menggema menjadi nestapa yang mencumbui sukma hingga terasa sesak. Deretan sembilu mengeksekusi malam mereka bersama matahari yang telah lenyap. Deretan air mata membakar malam gulita yang telah mati bagi jiwa mereka yang sudah putus asa.

۰˚☽ The Weight of Our Days ۰˚☽

Maaf kalau isi chapternya sedikit tapi aku harap kalian menikmati chapter pertama ini dan semoga terasa feelnya ya.

Pesan dariku; sabar dan nikmati dulu sebelum mendapatkan chapter jackpot dari cerita ini😉

Anyway aku akan usahakan update seminggu sekali tapi belum bisa aku jadwalkan harinya seperti update-an cerita WUTBAF yang lalu. Pantengin terus instagram @kononkatanyaa ya!🦋

Thank you for reading!🦋

Have a nice holiday!

Have a nice holiday!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-28 Desember 2020-

The Weight of Our DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang