7

3 1 0
                                    

Kaisha berjalan menyusuri trotoar menuju ke tempat kerjanya. Ya, ia menuju ke toko bunga. Suara deru motor terdengar jelas di belakangnya.

"Lo Kaisha kan?" ucap pemuda di sampingnya. Ia mengendarai motor berwarna hitam dengan memakai helm full face.

Kaisha tertegun, ia berhenti berjalan. "Kamu siapa?" tanyanya dengan hati-hati.

"Gue Devan, anaknya Bu Santi. Lo mau ke rumah gue kan?"

"Iya," jawab Kaisha dengan senyum singkat.

"Yaudah naik, gue juga mau pulang nih, sekalian."

"Nggak usah, aku bisa jalan kok."

"Udah naik aja, oh iya nih helmnya." Devan memberikan sebuah helm yang ia bawa. Sebenarnya itu helm ibunya yang baru saja dikembalikan oleh temannya yang kemarin lusa meminjam helm.

"Tapi, aku, ehm, itu." Kaisha kebingungan harus mengucapkan apa.

"Kenapa?" tanya Devan yang juga kebingungan.

"Sebenernya aku nggak pernah naik motor kayak gini, aku takut jatuh."

"Nggak papa, pegangan gue aja biar nggak jatuh. Gue nggak bakal ngebut kok. Naiknya pegangan pundak gue biar gampang." Kaisha melakukan apa yang dikatakan pemuda itu. Ia menaiki motor seraya memegang pundak Devan agar lebih mudah dan tidak jatuh.

Devan memindah ranselnya ke depan dadanya agar gadis di belakangnya itu lebih leluasa duduk. "Pegangan yang kenceng," perintahnya.

Kaisha memegang jaket Devan dengan hati-hati. Pemuda itu menghela napas. "Kalo pegangannya cuma gitu doang gue nggak jamin lo nggak jatuh. Sini tangan lo."

Devan meraih tangan Kaisha lalu diletakkan di pinggangnya agar gadis itu berpegangan erat. Jantung Kaisha berdebar kencang, ia tidak tahu entah karena naik motor atau apa. Ia tidak tahu sebabnya. Aneh, pikirnya. Setelah siap, Devan melajukan motor hitamnya di jalan raya yang lengang itu menuju ke rumahnya.

Kecepatan yang ditempuh Devan tidak begitu kencang, seperti katanya tadi. 50 km/jam sudah cukup kencang agar gadis yang diboncengnya itu tidak merasa ketakutan, walaupun ia lebih suka berkendara dengan cepat.

Tidak lama kemudian mereka sampai di depan toko bunga sekaligus rumah Devan. Kaisha turun dari motor dan mengembalikan helm kepada sang empunya. Tidak lupa ia juga mengucapkan terima kasih dan dibalas senyum oleh pemuda tampan itu. Setelah itu mereka masuk ke toko dan bersiap untuk kegiatan masing-masing.

Lonceng berbunyi setiap ada orang yang memasuki toko. Seorang gadis cantik yang tengah melihat-lihat bunga mawar menoleh ke arah sumber suara. Ia melihat Devan dan Kaisha yang terkejut akan kehadirannya, seperti pasangan yang kepergok selingkuh.

"Kalian pulang bareng?" tanya gadis itu.

"Bukan urusan lo. Mendingan sekarang lo pergi. Gue males liat muka lo ada di rumah gue lagi," balas Devan sinis.

"Kok kamu gitu sih?" gadis itu merasa kesal.

Ia menatap Kaisha. "Pasti lo sengaja deketin Devan kan?! Ngaku aja! Genit banget sih jadi cewe!" Cantika, gadis itu berteriak memaki-maki Kaisha yang tidak salah apa-apa.

Kaisha berusaha bersabar menghadapi gadis yang ada di depannya itu. Ia tidak ingin memicu keributan di tempat kerjanya. Ia memilih diam dan membiarkan Cantika mengeluarkan kata-katanya sampai ia puas. Ia yakin setelah itu ia akan pergi dengan sendirinya tanpa disuruh.

"Dia nggak salah. Gue yang minta dia pulang bareng gue. Lo nggak usah sok tau. Sekarang gue minta lo pergi dari sini." Devan menahan amarahnya.

"Nggak, gue nggak bakal pergi. Harusnya dia yang pergi!" Cantika menunjuk Kaisha dengan amarah yang meledak.

KEEP ON DANCINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang