Aileo Aresta dan Sarenia Aresta melihat kedatangan putrinya. "Sayang, kamu udah pulang? Nena apa kabar? Dia baik-baik aja kan? Udah lama kita ngga ketemu dia."
Rea datang dan menyalimi kedua orang tuanya. "Baik kok, bun, pa. Aku tadi emang ke rumah Nena, trus aku keluar sama Kai. Nih dia ada disini," gadis itu menoleh ke belakang dan melihat Kai yang mengikutinya di belakang.
"Hai, Kai. How are you? It's fine?" sapa Saren, sebagai bunda Rea yang memiliki darah Rusia. Maka, wajar saja ia menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa sehari-harinya. Karna, walaupun sudah berada di Indonesia cukup lama, tetap saja ia belum terbiasa.
"Hallo, tante. I'm fine, how about you? I hope always fine." Kai dengan sopan menyalimi papa dan bunda Rea. Alias calon mertuanya.
"Ya i think so."
"Silakan duduk dulu, Kai. Kita udah lama ngga ketemu dan ngobrol karna om dan tante juga baru aja pulang dari Rusia karna mertua om sedang sakit." jelas Aileo mempersilahkan Kai untuk duduk bersama putrinya.
"Iya, om Al. Aku juga lagi sibuk-sibuknya ngurus perusahaan, tapi masih aku sempatkan untuk manjain Rea." Kai mengacak rambut Rea gemas membuat sang empunya mengerucutkan bibirnya manja.
"Our daughter is spoiled. I hope you are comfortable. How about your marriage after Rea graduated?" Sarenia atau yang sering disapa Saren sebagai bunda Rea.
"Why you say me spoiled, bun? So annoying..." tolak Rea karna ia disebut anak manja.
"That's a fact, sayang!" balas Saren yang suka menggoda putri cantiknya itu.
"Iya memang benar kan, Re. Kamu mah kalo udah sama kita kelakuannya kaya anak kecil, padahal sebentar lagi bakal menyandang gelar designer!" sahut Aileo juga ikut memojokkan Rea membuat gadis itu hanya mendengus sebal.
Kai pun sangat suka jika melihat kekasihnya sedang mode kesal, karna kecantikannya akan semakin bertambah. "Tentang itu aku sudah siap. Ngga ada yang berubah sama keputusan aku. Bahkan aku ngga sabar untuk bisa nikahin Rea."
Mendengar jawaban mantap dari Kai membuat Rea, Aileo dan Saren juga tersenyum. Walaupun pria tersebut menggunakan bahasa Indonesia, tapi Saren sudah bisa memahaminya dengan baik. Hanya saja ia belum bisa mengeluarkan kalimat menggunakan bahasa Indonesia. Jika terjadi, mungkin logat atau aksennya akan berbeda.
Itu mengapa Saren menggunakan bahasa Inggris sehari-harinya walaupun suaminya menggunakan bahasa Indonesia kepada putrinya. "Om sangat suka dengan keseriusan kamu. Ini akan sangat baik nantinya." balas Aileo yang sudah sangat merestui.
"Makasih om, udah restuin hubungan kita. Oh ya, kalo gitu Kai pulang dulu. Soalnya udah malam, Kai juga harus selesaiin tugas kantorku." pamit Kai dengan sopan.
"Silakan, Kai. Padahal kita sebenarnya pengen ngobrol lebih banyak lagi. Di usia belia seperti kamu sudah pintar memanage perusahaan." Aileo tentunya sangat bangga lagi karna pria tersebut sudah memiliki penghasilan sendiri sehingga tidak perlu ragu lagi dengan kehidupan putrinya jika nanti Rea menikah dengan Kai.
"Ini belum seberapa, om. Kalo begitu saya permisi. Tante, saya pulang dulu!" pamit Kai lagi kepada Saren.
"Iya, take care boy!"
Rea pun mengantarkan kekasihnya sampai lobby rumahnya. "Hati-hati ya sayang, makasih untuk hari ini. Aku bener-bener senang karna kencan kali ini ngga ada pengganggu."
Kai mengerti siapa yang disebut penganggu, tentunya Karel. Pria tersebut juga tersenyum dan mencium pucuk kepala kekasihnya. "Sama-sama, calon istri. Calon suamimu ini mau pulang dulu, ya. Lain kali kita dating lagi,"
Rea mengangguk kemudian melambaikan tangannya saat mobil Kai melesat perlahan meninggalkan area rumahnya. Gadis itu tidak berhenti mengembangkan senyumnya. "Tuhan, semoga aku dan Kai langgeng sampai tua. Aku ingin memiliki keturunan darinya. Aku mencintai makhluk ciptaanmu yang satu itu."
Setelah bergumam seperti itu dan berharap Tuhan mendengarnya, gadis itu kemudian menutup pintu dan masuk ke dalam rumah. "Rea, kamu kayanya seneng banget ya bisa keluar sama Kai."
Rea pun tersenyum dan duduk di samping papanya. "Iya dong, Pa. Kita udah lama ngga hang-out selama ini. Oh ya, bunda mana?" gadis itu tidak melihat keberadaan bunda di ruang tamu.
"Lagi ke kamar mandi. Oh ya, papa cuma mau bilang. Kamu harus selalu ada ya untuk Kai. Bukan hanya seorang pria aja yang harus ada untuk perempuan, tapi seorang wanita juga. Jangan pernah mempermainkan hati pria. Karna, sekuat apapun hati pria, dia juga bisa rapuh. Sekuat apapun mata pria, dia juga bisa menangis."
Rea tertegun dibuatnya, ia langsung terfokus kepada Karel. Yang dibilang papa memang bener, Karel selalu ada untuk gue. Dia bahkan merelakan apapun untuk gue. Tapi, balasan gue lebih buruk dari apapun. Kenyataannya gue emang ngga bisa suka sama Karel. Gue udah jatuh cinta ke Kai. Gue ngga mungkin mutusin Kai cuma karna udah melukai perasaan Karel. Yang ada gue melukai perasaan Kai yang gue cinta. Gue memang harus merelakan salah satunya. Dan, itu adalah Karel. Batin Rea.
Gadis itu tidak pernah memikirkan perasaan Karel sebelumnya, tapi mendengar ayahnya sendiri mengatakan bahwa ia tidak boleh mempermainkan hati laki-laki membuatnya ragu. Tapi, ia juga tidak bisa menggantung Kai terus menerus dan menyakiti Karel.
Masalah ini membuatnya gila. Ini salahnya sendiri, seharusnya ia mengikuti perkataan Nena untuk memutuskan Karel saat Nena tau bahwa Rea telah selingkuh dengan Kai. Tapi, hal itu tidak Rea gubris karna ia masih butuh Karel untuk menemaninya saat Kai tengah sibuk.
Memang jahat, kejam, tak berperasaan, tak punya hati. Itu lah Clearesta Putri. Tetapi, jika ia tidak punya hati, tidak mungkin ia mencintai Kai sampai harus menyakiti Karel, yang diidam-idamkan semua kaum hawa dan menjadi idola kampus.
"CLEARESTA"
Untuk informasi lebih lanjut tentang 'Clearesta' kalian bisa hubungi penulis melalui via sosial media. Mari kita sharing seputar penulis dan novel!
Instagram : @dtaarianii @novelbydita
WhatsApp : 081236865211
KAMU SEDANG MEMBACA
Clearesta
RomanceMencintaimu adalah kesalahan, Meninggalkanmu adalah bencana, Membencimu adalah ketidakadilan. "Perjalanan hidup itu sama seperti sebuah cerita di novel. Kita tidak tau alur yang dibuat oleh penulis akan berakhir indah atau justru buruk. Sama seperti...