22. Pingsan

9.4K 450 9
                                    

Sejak bangun dari tidurnya senyum Kara tidak pernah lepas hingga sekarang. Bahkan sedari semalam hingga pagi ini Kara tidak bisa menyembunyikan senyumannya.

Entahlah Kara sangat-sangat bahagia atas kejadian semalam. Dimana dirinya dan juga suaminya saling mengungkapkan perasaan mereka.

Kara menyusuri koridor sekolah dengan senyum menghiasi wajahnya. Sani yang berada di sebelah Kara terheran melihat sikapnya yang tak biasanya.

Apa yang membuat sahabatnya bisa sebahagia ini? Itulah isi pikiran Sani.

"Ga panas kok," ucap Sani ketika menempelkan punggung tanganya ke kening Kara.

"Apaan sih San?" Kara menepis pelan tangan Sani yang masih bertengger di keningnya.

"Gue heran aja gitu. Lo senyum-senyum sedari tadi. Gue ngerasa takutnya lo kerasukan setan sekolah," ucap Sani sambil bergedik ngeri membayangkanya.

Kara mengibaskan tanganya ke udara. "Hustt, omongan lo ya San. Jahat amat do'ain gue yang engga-engga."

Sani mengedikan bahunya. "Abisnya lo aneh banget. Senyum-seyum ga jelas gitu."

"Hehehe, ga papa gue lagi bahagia banget," kata Kara disertai dengan cengiranya.

Sani menggelengkan kepalanya. "Ada-ada aja deh lo. Padahal kita habis ujian. Itupun soalnya susah banget. Eh, malah liat lo yang sedari keluar kelas senyum gitu. Kan kesanya aneh."

Ya. Mereka baru saja menyelesaikan ujian terakhir penentuan kelulusan sekolah.

"Gue seneng aja gitu. Kita udah terbebas dari masa-masa sekolah. Dan akan memasuki jenjang perkuliahan," kata Kara sedikit berbohong. Tak mungkin kan ia membeberkan kebenaran alasan dari rasa bahagianya?

"Iya juga ya. Huh, ga sabar gue ingin ngerasain masuk dunia perkuliahan," kata Sani tersenyum membayangkan dirinya yang akan segera masuk dunia perkuliahan.

"Sama gue juga," kata Kara tak kalah senang dari Sani.

"Kita mampir dulu ke cafe langganan kita ya, Ra? Itung-itung untuk merayakan kebebasan kita setelah melakukan ujian kelulusan," lanjut Sani meminta persetujuan dari Kara.

"Boleh jugalah San. Kita kan udah lama ga nongkrong di cafe, sekalian gue ingin makan nasi goreng seafood kesukaan gue di cafe itu," kata Kara.

Sani membalas dengan anggukan kepalanya.

Sesaat mereka akan menaiki mobil. Dari arah belakang Kara ada seseorang yang memanggil namanya.

"Ra," panggil Artha.

Kara menoleh ke arah Artha. "Ya Ar, ada apa?"

"Gue mau ngomong sesuatu sama lo bisa?" kata Artha dengan wajah memohonnya pada Kara.

"Ehm, sorry Ar gue ga bisa," kata Kara. Ingatkan? Bahwa Kara tidak boleh dekat-dekat dengan Artha. Jadi, Kara menolak ajakan dari Artha. Sebisa mungkin ia menghindar darinya.

"Sebentar saja Ra. Gue mau ngomong," kata Artha setengah memaksa.

Kara memandang Sani meminta persetujuan. "Udah sana lo. Gue tunggu di mobil," kata Sani mengijinkan Kara.

"Ya udah. Ayo Ar," kata Kara.

Artha jalan terlebih dahulu dan Kara mengekori di belakangnya. Hingga tibalah mereka di taman belakang sekolah yang sepi.

Mereka duduk dibangku yang tersedia di bawah pohon rindang. Tempat mereka dulu bisa menjadi seorang teman.

"Lo mau ngomong apaan Ar?" tanya Kara setelah sama-sama terdiam sesaat.

My Little WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang