Chapter 13

112 11 0
                                    

Siang itu Yeri terus menatap kakaknya yang masih belum juga sadarkan diri. Saat ini perasaannya sangat kacau. Seluruh tubuhnya rasanya melemah dan akan terjatuh kapan pun.

'Jaehyun hilang ingatan? Itu sebabnya dia tidak mengingatku sama sekali. Aku bisa mengerti tapi kenapa hatiku sakit sekali, seperti masih ada yang tertekan. Bukankah seharusnya aku merasa lega karena sudah mengetahui semuanya?'

Yeri mengambil bola kristal pemberian Jeje, bola yang sedikit retak tapi masih terlihat baik di mata Yeri. Dia menatap dan memutar-mutar bola tersebut. Sesekali dia menatap kakaknya berharap akan membuka matanya. Namun ternyata tetap saja.

"Kak, apa yang harus aku lakukan? Buka mata kakak dan beritahu aku apa yang harus aku lakukan. Karena hanya kakak yang bisa mengerti. Aku merasa sepertinya di dunia ini hanya ada sedikit sekali orang yang peduli padaku. Ini semua sulit bagiku. Sahabat, masa lalu, perasaan, kecelakaan kenapa otakku rasanya penuh sekali dengan itu semua? Aku tidak tahan lagi kak bantu aku..."

Yeri memegang tangan kakaknya yang masih terdiam tak bergerak. Karena kelelahan, Yeri pun menundukkan kepalanya di atas kepala telapak tangan kakaknya. Air matanya menetes, sungguh ini adalah saat yang sangat sulit untuknya. Tidak ada Paul Kim disana, seseorang yang bisa menenangkan hatinya. Dia bagaikan selimut saat malam hari dan bagaikan angin di siang hari. Sejuk dan hangat. Andaikan dia ada disana saat itu, mungkin dia bisa menyejukan perasaannya.

Tiba-tiba Yeri terbangun karena merasakan denyut nadi di pergelangan tangan kakaknya tidak terasa lagi. Yeri mencoba memegang lagi dan ternyata ia tetap tidak merasakan apapun. Yeri panik apa yang terjadi dengan kakaknya? Akhirnya dia menekan tombol untuk memanggil dokter.

Tidak lama kemudian dokter dan susternya datang ke ruangannya. Yeri diminta untuk menunggu di luar dan membiarkan dokter untuk memeriksa kondisi kakaknya.

Yeri memang sangat lelah tapi ia sangat khawatir. Dia terus mondar-mandir didepan pintu dan sesaat melirik ke kaca pintu untuk melihat kakaknya. Dia terus menggigit ibu jarinya, menggaruk-garuk kepalanya, dan akhirnya ia pun duduk. Dia mencoba untuk menghubungi Paul Kim untuk datang menemuinya tapi pasti sekarang ia sedang sibuk.

"Aduh.. apa yang harus aku lakukan? Aku harus bagaimana sekarang?" ponsel terus ia pegang di tangan kirinya. Dengan perasaan yang bimbang akhirnya ia memberanikan diri untuk menghubungi Paul Kim.

"Halo, Kak Kim?..... bisakah kau datang menemuiku?..... aku ada di rumah sakit.... Baiklah aku tunggu... iya." Yeri pun menutup ponselnya.

Tak lama kemudian dokter keluar dari ruangan. Yeri pun langsung berdiri dan menghampiri dokter tersebut. "Bagaimana dok keadaan kakak saya?"

"Maafkan kami..." dokter pun menoleh ke arah kaca pintu. Yeri melihat kaca pintu itu. Di dalam terlihat kakaknya yang pucat dan ditutupi dengan kain putih polos.

"Apa maksudmu?" Yeri pun langsung masuk ke dalam untuk melihat kakaknya. Perlahan ia membuka kain putih itu. Ia terus memegang pergelangan tangan kakaknya untuk merasakan denyut nadi kakaknya. Namun dia tidak merasakan apapun, hanya tangan lembut yang terasa dingin dan lemah.

"Kakak, kenapa kau diam saja? Selama satu minggu kau diam seperti ini dan sekarang juga sama. Aku,"

"Yeri?" sahut Paul Kim yang tiba-tiba masuk ke ruangan kakaknya Yeri. "Apa yang terjadi?"

"Aku tidak tahu kenapa seperti ini Kak, kak Seulgi," Yeri menangis dan Paul Kim memeluknya.

Paul Kim terus menatap kak Seulgi yang terbaring tak membuka matanya. Apa ini artinya....

"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku memang tidak berguna." Ucap Yeri yang terus menyalahkan dirinya sendiri. Paul Kim hanya terdiam membiarkan Yeri menangis dipelukannya.

Honey! I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang