9

2 1 0
                                    

Di atas meja Kaisha terdapat pot bunga kamboja yg dibeli orang tempo hari dengan secarik kertas bertuliskan sesuatu. Ia membaca tulisan itu dan merasa terkejut karena yang tertulis di sobekan kertas itu adalah sebuah ancaman. Sesegera mungkin ia memasukkan kertas itu ke dalam tas agar tidak ada orang yang membacanya. Untung saja belum ada yang datang karena dia datang paling awal di kelas. Lalu dengan senatural mungkin ia membawa pot bunga itu ke depan kelas dan meletakkannya di jejeran pot bunga lainnya yang memang sengaja dibuat hiasan agar kelas tampak hijau. Dengan begitu murid lainnya tidak akan curiga dan hanya menganggapnya sengaja membawa tanaman dari rumah.

Setelah itu ia berjalan kembali masuk ke kelas dan duduk di tempat duduknya semula. Kemudian ia mengeluarkan buku catatannya dan membolak-balikkan halaman demi halaman, berusaha tenang. Beberapa kali ia menarik napas dan mengembuskannya untuk mengontrol detak jantungnya. Walaupun masih terkejut dengan pesan itu, ia tetap berusaha tenang seakan tidan terjadi apa-apa. Beberapa menit kemudian teman-temannya mulai datang.

Terlihat Linda memasuki kelas dan duduk di kursinya. "Besok jadinya latihan jam berapa?" tanyanya pada Kaisha.

"Jam sembilan." Linda hanya mengangguk tanda mengerti.

Besok adalah hari Sabtu, mereka berencana berlatih menari untuk tugas minggu depan yang diberikan oleh Bu Christin tempo hari. Kaisha sangat bersemangat sekali menantikan hari esok. Untung saja besok ia ada waktu luang. Tentu saja keempat temannya yang lain yaitu Desi, Linda, Ria, dan Mita juga telah menyetujui rencana latihan mereka. Mereka akan berlatih di rumah Mita.

Pelajaran sejarah berlangsung dengan lancar seperti hari-hari biasa, di mana sang guru sibuk bercerita mengenai bagaimana sengitnya perang dingin antara Amerika dengan Uni Soviet yang bersaing menciptakan alat-alat canggih demi mendapatkan pengakuan dunia sebagai negara terhebat. Siswa yang duduk di depan masih mendengarkan dengan rasa penasaran, sedangkan yang di bagian belakang sibuk bersender di tembok dan ada juga yang meletakkan kepalanya di atas meja.

Setelah pelajaran sejarah selesai, dilanjutkan dengan matematika. Kalau otak Kaisha bisa berteriak, suaranya sudah terdengar beberapa waktu lalu. Detik demi detik berlalu, terasa lambat sekali. Ia ingin cepat-cepat mendengar bel istirahat. Ia yakin tidak hanya dirinya yang berpikiran seperti itu, namun seluruh murid di sekolah juga pasti setuju dengannya. Apalagi materi hari ini sulit sekali dicerna otak. Ia menjadi kasihan dengan otak kecilnya.

"Belnya masih lama ya?" tanya Linda yang mengerutkan dahinya. Ia terlihat sudah tidak betah lagi. Perutnya terasa mual karena rumus-rumus yang terpampang jelas di papan tulis.

"Setengah jam lagi." Kaisha juga semakin tidak sabar.

Setengah jam berlalu dan raut wajah gembira para siswa tak bisa terbendung lagi. Guru matematika itu keluar kelas disusul dengan beberapa anak. Kaisha tetap duduk di kursinya dan mengeluarkan sebuah snack yang dibawanya dari rumah. Linda telah meninggalkannya untuk mengisi perutnya yang kelaparan.

Seorang gadis dari kelas sebelah memasuki kelas dan berjalan mendekatinya. Gadis itu memberikan sebuah amplop putih yang tidak diketahui isinya.

"Ini dari siapa?" Kaisha bertanya pada gadis berkacamata itu. Gadis itu berkata ia dilarang memberi tahu orang yang memberi amplop itu. Kemudian Kaisha berterima kasih dan gadis itu segera pergi.

Sebenarnya ia penasaran dengan isi amplop itu, namun ia tahan rasa penasarannya itu dan memasukkan amplop itu ke dalam tas.
....

Kaisha merasa lelah hari ini. Bagaimana tidak, setelah sekolah berakhir, ia ada jadwal latihan dance dan setelah itu ia bekerja di toko bunga. Untung saja Bu Sinta memperbolehkan ia datang sedikit terlambat karena ia tidak bisa meninggalkan latihan dancenya, kebetulan teman-temannya akan mengikuti kompetisi antarsekolah dan dia yang dimintai membuatkan koreografi.

Setelah makan malam, ia mencuci mukanya dan menjalani ritual malamnya kemudian ia segera beranjak tidur karena badannya sudah terlalu pegal. Tanpa memikirkan apa-apa lagi, matanya terpejam.

....

Kaisha sudah segar setelah mandi pagi ini. Hari ini ia dan teman-temannya akan berlatih menari di rumah Mita. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sembilan. Kini ia telah rapi mengenakan kaos putih polos dan celana jogger berwarna hitam. Tidak lupa ia juga memakai jaket crop putih untuk melindunginya dari terik sinar matahari sewaktu di perjalanan menuju ke rumah Mita.

Ia kemudian keluar dari kamarnya untuk sarapan dan berpamitan kepada mamanya.

"Mita yang di komplek sebelah itu?" tanya ibunya.

"Iya, Ma," jawab Kaisha.

"Yaudah Kaisha pergi dulu ya," lanjutnya seraya mencium tangan wanita yang melahirkannya itu.

Setelah sampai di depan rumah bertembok putih itu iya menekan bel dan tidak lama kemudian keluarlah sang tuan rumah, yaitu Mita. Gadis itu mengajak Kaisha masuk. Ternyata temannya yang lain sudah datang.

Karena sudah lengkap semua, mereka menuju ke halaman belakang rumah yang cukup luas dan cocok untuk tempat mereka berlatih. Rumah Mita memang besar, namun hanya dihuni oleh lima orang saja, yaitu Mita dan orang tuanya, seorang asisten rumah tangga, dan supir pribadi. Gadis itu sebenarnya memiliki seorang kakak, namun kakaknya sedang kuliah di luar negeri.

"Des, lo udah nyiapin lagunya, kan?" Mita mulai menyiapkan speaker yang dimilikinya.

"Udah dong."

"Yaudah, pertama kita dengerin lagunya dulu," ujar Linda.

Mereka mendengarkan lagu yang telah disiapkan oleh Desi sebelumnya. Mereka berlima menyukai lagu itu. Akhirnya mereka setuju untuk menggunakannya dan mulai pemanasan.

"Oke. Kan intronya pake gamelan, gimana kalo kita masuknya pake selendang? Kebetulan gue udah bawa nih selendangnya buat berempat." Ria membuka ranselnya dan mengeluarkan selendang dengan warna yang berbeda.

Setelah mereka mengikatkan selendang di pinggang, mereka berbaris sesuai dengan arahan Mita. Ia mengajari gerakan tari pada awal lagu.

"Udah bisa, kan?" tanya gadis itu dan semuanya mengangguk.

"Habis ini kan yang modern, berati gantian kalian nih yang ngajarin," kata Mita kepada Kaisha dan Linda.

"Aku dulu ya, Lin." Kaisha menunjukkan koreo yang muncul di kepalanya setelah mendengarkan lagu.

"Jadi delapan hitungan pertama kita bounce, lalu slide dua kali. Jadi aku sama Desi ke kiri, Mita sama Linda ke kanan, lalu Ria ke depan," jelasnya seraya mempraktikkan gerakan.

Mereka memutar bagian lagu yang masih mereka pelajari. Percobaan pertama masih tanpa lagu, namun dengan hitungan. Lalu percobaan kedua mereka mencobanya dengan hitungan yang lebih cepat. Dan percobaan selanjutnya mereka mencobanya dengan lagu.

"By the way gue masih suka takut nabrak Linda nih, soalnya kan gue mundur." Desi sedikit masih merasa takut dengan perpindahannya.

"Oke kalo gitu kita coba lagi," ucap Kaisha.

"One two three for five six seven eight," lanjutnya dengan diikuti oleh yang lainnya dengan hitungan yang pelan agar mereka lebih mantap lagi.

Halo semua^^
Gimana sama bab ini? Apa kalian suka?
Kalo kalian suka jangan lupa vote dan komen sebanyak-banyaknya ya^^
Terima kasih^^

KEEP ON DANCINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang