Aku masih menimang surat lusuh itu di tangan. Aku masih belum bisa mencerna dengan baik, kalimat Arumi ini. Apakah ini hanya gertakan, atau memang benar gadis itu mengambil langkah bodoh setelah aku benar-benar tak mengacuhkannya. Bahkan, surat ini baru aku buka empat tahun setelahnya. Jadi benar, Arumi mati karena aku. Berita online itu ternyata benar, bukan rekayasa.
"Ya, Tuhan ... betapa pecundangnya aku," bisikku lirih.
"Van!"
Aku terkejut dan hampir menjatuhkan surat yang kupegang. Ternyata Mama kembali ke ruang tamu.
"Van, Mama baru ingat sesuatu."
"Tentang apa, Ma?"
"Dulu, Mama lupa kapan. Waktu itu seingat Mama kamu nggak ada di rumah. Temen kamu nitipin surat."
"Surat? Surat ini? Siapa, Ma?" tanyaku beruntun sambil menunjukkan surat yang kupegang.
"Mama lupa bentuknya, tapi sepertinya yang kamu pegang itu."
"Siapa yang antar?" tanyaku penasaran.
"Temen kamu yang ... ah, siapa namanya, ya. Z-zaf? Ada temen kamu namanya Zaf-Zaf?"
Mataku terbeliak. Otakku berusaha mengais memori yang hampir tertiup masa. Masih menempel cukup jelas di telingaku, obrolanku dengan Zafran dan Sakya yang membawa canda sekaligus banyak cerita. Salah satunya aku teringat pada surat ini dan Mama, teringat siapa yang mengirim surat ini. Apakah Zafran terlibat? Atau aku yang terlalu cepat menyimpulkan? Aku harap tidak.
"Eh, Van! Mau ke mana lagi? Baru juga pulang," cegah Mama.
"Ada urusan, Ma." Aku bersiap beranjak dari lantai.
"Nggak bisa besok aja? Udah malam! Angin malam nggak baik untuk kesehata. Bukan begitu, Pak Dokter?" gurau Mama.
Aku tertawa. Mama benar. Besok selesai praktek dan visite pasien, akan aku temui Ran.
#24
#onedayonepart
#liezerswritingproject
KAMU SEDANG MEMBACA
Tarot
Gizem / GerilimSekumpulan pasangan muda-mudi yang diramal dengan menggunakan kartu tarot. Masing-masing diramal. Awalnya mereka tidak memercayai sebuah ramalan. Akan tetapi satu per satu ramalan itu terjadi. Bahkan seperti kutukan. Semakin lama kenangan itu sepert...