Chapter 2 - School

329 14 0
                                    

*****

Saat aku sedang seriusnya memperhatikan bu Salamah, tiba-tiba bel istirahat berbunyi. Yah, padahal lagi asik nih :(. Ya sudahlah. Setelah bu Salamah pergi meninggalkan kelas, kulihat teman-temanku mengerubungi salah satu meja di belakang. Meja para cowok.

"Han, itu ada apaan sih?" kataku sambil menunjuk meja di belakang, tempat kerumunan itu.

"Oh, itu. Kan ada murid baru. Oh iya, lu kan telat." kata Hana sambil melihat kerumunan itu. Yah tidak telalu 'kerumunan' sih. Sebagian besar anggota kelasku pergi ke kantin.

"Namanya siapa han? Cowok atau cewek? Kayaknya cowok deh."

"Dia cowok. Namanya Dion. Dia baru pindah dari… dari mana ya, aduh gue lupa." katanya sambil memegang dahi dan memejamkan mata.

"Eh, pada bawa bekel gak?" tiba-tiba Aurel, salah satu sahabat yang duduk tepat dibelakangku berkata. Aku sebenarnya duduk di barisan paling depan, kedua dari pintu.

"Eh iya, gue bawa." kata Maria, sahabatku lagi yang duduk disebelah kiri Aurel.

"Gue bawa juga nih." Widya, sahabat kami yang paling rajin dan menjadi ranking 2 di kelas membawa kotak makanan, menghampiri kami dari tempat duduknya yang terpisah dan mengambil kursi terdekat untuk diletakan di samping kanan meja Aurel.

"Ayuk makan. Gue bawa nasi uduk." kata Hana sambil mengambil kotak makan berisi nasi uduk dari laci mejanya dan meletakannya di meja Maria.

"Lena, lu gak bawa bekel?" tanya Widya.

"Nggak. Tadi gue buru-buru." kataku sambil terus memperhatikan Dion, si anak baru itu.

"Lu mau ke kantin?" tanya Widya.

"Iyak, bentar. Kalian makan aja dulu." aku terus memperhatikan cowok itu sampai dia berdiri dari tempat duduknya dan aku baru tersadar. "Astaga, itu dia orangnya." kataku kaget.

"Siapa?" tanya Hana.

"Orang ngeselin yang nabrak gue." kataku kesal.

Aku beranjak dari tempat duduk dan berjalan ke depan kelas (Dion sedang berjalan disitu, sepertinya dia mau ke kantin juga). Aku memberhentikannya dengan berdiri di depannya. *deg* *deg* *deg* *deg*. Tiba-tiba jantungku berdegup kencang ketika mata kami bertemu. Lha? Kenapa ini? Benakku bertanya-tanya. Aku menghiraukan detakkan jantungku dan berjalan menghampiri Dion. "Eh!" sahutku sambil memegang bahu Dion yang kira-kira 5 senti lebih tinggi daripada bahuku.

"Iya? Siapa ya?" tanya Dion terheran-heran. Aku melepaskan genggamanku.

"Lu gak liat ini baju?" kataku sambil menunjukan baju kotorku. "Lu 'kan, yang nyalip gue tadi pagi!" kataku memarahi dia.

"Hah?" dia makin heran.

"Jangan 'Hah?' gitu! Gue jatoh tau! Gara-gara lo sih!"

"Lu salah orang kali?" katanya membela diri.

"Nggak mungkin. Gue udah inget postur tubuh lo. Lu yang naik Supr* ex kan? Jangan bohong lu."

"Iya… gue naik motor itu. Hm… tadi kan perasaan gue nyalip motor di pertigaan itu deh. Jangan-jangan lu yang gue salip. Ya ampun… maaf ya, gue juga tadi lagi buru-buru. Tapi, lu nggak papa kan? Gak ada luka tuh." kata Dion sambil menunjukku dengan dagunya.

"Yee-" kata-kataku terpotong. Aku baru sadar. Bahwa. Lukaku sudah sembuh dengan sendirinya berkat 'itu'. Tidak seorangpun boleh tau. Bahkan orang tuaku tidak boleh tahu 'itu'. Aduh, ngomong apa ya?.

"Tapi kan, gue jadi telat dan gak ikut ulangan!" akhirnya dapat alasan.

"Ya maaf. Gue kan gak sengaja." katanya.

"Maaf-maaf… enak banget lo."

"Ya elah, gue kan udah minta maaf." katanya memelas.

"Jajanin gue." kataku sambil menyilangkan tangan di dada.

Seluruh siswa di kelasku yang mendengar pembicaraan kami tertawa dan ada beberapa siswi (termasuk sahabat-sahabatku) yang berkata "Cie ciee! SKSD nih! Cie!" sekelas saling menyoraki kami.

"Apaan sih?" kataku kepada teman yang menyoraki. Yah, aku tidak bisa menyangkal kalau aku sangat malu saat itu.

"Yaudah deh. Ayok." pandanganku langsung menuju ke Dion saat dia mencolekku.

"Lu aja sana yang ke kantin. Gue mager. Pesen bakso pake bihun ama tetelan ya." aku langsung pergi dengan cueknya dan duduk di tempatku, disamping Hana.

"Lah?!" Dion berdiri sendiri di depan sambil meregangkan tangannya seakan berkata 'WTF?'.

"Udahlah sana. Nati keburu abis baksonya." aku menyuruhnya pergi dengan lambaian tanganku.

Dion hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala, lalu pergi dengan Dapit (teman sebangkunya yang agak dibully sekelas).

"Parah banget lo Len…" kata Aurel.

"Tau ih. Parah banget, anak baru masuk juga…" kali ini Maria yang berkata.

"Hahaha! Biarin aja. Kan dia yang nabrak, dia yang harus tanggung jawab dong." wkwkwk.

"Kalo Lena mah, setrong ya. Berani banget. Hahaha." kata Widya sambil memegangi pundakku.

Kami tertawa.

(bel menandakan istirahat telah selesai)

"Ah elah, ngeselin banget tuh bel." kataku cemberut.

"Hehehe. Makanan lu belom dateng ya Na?" Hana tertawa dengan nasi yang terlihat dari mulutnya.

"Mana nih si Dion?. Lama banget dah. Gue dah laper nih." kataku sambil memegang perut.

"Lu kan tau sendiri, Len. Jam istirahat pertama itu singkat. Belom ramenya di kantin. Bisa-bisa baru dapet makanan udah bel tuh." kata Maria.

"Ahh yaudah deh. Lagian sekarang lagi pelajaran fisika kan? Nyantai aja lagi." kataku.

"Iya sih, bener. Tu guru suka banget telat. Udah gak jelas lagi." kata maria.

Tiba-tiba Dion yang membawa semangkuk bakso dan segelas es teh manis muncul dari pintu.

"Nah itu diaa!" kataku grmbira.

Dion melangkah ke arahku dan menaruh mangkuk bakso serta es teh manis yang dibawanya. Tunggu, es teh? Rasanya aku tak pernah memesan itu. Tetapi Dion langsung pergi. Ya sudahlah :D dapat bonus. Ckckck.

"Emang tadi lu pesen es teh Len?" tanya Hana.

"Enggak." kataku enteng.

"Dasar Lena. Ha ha ha." tawa Widya.

"Cepetan Len. Ntar pak Amin masuk lagi." kata Hana.

"Iya iya." kataku sambil menyantap bakso pemberian Dion. Wkwkwk.

*****

BlackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang