Disinilah Kara berada didalam ruangan kantor milik suaminya.
Pulang sekolah tadi sesuai pesan dari suaminya bahwa dirinya akan dijemput untuk kekantor suaminya.
Diloby ketika Kara akan memasuki kantor, suaminya menyambut kedatangan dirinya.
Banyak pasang mata menatap Kara dan Gilang lebih tepatnya ke arah Kara dengan berbagai tatapan semacam memuja, iri, sinis atau bahkan dendam telah memiliki bos tampan idola mereka.
Tetapi Kara tidak memperdulikan tatapan mereka. Ia hanya cuek dan berjalan mengikuti suaminya dengan tangan Gilang merangkul pinggangnya erat.
Kara menatap suaminya yang sibuk berkutat dengan berkas-berkas yang menurut Kara menyebalkan.
Bagaimana tidak? Sedari tadi suaminya mengacuhkan dirinya selepas memasuki ruangan suaminya.
Buat apa dirinya di suruh kekantor jika suaminya asik dengan dunianya sendiri?!
Untuk menghilangkan rasa bosanya sedari tadi Kara berbaring disofa dan bermain ponselnya. Media sosial menu media sosial menu itu-itu aja terus. Hingga daya baterainya habis.
Kara merengut kesal dan menghampiri suaminya.
"Mas?" panggil Kara.
Gilang mengalihkan pandangan matanya dari berkas. "Hm, apa sayang?"
Kara cemberut. "Bosan. Aku mau pulang aja mas. Disini mas sibuk sama kerjaan aku dicuekin."
Gilang menarik tangan Kara hingga Kara jatuh terduduk di atas pangkuan Gilang.
"Sebentar lagi ya sayang kerjaan mas dikit lagi selesai."
"Sebentar lagi nanti juga pasti lama," cebik Kara.
"Ga bakal sayang mas janji ga lama."
"Ya udah deh aku tunggu disofa aja mau tiduran."
Gilang menahan pinggang Kara ketika akan beranjak. "Di sini aja."
"Takutnya nanti ganggu mas kerja."
"Ga sayang."
"Hm ya sudahlah."
Kara menyandarkan kepalanya pada dada bidang suaminya.
Memainkan kancing kemeja atas suaminya untuk menghilangkan bosan.
Gilang mengecupi puncak kepala Kara sambil meneliti berkas yang tinggal sedikit untuk diselesaikanya.
Sepuluh menit kemudian Gilang menutup laptopnya dan membereskan meja kerjanya.
"Sudah mas?" tanya Kara ketika Gilang membereskan mejanya.
Gilang mengangguk. "Ayo pulang," ajak Gilang.
Gilang dan Kara keluar ruangan.
"Ren, berkas yang udah gue tanda tangani ada dimeja lo tinggal ambil aja," ucap Gilang pada Reno sekertarisnya sekaligus sahabat.
Reno akan menjawab Gilang sudah berjalan dengan merangkul pinggang istrinya.
Reno mendengus kesal. "Mentang-mentang jadi bos seenak jidatnya aja."
**
Gilang memarkirkan mobilnya didepan tempat makan pecel lele.
Kara meminta sebelum pulang kerumah dirinya ingin makan pecel lele terlebih dahulu di warung langgananya.
Gilang sempat menolak untuk makan ditempat makan pinggir jalan. Takutnya banyak kuman dan tempatnya kotor.
Tapi Kara ngotot ingin makan disini dan menyakinkan dirinya bahwa tempatnya bersih. Jadilah Gilang mengalah.
Kara masuk mencari tempat duduk menyuruh suaminya untuk menunggu sedangkan dirinya menghampiri sang penjual.
"Eh neng Kara, tumben baru kelihatan neng biasanya sering mampir makan ke warung ibu," ucap penjual itu.
"Iya bu Widi. Kara akhir-akhir sibuk jadi jarang mampir deh," jawab Kara pada ibu Widi penjual pecel lele.
"Kara pesen dua porsi pecel lele satu pedes kaya biasanya yang satu ga pedes yang bu sama minumnya es teh manis."
"Ngomong-ngomong neng kesini sama siapa? Saya lihat tadi sama cowo ganteng neng? Pacar neng ya?" tanya bu Widi.
Kara tersenyum kikuk. "Ehm, iya bu hehehe."
"Ya udah Kara kembali kesana ya bu," pamit Kara. Ibu Widi balas mengangguk.
"Lama banget kamu pesenya sayang."
"Tadi ngobrol sama ibu Widi sebentar soalnya udah lama aku ga kesini jadi ngobrol sebentarlah."
Tak lama pesenan Kara datang.
"Makasih bu."
"Silahkan makan neng dan masnya. Saya pamit melayani pembeli lagi," ucap bu Widi ramah dan meninggalkan meja Kara.
Kara mencuci tanganya di mangkok cucian berisi air dan perasan jeruk nipis.
"Ayo mas makan." Kara memulai akan mencomot lele dengan tanganya tapi ditahan oleh Gilang.
"Jangan pakai tangan makannya. Tangan kamu kotor sayang."
"Aku udah cuci tangan kok mas. Lagian makan pecel lele gini enakan pakai tangan."
"Jangan bilang mas ga pernah makan pecel lele apalagi sampai makan pakai tangan?"
Gilang menggeleng dirinya tak pernah makan di warung pinggir jalan apalagi pakai tangan dia terbiasa makan di restoran tentunya dengan harga makanan yang mahal dan kebersihan yang terjamin. "Makan pakai sendok aja. Takutnya tangan kamu banyak kuman nanti malahan bikin perut kamu sakit."
"Ga bakal deh mas yakin sama aku. Coba mas makan pakai tangan pasti lebih enak," bujuk Kara.
Gilang tetap menggeleng. Kara terpaksa menarik tangan Gilang dan mencucinya di mangkuk air perasan jeruk nipis.
"Udah. Ayo makan mas."
Kara sudah memulai makan pecel lelenya tapi Gilang masih terdiam. Kara mengulurkan tanganya berniat menyuapi Gilang tapi Gilang tak membuka mulutnya.
"Coba deh mas," bujuk Kara.
Gilang dengan ragu membuka mulutnya dan menerima suapan dari Kara dan mengunyah makanan dalam mulutnya dengan pelan.
Benar kata Kara rasanya enak!
Gilang mencoba makan menggunakan tanganya. Yang tadi ia ragu untuk memakan pecel lele dihadapanya ini. Malahan sekarang ia terlihat lahap memakanya.
Kara terkekeh kecil melihatnya. "Enak mas?"
"Iya," jawab Gilang sambil menganggukan kepalanya. "Lain kali kita makan disini lagi ya."
"Gampang itu mas," balas Kara.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Wife
RomanceKara Dania Ransquif harus rela menikah di usia muda demi menyelamatkan perusahaan keluarganya. Sebenarnya Kara bisa saja menolak. Namun, Kara juga harus bisa berguna untuk membantu keluarganya. Gilang Darren Kennedy dipaksa menerima menikah dengan s...