Siapa yang senang dengan hari Senin? Pasti kebanyakan siswa tidak suka dengan hari Senin karena mereka harus berdiri di lapangan yang panas sebelum pelajaran dimulai. Upacara adalah serangkaian kegiatan yang paling tidak disukai oleh hampir seluruh siswa.
Kaisha bersiap diri dengan perasaan sedikit tidak bersemangat. Ia mengecek kembali semua tugas-tugasnya yang hari ini harus dikumpulkan. Setelah keluar dari kamar, ia pergi ke meja makan untuk sarapan. Ibunya sudah rapi dengan blazernya. Mereka duduk di kursi untuk menikmati sarapan roti panggang dengan isian daging dan selada, tidak lupa juga saus dan mayonais.
"Kaisha berangkat dulu ya, Ma," ujar gadis itu setelah selesai menghabiskan sepotong roti.
"Iya, Sayang. Ati-ati."
Kaisha meraih tasnya dan memakai sepatu. Setelah itu ia membuka pintu rumah yang masih tertutup. Ia terkejut ketika melihat seseorang dengan motor hitamnya berada di depan gerbang rumahnya. Orang itu memakai jaket hitam, ransel, dan celana panjang berwarna abu-abu. Gadis itu memicingkan matanya, penasaran siapa orang yang berhenti di depan rumahnya? Apa orang itu tersesat? Atau motornya mogok? Ia segera menghampirinya untuk bertanya.
"Oh, hai," sapa orang berhelm hitam itu. Dari suaranya tidak asing bagi Kaisha. Tetapi siapa?
"Gue disuruh sama nyokap buat nganterin lo ke sekolah. Jadi jangan salah sangka."
Ternyata ia adalah Devan. Kaisha ingat dengan suara pemuda itu, dan ransel yang dikenakannya.
"Maaf, tapi aku bisa berangkat sendiri. Aku nggak mau ngerepotin."
Seketika ia ingat pada pesan yang didapatnya yang berhasil membuat ia ketakutan. Pesan itu menyuruhnya untuk menjauhi Devan. Kalau ia tidak melakukan apa yang pesan itu katakan, ia tidak bisa mengikuti kompetisi dance di New York. Ia tidak punya pilihan lain selain menjauhi pemuda itu.
Karena Devan datang atas perintah Bu Sinta, ia tidak bisa menolak mentah-mentah. Namun ia takut kalau sekarang ini ia sedang diawasi oleh sang pengirim surat. Tetapi siapa yang mau jauh-jauh datang ke rumahnya sepagi ini hanya untuk mengawasi apa saja yang dilakukannya? Ia tidak tahu siapa orang di balik surat itu, dan ia juga tidak tahu orang itu mengetahui alamat rumahnya atau tidak. Ia harus bagaimana?
"Naik," bujuk Devan.
"Kamu berangkat aja nggak apa-apa, aku bisa berangkat sendiri."
Kaisha bisa mendengar decakan Devan. Kemudian pemuda itu memberinya sebuah helm yang menandakan ia diminta berangkat bersamanya. Karena merasa tidak enak untuk menolak lagi dan Devan sudah jauh-jauh datang ke rumahnya atas perintah Bu Sinta, akhirnya Kaisha menuruti dan meraih helm yang diberikan pemuda di hadapannya itu.
Jarak sekolah mereka lumayan jauh, namun tidak masalah bagi Devan karena masih satu arah. Ini juga demi ibunya yang sudah sedikit memaksanya agar menuruti perintah ibunya. Ia sayang sekali dengan ibunya jadi tidak tega untuk membantah perintah wanita yang telah melahirkannya itu. Ia tidak mau mengecewakan ibunya dan menjadi anak yang durhaka kepada orang tua.
Lima belas menit kemudian mereka sudah berada di gerbang sekolah. Kaisha turun dan mengembalikan helm yang dikenakannya kepada Devan, tidak lupa ia juga mengucapkan terima kasih. Lalu pemuda itu mengiyakan dan menancap gas untuk berangkat ke sekolahnya. Kaisha menatap punggung Devan dan setelah orang yang ditatap itu telah lenyap tertutup oleh kendaraan lain, ia berjalan memasuki sekolah.
....
Kaisha dan Linda memasukkan buku dan alat tulis mereka ke dalam tas. Bel pulang sekolah sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Sedangkan guru yang mengajar di jam terakhir juga sudah keluar kelas.
"Sha, kayaknya kita nggak bisa pulang bareng deh, soalnya gue udah dijemput sama temen gue. Besok aja gimana?" ucap Linda secara tiba-tiba.
Sebenarnya ketika istirahat tadi mereka sudah janjian akan pulang bersama hari ini. Namun karena Linda berkata bahwa ia sudah dijemput oleh temannya, jadi ia tidak bisa memaksa untuk tetap pulang bersamanya.
"Iya, nggak papa."
"Sorry ya, Sha."
"Iya."
Setelah itu Linda pamit keluar terlebih dahulu karena tidak mau temannya itu menunggu terlalu lama. Ia berjalan cepat ke pintu gerbang sekolah dan melihat kanan kiri mencari orang yang menjemputnya. Sebuah motor berwarna merah terparkir tidak jauh dari gerbang, ia yakin bahwa itu Raka. Ia segera berlari menghampiri orang itu.
"Udah nunggu lama?" tanya Linda setelah yakin bahwa itu Raka.
Raka yang sedang mengecek ponselnya sedikit terkejut karena gadis yang ia tunggu sudah berdiri di sampingnya. "Nggak juga, ayo naik."
Linda memakai helm dan naik ke motor Raka, setelah itu mereka melesat di jalan raya yang tidak ramai.
....
Setelah selesai membereskan barang-barangnya, Kaisha segera berjalan keluar kelas untuk pergi bekerja. Ketika ia telah sampai di gerbang, ia baru ingat kalau buku rumusnya tertinggal di dalam laci. Ia segera kembali ke kelas untuk mengambil bukunya. Untung saja pintu kelas belum dikunci oleh penjaga sekolah karena masih ada dua orang temannya yang sedang piket.
Setelah mengambil buku rumus kecilnya itu, ia keluar kelas. Di tempat parkir sekolah ia mendengar sedikit keributan. Karena penasaran, ia melihat ke arah keributan itu berasal.
"Devan? Kok kamu di sini? Mau jemput aku, ya?" tanya seorang gadis pada pemuda yang dipanggilnya Devan itu. Ia adalah Cantika.
"Nggak. Gue mau jemput orang lain," jawab Devan dengan nada datar. Raut wajahnya terlihat dingin.
"Orang lain? Pasti kamu bercanda, kan?"
Karena mulai kesal dengan ocehan gadis itu, Devan menyuruhnya segera pulang dan jangan mengganggunya. Namun Cantika menolak untuk pulang dan tetap ingin pulang bersama pemuda itu.
"Nggak! Pokoknya aku tetep pengen pulang bareng kamu!" bentak Cantika.
Ubun-ubun Devan semakin memanas. Ia tidak sengaja melihat orang yang ia cari dan ia segera menancap gas. Ia berhenti di samping Kaisha.
"Ayo naik," katanya.
"Aku?"
"Nih." Devan memberikan helm untuk Kaisha pakai.
"Gue disuruh lagi sama nyokap buat jemput lo," kata pemuda itu.
Cantika yang melihat kejadian itu segera berlari menghampiri keduanya. "Oh jadi cewek ini yang mau kamu jemput?" tanyanya dengan raut sinis.
"Eh, maaf." Kaisha tidak tahu harus berkata apa.
Karena tidak mau lagi berurusan dengan Cantika, Devan segera memakaikan helm kepada Kaisha dan menarik tangan gadis itu untuk segera naik ke motornya. Kaisha hanya menurut dan mereka segera pergi meninggalkan Cantika yang terkejut dan kesal. Ia sangat kesal. Ia kesal dengan Devan yang terus saja mengacuhkannya. Ia juga kesal dengan Kaisha yang terus saja dekat dengan orang yang ia sukai.
"Awas aja, lo nggak bakal bisa ikut kompetisi itu," gumam Cantika. Kemudian ia berjalan dengan wajah marah.
Halo semua^^
Gimana menurut kalian bab ini? Apa kalian suka?
Kalau kalian suka jangan lupa vote dan komen sebanyak-banyaknya><
Terima kasih🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
KEEP ON DANCING
Teen FictionSaking cintanya terhadap tari, Kaisha rela berjuang keras untuk memenuhi perintah hatinya. Semuanya berawal dari selembar tiket yang belum tentu dapat membuatnya bahagia. #4 menari (25 Juli 2020) #4 dancing (25 Juli 2020) #7 penari (25 Juli 2020)