C-14. Nasehat untuk Bara

7 1 0
                                    

"Berusaha mengenal sebelum menilai."

🌺🌺🌺

"Bisa-bisanya si Karel ember banget ke Rea kalo gue suka ngintilin bu Dea. Kalo si Rea cerita sama Dinda kan gue bisa mampus jadi duda sebelum nikah. Kalo disuruh milih Dinda atau bu Dea ya jelas si Dinda lah. Masih muda,"

"Tapi, kalo bu Dea juga ngga tua-tua amat sih. Wajahnya juga kaya masih anak kuliahan. Cantik juga, tapi mama udah pasti ngga restuin karna gue lebih muda daripada si cewe. Sedangkan mama sayang banget sama Dinda."

"Eh, kenapa gue jadi banding-bandingin bu Dea sama Dinda sih? Jelas lah gue harus serius sama Dinda. Ckckc," gerutuan dan decakan kecil itu terlontar dari mulut pria tampan yang kadang menggunakan kaca mata untuk menghiasi wajahnya dan membantu saat belajar.

"Nah ini dia bukunya! Akhirnya ketemu juga, untung belum dipinjem sama si Gevan. Mana ini buku sedikit stoknya di perpustakaan. Bisa-bisa gue beli buku ke gramedia, daripada beli ya mending minjem. Lumayan uangnya pake traktir Dinda beli cilok!" kekeh Bara. Bisa dibilang pria tersebut sudah gila, bertanya sendiri dan menjawab sendiri.

PUKK!!

Tiba-tiba ada yang menepuk bahu pria tersebut membuatnya berjingkat kaget. Hampir saja buku yang sedang ia pegang itu jatuh ke lantai. Bara mengumpat dalam hati, dan ia ingin sekali mengumpat secara langsung saat berbalik melihat orang yang telah membuatnya spot jantung.

"Bangsat, lo bis--" ucapan Bara terhenti sekaligus menutup mulutnya menggunakan kedua tangannya saat melihat siapa yang tengah berdiri dihadapannya dengan anteng sembari menatap Bara dengan alis yang terangkat.

"Aduuh, m-aaf m-aaf, Bu. M-aaf banget sa-ya ngga sopan, saya bener-bener ngga tau kalo ternyata ibu yang nepuk bahu saya. Saya tadi kaget bu, jadi reflek. Tolong maafin saya, tolong jangan mengurangi nilai saya dan jangan rumitkan saya di tugas skripsi saya. Saya bener-bener minta maaf," cerocos Bara tanpa henti.

Bagaimana tidak? Tadi ia mengatakan kata kotor kepada dosen dihadapannya ini. Bara malu, menyesal dan takut karna telah mengatakan hal tersebut. Ia merutuki kesalahannya karna telah berucap kasar tanpa melihat siapa yang telah membuatnya terkejut.

Jujur, ia kira yang menepuknya adalah Gevan, pria satu kelas di jurusan hukum. Karna, temannya itu juga ingin ke perpustakaan untuk meminjam buku yang sedang pria tersebut pegang sedari tadi. Dosen yang tengah bersedikap dada menatap Bara dengan raut yang tidak bisa diartikan itu belum juga mengucapkan sepatah kata pun.

Bara yang ditatap seperti itu seharusnya salah tingkah karna di depannya adalah bu Dea, ya dosen cantik dan muda yang menjadi topik pembicaraannya saat ia sedang mencari buku untuk resensi skripsinya. Bu Dea adalah dosen yang menepuk bahunya lalu Bara mengumpat kasar.

"Bu? Kok diem aja, Bu? Saya bener-bener minta maaf. Kalo ibu mau omelin saya ngga papa kok, Bu. Asalkan jangan kelulusan saya atau nilai saya yang dipertaruhkan. Saya udah capek kuliah, Bu. Saya ngga mau ada gangguan, kalo ibu mau saya bersihin perpustakaan, toilet, ruangan ibu, atau rumah ibu saya mau kok, Bu."

Fix, Bara benar-benar takut kelulusannya akan jadi terhambat jika begini. Bukan lebay, tapi bagaimana jika kalian di posisi Bara? Mengucapkan kata 'bangsat' pada seorang guru atau dosen? Apa kalian tidak akan sepanik Bara?

"Bara..." panggil dosen tersebut semakin membuat jantung Bara berdetak tidak karuan, padahal dosen tersebut mengucapnya dengan lembut sama seperti saat ia mengajar di kelas. Kerjaannya yang biasa menggoda guru muda itu seakan tidak berlaku untuk situasi kali ini.

"Y-ya, Bu?" tanya Bara dengan gugup bahkan sampai terbata-bata. Bara memejamkan matanya siap mendengar omelan dosen tersebut dengan mental yang kuat.

"Saya baru tau kalo seorang Bara Argantara yang terkenal cool dan salah satu idola kampus itu bisa cerewet juga." ucapan bu Dea berhasil membuat Bara membuka matanya dan menganga menatap bu Dea di depannya.

Walaupun bu Dea adalah dosen baru, tapi ia sudah tau jika Bara Argantara dan Karel Anggara adalah idola kampus ditempatnya mengajar kali ini, itu karna berulang kali ia mendengar mahasiswa dan mahasiswi yang secara terang-terangan mengatakan bahwa Bara dan Karel adalah dua pria yang dilahirkan malaikat.

"Hah?"

"Bara, kamu tadi nyeroscos mulu. Saya ngga mau marahin kamu kok, ini juga salah saya karna udah ngagetin kamu. Maafin saya ya, tadi saya menghampiri kamu karna saya liat kamu lagi ngomong sendiri. Jadi saya penasaran kamu masih waras atau ngga," ucap bu Dea dengan kekehan di akhir kalimatnya.

Bara sudah takut setengah mati tapi dosen cantik di hadapannya ini malah tertawa kecil. "J-jadi ibu dengar saya ngomong apa?" tanya pria tersebut takut-takut. Pasalnya yang dibicarakan Bara adalah dosennya sendiri.

Bu Dea menggeleng membuat Bara bernafas lega. "Tidak. Saya hanya dengar nama Dinda yang kamu sebut?" ujar dosen tersebut dengan nada bertanya. Kali ini Bara yang tersenyum kikuk. Tapi, ia senang juga karna bu Dea tidak tau jika ia sedang membicarakan dosennya sendiri.

"Oh itu pacar saya, Bu. Namanya Dinda Almeera."

Bu Dea tampak manggut-manggut dan tersenyum, "Oh begitu. Langgeng ya kalian, oh kamu lagi cari buku untuk resensi skripsi?" bu Dea melihat buku yang Bara pegang. Bara pun ikut melihat kearah buku tersebut.

"Iya, Bu. Ibu kesini ada perlu pinjam buku juga?"

"Iya, tapi sudah dapat. Kalo gitu saya duluan, ya? Semangat untuk skripsi kamu." Bu Dea tersenyum kemudian berniat untuk pergi dari perpustakaan.

"Bu!" panggil Bara lagi membuat langkah bu Dea harus terhenti.

"Ada apa, Bara?" tanya Bu Dea lembut membuat Bara susah payah menelan salivanya. Bukan, bukan karna Bara naksir dosennya sendiri lalu melupakan Dinda. Tetapi, karna ia ingin bertanya soal kesalahannya tadi.

"Soal tadi? Ibu ngga marah sama saya dan berniat untuk kurangi nilai saya kan?" tanya Bara hati-hati.

Bu Dea menggeleng dengan mantap. "Engga, Bara. Tapi, saya cuma mau ingatkan, sebaiknya kamu lihat dulu sebelum berucap seperti tadi. Dan kurang-kurangi mengucap kata kasar, ini masih di lingkungan kampus. Walaupun diluar kampus, kamu juga harus membiasakan mengucapkan kata yang tidak kasar walaupun sesama teman. Karna, kebiasaan itu juga bisa mengurangi dosa kamu dan menambah berkah di hidup kamu. Berusaha mengenal sebelum menilai."

"CLEARESTA"

Untuk informasi lebih lanjut tentang 'Clearesta' kalian bisa hubungi penulis melalui via sosial media. Mari kita sharing seputar penulis dan novel!

Instagram : @dtaarianii
WhatsApp : 081236865211

ClearestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang