3

18 2 0
                                    

Kaisha memandang tiket silver yang didapatnya dengan lekat, matanya tertuju pada alamat yang tertera pada tiket itu. Mulutnya membentuk senyuman yang tak kunjung usai, hatinya berbunga-bunga memandang tiket itu. Beberapa kali ia mencium tiket yang dipegangnya.

"New York, tunggu aku ya," gumamnya sendiri. Kompetisi dance itu memang diadakan di kota New York, Amerika Serikat. Demi pergi ke sana, ia berusaha mengumpulkan uang dengan sisa waktunya yang seharusnya digunakannya untuk beristirahat seusai lelah belajar dari pagi hingga pukul tiga sore. Tentu saja orang tuanya tidak mengetahuinya karena memang ia sengaja tidak memberitahu. Seandainya orang tuanya tahu pasti ia dilarang untuk bekerja dan tentu saja tidak diperbolehkan mengikuti kompetisi itu, terlebih lagi membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk menuju ke sana.

Selepas memandang tiket selama beberapa menit, pandangannya tertuju pada jendela yang terbuka. Ia melangkah menuju jendela dan terlihat rembulan tampak bulat sempurna. Angin malam dingin yang masuk ke kamar membelai kulitnya, seakan menyuruhnya agar jangan mendekati jendela karena angin berhembus sangat kencang sekali. Seperti mendengar pesan angin malam, ia segera menutup jendela rapat-rapat dan menguncinya. Kasur menjadi tempat terakhir yang ditujunya.

Ia berbaring di kasur dengan mata yang menatap langit-langit kamar. Hanya terdengar jarum jam yang berputar. Tangannya meraih ponsel yang tergeletak di meja nakas. Dibukanya ponsel hitam itu. Ibu jarinya mengusap layar ponsel, mencari satu kontak yang ingin dikirimi pesan. Ia memang ingin berkirim pesan dengan Linda, ia berharap sahabatnya itu belum tidur karena sekarang masih pukul setengah sembilan malam. Masih ada setengah jam sebelum menginjak waktu tidur.

Kaisha: Udah tidur?

Satu menit, tiga menit, lima menit, belum ada balasan. Ia tetap menunggu, mungkin Linda tidak sedang memegang ponselnya. Jarum jam menunjuk pada angka sembilan dan jarum panjangnya di angka dua. Sepertinya Linda memang sudah tidur. Kaisha menguap, matanya berair, ia sudah mulai mengantuk dan sekali lagi ia mengecek ponselnya, tetap tidak ada jawaban.

Ia menutup matanya karena ingin segera tidur dan tidak lagi menunggu balasan dari Linda yang sepertinya memang sudah tidur. Tetapi saat itu juga ada yang mengetuk pintu kamarnya yang terkunci. "Sha, kamu udah tidur?" Suara itu membuat Kaisha bangun dari kasur dan membuka pintu.

"Belum, Ma," jawabnya setelah membuka pintu. Mamanya berdiri di depan pintu dengan membawa segelas air di tangannya. Setelah itu ia masuk ke kamar dan meletakkan gelas berisi air itu di meja nakas.

"Tadi kamu pulang jam berapa?" tanya mamanya.

"Biasa, Ma. Jam tiga."

"Ya udah, kamu tidur gih, besok kan sekolah." Kaisha segera berbaring di kasur dan menyelimuti badannya. Sementara mamanya keluar kamar dan menutup pintu.

Memang seperti itu, Dina sibuk bekerja sehingga setiap hari pulang malam dan kurang memperhatikan Kaisha. Begitu juga dengan Rafi, Papa Kaisha, ia bekerja di luar kota dan pulang hanya satu bulan sekali. Itu pun hanya satu atau dua hari. Tetapi karena kesibukan orang tuanya, Kaisha bisa memanfaatkan kesempatan itu untuk bekerja karena orang tuanya tidak akan tahu.

Jam kerja Kaisha memang sudah ditentukan yaitu pukul setengah empat sore sampai pukul tujuh malam. Perjalanan dari sekolah sampai toko memakan waktu setengah jam, sehingga ia bisa bekerja pukul setengah empat. Untung saja mamanya baru pulang pukul sembilan malam, jadi Kaisha bisa pulang lebih cepat dari mamanya sehingga mamanya tidak tahu kalau Kaisha bekerja.

Jarak toko dan rumah Kaisha memang lumayan dekat, hanya menempuh waktu sekitar lima belas menit saja menggunakan kendaraan bermotor. Mulai besok mungkin dia akan naik ojek online. Hal itu menguntungkan Kaisha karena tidak perlu takut pulang malam, terlebih lagi jalanan yang dilewatinya sangat ramai.

....

kring...

Bel masuk berbunyi, semua siswa di kelas berlarian menuju tempat duduk mereka tak terkecuali Kaisha dan Linda. Kebetulan pelajaran pertama adalah seni tari yang diajar oleh Bu Christin. Kaisha memang sangat menyukai hal yang berbau tari, tetapi sayangnya materi pada pelajarannya adalah tari tradisional. Ia kurang suka dengan tari tradisional, bukannya tidak mencintai budaya bangsa, namun ia tahu gerakannya tidak bisa selentur penari-penari tradisional. Ia juga terkadang merasa kesulitan dengan beberapa gerakan yang menggunakan jari-jari tangan. Ia butuh waktu sedikit lebih lama untuk mempelajarinya.

Bu Christin datang dengan gaya berjalannya yang anggun, berbeda dengan guru yang lainnya. "Emang guru seni itu beda ya," gumam Kaisha yang melihat gurunya itu berjalan ke meja guru.

"Apa?" tanya Linda yang mendengar gumaman teman sebangkunya itu walaupun tidak jelas.

"Emang guru seni itu beda ya," ulang Kaisha.

"Oh, emang beda. Kayak nggak tahu Bu Christin aja, udah satu setengah tahun sekolah juga."

"Selamat pagi," ujar Bu Christin membuka pelajaran.

"Pagi, Bu!" teriak seluruh murid di kelas.

"Sekarang kalian buat kelompok ya, satu kelompok terdiri dari lima orang. Ibu beri waktu lima belas menit. Setelah itu kalian tentukan tarian yang akan kalian tarikan untuk ulangan bab yang sudah kita pelajari minggu kemarin." Seketika kelas berubah menjadi riuh, semuanya memilih anggota kelompok.

"Lin, sama aku ya," pinta Kaisha.

"Oke."

Lima belas menit berlalu, semuanya telah duduk berkelompok sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Kaisha berkelompok dengan Linda, Ria, Desi, dan Mita. Ia sangat senang karena salah satu anggota kelompoknya adalah anggota klub tari tradisional, yaitu Ria. Ia berharap kelompoknya bisa mendapat nilai paling tinggi di kelas.

Semua kelompok tampaknya telah membuka ponsel mereka untuk mencari tarian yang akan mereka tarikan. Kaisha dan kelompoknya juga segera mencari di internet melalui ponsel. Setelah beberapa menit mencari tarian, Kaisha kebingungan untuk menentukan beberapa tarian yang telah ia temukan.

"Kita mau nari apa?" tanya Mita membuka percakapan.

"Entah," jawab Kaisha.

"Ya, lo kan ikut klub tari tradidional, pasti lo bisa beberapa tarian kan?" tanya Linda kepada Ria.

"Iya," sambung Kaisha.

Ria menatap ponselnya dan melihat beberapa tarian yang dicarinya. Dahinya berkerut, tampak bingung menentukan pilihan. Kaisha dan yang lainnya masih menunggu jawaban Ria yang entah kapan dijawabnya.

"Sha, Lin, kalian anggota klub dance kan?" tanya Ria. Kaisha dan Linda mengangguk. Seulas senyum tampak pada wajah cantik Ria, sepertinya dia menemukan ide yang bagus.

"Gue punya ide nih, gimana kalo kita kolab?"

"Maksudnya?" tanya Kaisha, Linda, Mita, dan Desi serempak.

KEEP ON DANCINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang