Twenty-nine

444 113 65
                                    

"Kalo ternyata lo bakal sesedih ini, harusnya tadi gue abisin aja ya si Jeka?"

Yuna mendongak, menatap seorang lelaki yang berdiri tepat dihadapannya. Matanya membulat terkejut karena mendapati lelaki itu berada disini, disaat dirinya kacau seperti ini.

"Kenapa ada disini?" Tanya Yuna yang terdengar payah.

Lelaki itu tak menjawab, ia malah sibuk menatap Yuna dengan tatapan yang sulit diartikan. Tetapi siapapun tahu bahwa ada kilatan marah sekaligus sedih dalam tatapannya.

Yuna mengusap sisa-sisa air mata di pipinya kemudian balas menatap lelaki itu, "Jawab Chris, gue nanya kenapa lo ada disini?" Tanyanya sekali lagi.

Lelaki bernama Chris itu menggeleng kemudian melepaskan jaket denim miliknya, hingga menyisakan satu kaos tipis yang dikenakannya sekarang. Setelah itu, Chris memakaikan jaket denimnya pada tubuh Yuna.

Yuna bingung, namun tetap menerima perlakuan Chris, karena Yuna sadar bahwa angin malam berhembus sangat kencang dan membuat dirinya merasa kedinginan.

"Pinter banget lo keluar malem-malem pake baju kurang bahan," Sindir Chris.

"Lo tuh hobi banget ngalihin topik ya," Yuna mengerucutkan bibirnya, "Kenapa bisa ada disini sih? Malem-malem pula!" Lanjutnya mengomel.

"Nyusulin lo." Jawab Chris singkat.

"Ngapain? Nggak ada kerjaan banget lo!"

"Buat mastiin keadaan lo, setelah sahabat tolol lo itu milih buat nemenin ceweknya yang sakit."

Yuna melotot, "Tau darimana lo dia nemenin ceweknya yang sakit?" Tanya Yuna, enggan menyebut nama Jeka karena hatinya sakit setiap ia harus menyebut ataupun mendengar nama mantan sahabatnya itu.

Iya, mantan. Karena mulai hari ini Yuna sudah memutus persahabatannya dengan lelaki bernama Kelvano Jeka itu.

"Lo nggak perlu tau, yang penting gue sekarang ada disini buat nemenin lo."

"Gue nggak butuh ditemenin ya, gue baik-baik aja."

"BISA GAK SIH SEKALI AJA LO BERENTI PURA-PURA DEPAN GUE?!" Nada suara Chris meninggi, ia benar-benar marah karena Yuna selalu berlagak bahwa dirinya kuat padahal nyatanya gadis itu rapuh.

"Terus ngapain lo nangis sendirian disini kalo lo baik-baik aja?!"

"Gue nggak setolol itu buat percaya sama kata-kata lo!"

Yuna diam karena ucapan Chris memang benar adanya. Jika dirinya baik-baik saja, lalu mengapa ia merasa sakit hati dan kecewa hingga menangis sendirian disini?

Orang tolol pun seharusnya paham kalau Yuna sama sekali tidak baik-baik saja.

Yuna menunduk, "Gue cuma kecewa Chris," matanya kembali berkaca-kaca, "Dia ninggalin gue dan yang lainnya gitu aja, saat dia sadar kalo kita semua butuh dia."

"Gue nggak akan kecewa sampe segininya kalo aja dia nggak bilang dengan entengnya kalo dia resign dari Urname. Sumpah, gue bakal bisa maafin dia kalo aja kata resign nggak pernah keluar dari mulut dia,"

"Tapi apa nyatanya? Dia mutusin resign dari Urname karena gue mohon sama dia buat prioritasin Urname daripada ceweknya. Gue kecewa Chris, hati gue sakit. Kenapa semudah itu dia bilang resign setelah apa yang udah kita lewatin bareng-bareng?"

Air mata Yuna jatuh lagi, beriringan dengan setiap kata-katanya yang mengekspresikan betapa kecewanya ia karena Jeka.

Dan Chris, ia merasa dadanya sesak melihat gadis itu menangis.

Location Unknown✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang