Aku sampai di sebuah rumah yang tampak seperti rumah biasa. Maksudku bukan rumah seorang pembaca tarot atau sebangsanya. Ini di luar ekspektasiku tentang Madam El. Aku membayangkan kediamannya akan mirip dengan pembaca tarot di pasar malam waktu dulu. Seram, gelap, sunyi, dan berbau aneh semacam dupa.
"Ini rumahnya?" tanyaku.
"Ya, rumah juga tempat prakteknya."
"Dia ...."
"Dia bukan paranormal. Dia pembaca kartu tarot. Di lulusan psikologi."
"What?"
"Kenapa? Kaget? Kamu pikir tarot gak bisa dipelajari?"
Aku makin bingung. Setahuku, tarot erat hubungannya dengan magic. Kekuatan supra natural dan klenik. Karena si pembaca bisa menebak masa depan seseorang. Kekuatan apa lagi yang bisa menerawang hal yang akan terjadi nanti, jika tidak ada hubungannya dengan kekuatan magis.
"Yuk!" Reyla menarik tanganku.
Aku sempat terkesiap, tetapi aku membiarkan tangannya menarik tanganku sampai di teras rumah bercat putih. Rumah ini terdiri dari dua bagian. Pintu tengah yang berada di hadapanku dan pintu lain yang posisinya di sisi kanan, semacam paviliun. Pot bunga beraneka jenis tertata rapi di teras. Bahkan di sudut paviliun ada semacam taman kecil yang asri. Berada di sini seakan berada di daerah perbukitan yang sejuk. Atap berbahan akrilik bening memberikan kesan terang. Di temboknya ditutupi tanaman menjalar yang menutupi seluruh tembok. Penataan eksterior yang sempurna telah menepis kesan mistik seperti anggapanku sebelumnya.
"Va?" Tangan Reyla melambai.
"Hah? Hmm ...."
"Kamu kenapa bengong? Madam El nyapa kamu dari tadi."
Astaga. Apa benar aku melamun sejak tadi, sampai-sampai tak melihat bahkan mendengar apa pun?
"Ma-maaf. Saya terkesima dengan suasana ... taman ... bikin tenang."
"Terima kasih. Ini salah satu terapi. Udara segar juga dapat menyingkirkan hambatan yang mengganggu proses berpikir saat cemas atau marah."
Aku mengangguk tanda memahami penjelasannya. Pantas saja, berada di lingkungan rumahnya ternyata mampu membuatku rileks.
"Kita mau ngobrol di mana? Di ruangan saya atau di sini?" tanya Madam El.
"Di ruangan saja, Madam." Reyla mendahului menjawab.
"Mari, silakan." Madam membuka pintu paviliun dan membiarkan aku dan Reyla memilih kursi.
Kembali aku mengedarkan pandanganku. Ruangan yang dari luar kelihatan kecil ternyata luas sampai di dalam. Eksteriornya sudah membuatku takjub, tak kalah rapi dan menenangkan interior rumah ini.
"Em ... saya boleh bertanya, Madam?" tanyaku mengawali.
Madam El memandangku dengan senyuman. "Tentu, silakan."
"Mengapa dipanggil Madam? Apakah Anda seorang–"
"Paranormal?" Dia tergelak. "Saya juga bingung kenapa orang-orang memanggil saya 'Madam'? Padahal saya psikolog, bukan dukun. Barangkali karena saya juga memiliki kemampuan membaca kartu tarot jadi saya dipanggil Madam."
"Anda risih?" tanyaku lagi.
Dia menggeleng.
"Lala cerita dia ke sini bawa teman prianya. Jadi ini, La?" tanya Madam.
Sontak aku menoleh, mencari jawab kebenaran ucapan Madam. Sialan, Rayla sudah merencanakan ini sebelumnya.
"Emm ... gini-gini. Sorry sebelumnya, Van. Kamu yang paling ragu tentang ramalan kita berenam. Termasuk aku, sebenarnya aku sempat mikir, kok sama dengan ramalan dulu, ya. Walaupun beda waktu, intinya ramalan itu benar terjadi. Cuma ... setelah ketemu kamu dan hanya kamu yang tiba-tiba membahas lagi. Aku jadi ragu, Van."
Rayla terdiam. Sepertinya dia merasa bersalah telah melibatkan aku. Aku menghela napas ringan. Percuma juga sekarang aku marah-marah. Sudah terlanjur aku berada di sini.
Perempuan bersahaja bernama lengkap Fidelya Gayatri itu memasang senyumnya. "Kenapa kamu munculkan peristiwa itu?'
Aku menggeleng. "Entahlah. Hampir setiap malam saya mimpi."
"Mimpi tentang apa?"
Aku tertunduk. "Seseorang yang tenggelam."
"Apa yang terjadi?"
Aku menceritakan kejadian di tepi telaga. Sudah berulang kali aku menceritakan hal ini. Aku hanya berharap jalan keluar.
Madam kemudian menjelaskan awal mulanya dia tertarik tarot dan mempelajarinya. Berkali-kali dia menandaskan tarok bukan mistis. Tarot hanya memberikan rambu-rambu yang pada akhirnya manusialah yang akan memilih solusi.
"Tarot hanya media, hanya alat."
Aku mendengarkannya.
"Pada dasarnya ramalan akan menjadi sugesti dan masuk ke alam bawah sadar kita. Apa yang kita yakini akan sangat mempengaruhi cara berpikir kita dan pengambilan keputusan. Karena pada dasarnya manusia ingin mengendalikan hidupnya, termasuk mengendalikan masa depan."
[mampir ya biar author nya semangat]
KAMU SEDANG MEMBACA
Tarot
Mystery / ThrillerSekumpulan pasangan muda-mudi yang diramal dengan menggunakan kartu tarot. Masing-masing diramal. Awalnya mereka tidak memercayai sebuah ramalan. Akan tetapi satu per satu ramalan itu terjadi. Bahkan seperti kutukan. Semakin lama kenangan itu sepert...