Luna Sekarat

344 53 0
                                    

Di Rumah Sakit. Terlihat Jay tengah memandangi seseorang yang terpejam damai. Dengan infusan yang ada di tangan dan masker oksigen di hidungnya. Ya, orang itu adalah adik kesayangannya --Luna. Jay begitu khawatir dengan Luna.

"Dek, bangun..." lirih Jay sambil menggenggam satu tangan Luna yang tak ada infusan.

Jay duduk di kursi yang ada di sisi ranjang. Sejak semalam, sang adik belum juga siuman akibat kekurangan oksigen --asma akut. Bahkan sempat hampir anfal.

Juga, saat ini waktu menunjukkan pukul tiga belas lewat lima belas yang berarti sudah siang. Tapi, Luna tak kunjung menunjukkan akan segera bangun.

Di dalam ruangan serba putih itu, hanya ada Jay yang setia menemani Luna. Bahkan dia bolos sekolah hanya demi sang adik. Itu menunjukkan bagaimana khawatirnya seorang Jay pada Luna.

"Adek bangun...  kangen sama Papa 'kan? Papa dalam perjalanan ke sini. Kamu nggak kasian liat Papa sedih nanti?" monolog Jay sambil menatap sendu wajah pucat Luna.

Kejadian kemarin di sekolah sangat berakibat fatal bagi Luna. Hal itu membuat Jay masih memendam emosi. Dia bertekad akan membalaskan perbuatan yang dilakukan oleh pelaku.

Jay yang belum tidur sejak semalam, mulai mengantuk. Dan sakit kepala sedikit menyerangnya tadi pagi. Dia merasa, memejamkan mata sekarang tidak apa kan? Jadi, dia menelungkupkan kepalanya di atas ranjang dengan posisi duduk.

Tak butuh waktu lama, Jay terlelap. Cowok itu benar-benar kelelahan. Hingga tak menyadari kalau Luna sudah siuman. Luna mengerjapkan kedua matanya karena silau dengan cahaya lampu. Lalu dia melirik ke arah Jay yang tertidur.

Pasti kak Jay khawatir banget. Maafin Luna ya kak... Batinnya.

Luna mencoba menggerakkan jari tangannya dan itu membuat Jay merasakan ada pergerakan, detik berikutnya Jay terbangun. "Luna?! Kamu udah sadar dek? Gimana perasaan kamu? Apa ada yang sakit? Kasih tau kakak."

Jay panik sekaligus senang karena Luna siuman. "Kakak panggil Dokter ya sebentar." Dia hendak melangkahkan kakinya keluar kamar, tapi tak jadi karena Luna menggelengkan kepala.

Luna menurunkan masker oksigennya. "Luna udah nggak apa-apa kok. Cuma lemes aja." Luna menatap Jay, meyakinkan kalau dia sudah lebih baik. "Maaf ya kak..." lanjutnya seperti ingin menangis.

Mendengar itu, membuat hati Jay tersenyuh. Maaf bagaimana? Seharusnya Jay yang meminta maaf karena tak bisa menjada Luna dengan baik. Alhasil Luna sampai mendapatkan musibah itu.

"Maaf untuk apa, hm? Seharusnya kakak yang minta maaf, nggak cepet nolongin kamu." Jay menggenggam tangan Luna yang tidak diinfus. "Maafin kakak ya, dek..."

Luna tersenyum sendu, lalu mengangguk pelan. "Yang penting, Luna udah baik-baik aja. Makasih ya kak." Tiba-tiba Luna merasakan sesak di dada dan itu berhasil membuat Jay seketika panik.

"DOKTEEER! DOK!" Jay menekan tombol darurat. Lalu memasangkan kembali masker oksigenya. Tapi, tetap tak berfungsi karena ada indikasi lain selain asma --menurut penjelasan Dokter semalam.

Tak lama kemudian, dokter dan satu suster tiba di ruang Camomile. Suster meminta Jay untuk menjauh sebentar guna memberikan ruang untuk dokter memeriksa Luna.

Di dekat jendela, dalam ruangan yang sama, Jay memerhatikan Luna dengan perasaan takut campur khawatir. Dia tak ingin adiknya kenapa-kenapa. Melihat Luna yang tak bisa bernapas itu membuat Jay ikut merasakan bagaimana sakitnya. Hingga tanpa sadar dia meneteskan bulir bening dari sudut kedua matanya.

Menangkup kedua tangan dan memejamkan mata, Jay merapalkan doa agar Luna bisa melewati kondisi krisisnya. Jay tak ingin kehilangan Luna.

***

With Jake,
©ayspcy, 2k21

Flame Flowers | ENHYPEN ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang