10

2 1 0
                                    

Setelah selesai berlatih setengah lagu, mereka memutuskan untuk beristirahat sejenak dengan duduk santai di sofa dan menonton televisi. Kebetulan sekali Mita menyediakan air dingin, mereka segera minum untuk menyegarkan tenggorokan mereka. Tentu saja si tuan rumah juga menyuguhkan beberapa cemilan.

"Kamu udah nyiapin koreo selanjutnya?" tanya Kaisha pada Linda yang sedang memakan keripik kentang.

Gadis itu mengacungkan jempolnya di depan wajah Kaisha karena mulutnya masih asik mengunyah keripik dan tidak bisa menjawab. Kaisha yang mengerti hanya menganggukkan kepalanya lalu kembali menatap layar televisi yang sedang menayangkan serial anak sekolah di salah satu kanal.

Lima belas menit kemudian mereka kembali berlatih karena energi mereka telah kembali lagi. Sebelum memulai berlatih gerakan baru, mereka mengulang kembali gerakan yang telah mereka hafalkan beberapa waktu lalu. Tampaknya mereka sudah hafal seluruh gerakan, namun belum sepenuhnya kompak. Akhirnya mereka mengulang sekali lagi dan berusaha menyamakan gerakan dengan yang lainnya.

"Udah lumayan kompak nih kita. Sekarang mulai ngapalin koreo baru, ya," ujar Ria.

Desi memutar lagu di bagian tengah. Mereka mendengarkan lagu itu dengan saksama. Terdengar suara gamelan dengan sedikit sentuhan musik EDM. Terdengar begitu bagus, batin Kaisha. Sepertinya bagian ini lumayan menantang mereka untuk membuat gerakan yang seimbang dengan lagunya

"Waktu bagian ini gue bingung mau bikin gerakan yang gimana," jelas Desi.

Kaisha angkat bicara. "Kayaknya aku ada ide buat bagian ini."

"Jadi, Ria, Desi, sama Linda nari tradisional. Aku sama Mita nanti masukin modern dikit. Jadi dibagi dua gitu gantian-gantian," jelas Kaisha.

"Paham nggak?" tanyanya kemudian.

"Dikit sih, gimana kalo coba dicontohin." Linda merespon penjelasan Kaisha.

"Boleh."

Mita memutar bagian lagu yang dimaksud, kemudian Kaisha membagi dua kelompok. Di sebelah kanan ada dia dan Mita, sedangkan di sebelah kiri ada Desi, Linda, dan Ria.

"Jadi dua kali delapan pertama aku sama Mita freeze mode, kalian bertiga nari. Terus dua kali delapan selanjutnya gantian. Gimana?"

Linda menanggapi, "Boleh juga tuh. Sekarang kita bikin gerakannya dulu."

Mereka berpikir untuk menciptakan gerakan yang cocok. Setelah berpikir sebentar, beberapa dari mereka menemukan ide dan menggabungkan ide mereka sehingga membentuk gerakan yang bagus. Setelah gerakan selesai dibuat, mereka semua berlatih dan menghafalkan gerakan yang sudah jadi.

Tidak terasa mereka selesai berlatih dari awal lagu hingga selesai. Sekarang mereka menari lagi dari awal. Mereka semua sudah hafal namun belum terlalu kompak. Akhirnya mereka mengulang lagi agar lebih kompak dan berusaha lebih powerful lagi agar terlihat tidak lemas. Setelah sudah terlihat kompak dan powerful, mereka merasa sangat senang dan beristirahat lagi.

Kaisha masih belum merasa lelah, jadi ia memutuskan untuk menari sendiri. Baru-baru ini ia sangat menyukai salah satu grup Kpop yang bernama Dreamcatcher. Menurutnya, grup itu sangat energic dengan gerakan yang tergolong sulit dan cepat. Setelah melihat dance practice grup itu di youtube, ia merasa terdorong ingin mengcover dance mereka.

Akhirnya ia meminta ijin kepada Mita untuk meminjam speakernya. Temannya itu memperbolehkan dan ia segera menyambungkan bluetooth ponselnya dan memutar salah satu lagu dari Dreamcatcher yang berjudul Good Night.

Melihat Kaisha yang tengah asik menggerakkan badannya dengan lihai dan mendengarkan lagu yang powerful, Linda berjalan mendekati kawannya itu dan meminta agar diajari koreografinya. Mereka menikmati sekali alunan musik rock yang cocok untuk soundtrack anime itu.

....

Malam ini Kaisha merasa lelah sekali. Pikirannya terlalu fokus dengan latihan tari sehingga ia hampir lupa bahwa ia belum mengerjakan tugas Bahasa Indonesia. Ia segera duduk di kursi dan membuka tasnya yang tergeletak tanpa tersentuh dari kemarin. Ia mencari buku catatannya. Tangannya meraba-raba buku yang ada di dalam tas dan indra perabanya menemukan secarik kertas. Ia mengeluarkan kertas itu dan dibacanya.

'Jauhin Devan atau lo nggak bisa lagi ikut kompetisi dance!'

Begitulah isi pesan yang tertulis di kertas itu. Itu adalah kertas ancaman yang ia temukan bersama bunga kamboja di atas mejanya tempo hari. Perasaan takut kembali menjalari tubuhnya. Ia juga baru ingat bahwa ia menerima sebuah amplop dari seorang gadis pada saat jam istirahat. Ia segera mencari amplop itu dan dapat! Ia segera membukanya. Isinya secarik kertas yang sama dengan kertas sebelumnya. Ia segera membuka lipatan kertas itu dan menemukan tulisan dengan gaya yang sama dengan kertas sebelumnya.

'Gue nggak main-main dengan ancaman sebelumnya. Dan gue akan selalu ngawasin gerak-gerik lo! Jadi lo harus jauhin Devan!

Lo penasaran siapa yang naruh tiket kompetisi itu? Yang naruh itu gue. Jadi kalo lo mau tetep bisa ikut kompetisi itu, lo harus ikuti perintah gue. Jauhin Devan!'

Di bagian bawah surat itu tertulis sebuah kalimat lagi.

'Lo nggak perlu tahu siapa gue, tapi gue tahu lo.'

Rasa takut yang dirasakannya semakin menjadi. Jantungnya berdetak lebih cepat. Keringat dingin mulai keluar. Ia belum pernah mendapatkan surat ancaman seperti ini. Dan ia juga tidak tahu siapa dalang di balik surat-surat ini. Siapa yang tega menerornya seperti ini? Dan apa hubungannya dengan Devan? Bukankah dirinya tidak dekat dengan pemuda itu? Apa si pengirim surat salah sasaran? Apa salahnya pada si pengirim surat? Ia merasa tidak punya musuh. Lalu mengapa ia mendapatkan kertas berisi ancaman seperti itu? Dan yang paling mengejutkannya adalah pelaku yang menyelipkan tiket kompetisi dance itu di bukunya adalah si pengirim surat! Itu adalah suatu fakta baru yang menjawab pertanyaannya selama ini sekaligus memunculkan pertanyaan baru.

Ia sangat bingung. Pikirannya kacau. Niat awalnya yang ingin mengerjakan tugas menjadi lebur seketika dan terlupakan begitu saja. Semua pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepalanya. Ia merasa pusing dan tidak tahu harus berbuat apa. Ia hanya ingin lari dan melupakan kejadian ini. Hanya tidur yang bisa membantunya. Ia meremas kertas-kertas itu dan membuangnya di tempat sampah kecil di samping meja belajar lalu ia beranjak dari kursi dan merebahkan diri di tempat tidur. Ia berusaha menutup matanya dan berharap dapat segera tidur dan masuk ke dalam dunia mimpinya. Ia hanya ingin melupakan ancaman-ancaman itu.

Lima menit, sepuluh menit, ia belum juga tidur. Pikirannya masih dipenuhi oleh benang kusut yang tidak berujung dan ia tidak bisa mengeluarkan benang itu dari kepalanya. Ia butuh pertolongan, namun ia tidak bisa menghubungi Linda karena pasti temannya itu sudah tidur. Ia tidak tahu harus bercerita kepada siapa lagi selain Linda karena hanya gadis itu yang paling dekat dan paling dipercaya olehnya.

Ia membuka matanya dan minum air putih yang berada di meja nakas. Ia selalu menyediakan segelas air di malam hari karena ia tidak perlu lagi keluar kamar jika ingin minum. Setelah meminum air putih itu dua teguk, ia kembali meletakkan kepalanya di bantal dan mencoba memejamkan mata. Ia berharap kali ini ia bisa tidur dengan cepat.

Halo semua^^
Apa kalian suka dengan bab ini?
Kalau kalian suka jangan lupa vote dan komen yang banyak ya^^
Terima kasih🙏

KEEP ON DANCINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang