15. Saatnya Merelakan

2.4K 394 85
                                    

"Percuma gue pinter, berbakat, sukses, ataupun ganteng. Kalo gak ada cinta di hidup gue?" Mahes menatap sendu pemandangan langit sore di atasnya.

Sekarang dirinya sedang berada di tanah lapang yang sama di mana dulu ia sering menghabiskan waktunya dengan Cey dan Oci.

Jujur tempat ini sudah tidak lagi mengingatkannya tentang sahabatnya, namun tertuju kepada gadis manis pemilik pipi tupai menggemaskan.

Ia masih bisa melihat pemandangan gadis itu berlarian ke sana kemari karena selalu merasa bebas ketika ia mengajaknya ke sini. Bisa Mahes tarik lagi kata-katanya dulu? Nyatanya ia memang sudah jatuh hati kepada Oci sejak insiden hari pahlawan.

"Oci kamu di mana?"

"Gimana rasanya? Rasa jadi orang yang udah berhasil membalaskan dendamnya?" Sebuah suara mengintrupsi lamunannya.

Mahes menoleh, betapa bahagianya dia sekarang ketika mendapati pria ini lagi di sampingnya. "Mil? Kok di sini?"

Miles hanya mengedikan bahunya, "Cari angin, udara di sana beda banget sama di sini."

"Maksudnya?"

"Bacotlah, diem aja lu." Miles mengomel tapi malah merebahkam tubuhnya di samping sahabatnya.

"Sorry." ucap Mahes tulus.

"For what?" tanya Miles datar.

"Everything, tentang bales dendam gue, perasaan lu, dan tentang Oci."

Miles terkekeh pelan, "Walaupun telat setidaknya lu bisa sadar. Bagus deh. Tapi gak semua orang punya hati kayak gue Hes."

"Maksudnya?"

"Gue bisa maafin lu buat semuanya, karena gue juga salah gak ngelarang lu waktu itu. Tapi apa Oci bisa?"

Ucapan Miles barusan seolah menikamnya sampai menembus ke ulu hati serta jantungnya, rasanya sangat sesak. "Lo bener. Dia pasti udah benci gue."

"Banget." sahut Miles.

Mahes menghela napasnya kasar, "Lu kemana aja kemaren?"

"Nemenin perempuan yang lu cintai. Buat dia bangkit lagi dari keterpurukannya."

Sekali lagi Mahes kalah telak, ia sadar memang seharusnya Mileslah yang pantas untuk Oci. Miles mencintai Oci dengan tulus dan tak membiarkan gadis itu kesakitan. Tidak seperti dirinya, yang hanya bisa menorehkan luka.

"Dia gimana sekarang?" tanya Mahes menahan sesak di dadanya, setidaknya jika ia mengetahui kabar gadis itu perasaannya sedikit tenang.

"Lebih baik. Kita udah pacaran sekarang."

"Congrats, semoga kalian bahagia."

Sudah saatnya Mahes mengalah dan merelakan semuanya.

÷-÷

"Kalian ada masalah apa sih sebenernya sama Mahes?"

Keempat pemuda tampan itu kini sedang berkumpul di rumah Jeffrey. Ini semua atas permintaan lelaki betawi yang kelewatan kepo akan apa yang terjadi.

Jeka menatap Enzo dan Jeffrey bergantian. Jeffrey menghela napas, setidaknya ia harus bercerita jujur agar kejadian lama tidak terjadi lagi di antara mereka atau orang lain.

"Liat ini." Jeffrey melemparkan foto lama ketika ia, Enzo, Jeka, dan Mahes masih bersahabat akrab. Mereka masih menjadi murid baru di sekolah ini, masih berada di masa nakal yang sesungguhnya.

[2] Ketua PMR | Kim Mingyu ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang