Part 14

5 0 0
                                    



Aku menyikut perut Zafran untuk menghentikan tawanya. Aku jengah mendengarnya terkekeh menertawakan kejadian barusan.

"Giman, gimana. Coba ceritakan rasanya dapet psien yang kayak tadi. Masih ada stok ngga, Van? Buat gua."

"Kamu mau? Ambil!"

Kembali Zafran tergelak. Wajah kesalku tak mampu lagi aku tutupi.

"Van, ati-ati, loh. Kamu bisa jatuh cinta!"

"Kayak judul lagu? Nggak lucu, Ran!"

Tak ayal aku tertawa mendengar celetukanku sendiri. Kami tertawa bersama. Menertawakan diri sendiri. Sore yang teduh. Di atap gedung selatan rumah sakit terlihat sekawanan burung terbang bersama. Beriringan melintasi langit di atas gedung. Sekejap aku teringat kami berenam.

"Sudah lama kita nggak ngumpul berenam ya, Ran?" tanyaku.

"Iya. Terakhir kita ngumpul nikahan Lani." Zafran menghela napasnya. "Sudah lama."

"Kayaknya cuma Nia sama Saky yang aman."

"Aman dari ...." Aku menggantung kalimatku.

"Dari Tarot."

"Belum tentu. Kan kita nggak pernah ketemu Sakya tau Nia."

"Kamu masih ingat kartunya?"

"Emm ...." Keningku berkerut berupaya mengumpulkan kepingan memori waktu itu. "Tentang kepercayaan. Ada orang di dekatnya yang pura-pura baik ternyata fake!"

"Ah, iya. Ramalan mereka tak seburuk punya kita."

"Ran!" panggilku. "kamu percaya ramalan itu?"

"Yaa ... gimana, ya. Gak percaya kok kejadian?" ucap Zafran.

"Kebetulan yang pas." Aku mengembuskan napas.

Sore itu kami hanya mengobrol di kursi taman rumah sakit. Hingga sore membawa kami menyelami kembali lautan masa lalu. Semakin dalam semakin banyak pertanyaan tentangnya. Semua ini tentang 78 buah kartu bergambar itu. Tarot!

#15

#onedayonepart

#liezerswritingproject

TarotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang