Aku memberi jarak sebelum bercerita selengkapnya pada Sakya. Bagaimana awalnya aku terjebak dengan Arumi di suatu tempat.
"Arumi itu anak kepala dusun Tegalrejo. Dia masih SMA waktu itu. Posko KKN di sebelah rumahnya. Rumah milik ayahnya yang disiapkan untuk kami tinggal. Seminggu dua minggu aku nggak merasa ada yang janggal. Seperti kebanyakan remaja yang tertarik pada laki-laki."
"Dia cantik, ya?" tanya Sakya.
Aku melirik pada pria yang sedari tadi banyak diam. "Menurut kamu, Ran?" tanyaku.
"Hah? Kok tanya aku?"
"Kan kamu yang bilang ke aku, Arumi itu cantik, manis. Cuma sayangnya dia naksir aku. Ngaku nggak?" desakku.
Zafran mengubah posisi duduknya dan salah tingkah.
"What? Serius, Ran? Mau elu jadi penampungan?" sergah Sakya.
"Sialan lu! Nggak gitu, Bro! Ah, elu mojokin gua lu!" sungut Ran.
"Lah, emang bener gitu. Tengsin?" cibirku.
"Eh, kenapa malah bahas gua? Ah, elu, Van! Jangan lempar bola, deh," protes Ran menyadari kini dia yang menjadi pembahasan.
"Ini kenyataannya, Bro. Akui sajalah," kelakarku. Aku melihat wajah Ran kesal sekaligus malu.
"Ya, oke, oke. Aku ngaku."
"Ngaku apa?" tanyaku lagi.
"Anjrit! Ngaku kalau aku pernah suka sama Arumi. Puas?!" Ran tampak emosi.
Sementara itu aku tertawa lebar. Aku merasa sangat bahagia berhasil membongkar aib sahabatku sendiri.
"Astaga ...." Sakya menggeleng sambil tertawa.
"Udah, ah. Lanjutin, Van!" potong Ran.
"Pagi itu aku ke telaga, habis subuhan. Di telaga ada beberapa orang sedang menjala ikan. Jarak dari tempatku duduk lumayan jauh. Tapi mereka bisa mengenaliku dan menyapa."
Aku menarik napas pelan.
"Terusin, Van."
"Aku kaget tiba-tiba ada Arumi. Matanya bengkak seperti habis menangis."
"Dia ngomong apa?" tanya Ran serius.
"Ya, intinya dia minta aku terima cintanya. Dia kecewa aku menjauhi dan jaga jarak dengannya. Dia sedih."
"Elo benenan nggak tertarik sama tu bocah?" tanya Sakya.
Aku menggeleng. Arumi buatku adalah adik kecil yang manja. Jika aku menyayanginya, sebatas hanya pada seorang adik. Tidak lebih.
"Elo lupa gua sudah punya Ai."
"Ah, iya. So-sorry. Elo kan tipe pria setia ya, Bro? Nggak macam dia, nih!" tunjuk Sakya kepada Ran.
"Apaan, sih. Kenapa gua. Gini-gini juga gua setia," bantah Ran.
"Eh, kalau elu setia ngapa Lala kabur?" tanyaku mengejek.
"Bukan jodoh, Bro. Ah, sudahlah bukan dia fokus pembicaraan kita sekarang ini." Ran berdalih untuk mengalihkan pembahasan tentang hubungannya dengan Lala.
"Paling bisa mengalihkan isu!" Aku tertawa.
"Lanjut, Van," pinta Sakya.
"Justru masalahnya di saat aku mencoba menjaga kesetiaan, dia membuat rumit posisiku."
"Maksudnya?" tanya Sakya.
"Ya, aku jelasin lagi. Seharusnya dia fokus sama sekolahnya. Masa depannya."
"Dia terima?"
"Aku lihat dia mengangguk. Sepertinya dia patuh. Aku lega."
"Terus?"
Aku terdiam. Aku berusaha mengumpulkan segenap kekuatan untuk bicara lagi.
"Aku nggak tahu gimana awalnya, tiba-tiba dia nyebur ke telaga."
"Hah?!" Sakya terkejut. "Terus? Dia?"
"Ya, aku spontan nyebur. Mengangkatnya ke darat, memberinya CPR." Aku menghela napas. "Aku sempat kesal dan bicara agak keras dengan tindakannya. Kalian tahu, apa jadinya kalau aku tertuduh menjadi penyebab tenggelamnya."
Aku menarik napas, menata suaraku yang bergetar menekan emosi. Tanganku membungkus jemariku yang lain dan menopang dagu. Aku menyesal telah emngingat peristiwa itu lagi.
"Setelah itu, kamu biarkan Arumi pulang sendirian. Benar, 'kan?"
"Aku sudah menawarinya, tapi ditolak," jelasku.
"Tapi dia baru tenggelam, Van!"
"Aku tahu. Aku juga khawatir. Aku susul dia di rumahnya. Tapi Arumi nggak mau temui aku."
"Sudah itu?" tanya Ran lagi.
"Itu hari terakhir aku KKN. Besoknya aku pamit pulang. Dan kuliah seperti semula."
"Kenapa berita itu muncul lagi tahun ini?"
Aku menggedikkan bahuku. Aku mencurigai ada pihak yang dengan sengaja mengangkat kembali peristiwa ini. Namun, aku enggan mengutarakan hal ini pada Ran dan Saky. Aku ingin bukti yang lengkap sebelum menuduh seseorang sengaja melakukan ini untuk memojokkanku.
#20
#onedayonepart
#liezerswritingproject
KAMU SEDANG MEMBACA
Tarot
Mystery / ThrillerSekumpulan pasangan muda-mudi yang diramal dengan menggunakan kartu tarot. Masing-masing diramal. Awalnya mereka tidak memercayai sebuah ramalan. Akan tetapi satu per satu ramalan itu terjadi. Bahkan seperti kutukan. Semakin lama kenangan itu sepert...