Part 16

7 0 0
                                    


"M-maaf, Dok. Ini kenapa artikel baru, ya? Kejadiannya sudah lama, hampir empat tahun lalu."

Dokter sanusi mengerutkan keningnya. Sepertinya Dokter senior ini sedang berpikir. Aku merogoh ponselku dan mencari berita tersebut di media online yang tertera di sana. Sungguhn aneh jika berita ini diangkat setelah empat tahun. Selama ini, aku tidak pernah mendengar berita tentang Arumi. Bahkan, penduduk Dusun Tegalrejo melepasku dengan haru.

"Kamu yakin?" tanya Dokter Sanusi.

"Yakin, Dok. Sangat yakin." Jawabanku mantap.

"Kamu punya musuh?" tanya Dokter Sanusi kemudian.

"Musuh? Sepertinya tidak. Dokter punya Analisa apa?"

"Kamu bilang ini berita lama. Bisa saja ada ornag yang kecewa, lalu sengaja menaikkan berita ini."

Aku mencoba mencermati analisis atasanku ini.

"Kamu yakin Arumi dalam keadaan baik sebelum kamu pulang? Atau setelah kamu selesai KK napa kamu tidak mendengar berita tentang Arumi?"

Aku menggeleng. "Seingat saya tidak, Dok."

Kepala Rumah Sakit Baharumi Medika ini menghela napasnya. Tangannya saling bertautan. Aku memerhatikan wajahnya yang tiba-tiba menegang.

"Dokter harus mengambil langkah cepat sebelum berita ini menyebar sampai ke ketua yayasan. Saya pribadi tidak bisa membantu kalau mereka punya bukti yang kuat atas kasus ini. Sebaiknya Dokter segera bertindak."

Bertindak?

Sejenak hawa panas menjalar di dada. Rahangku mengeras. Bibirku terkatup demi mendengar penjelasan Dokter Sanusi ini. Seketika kepingan memorinya empat tahun lalu muncul di benaknya. Dan kemunculannya sedang bercanda dengan karirnya sebagai dokter di rumah sakit ini.

Tanganku mengepal kuat. Aku harus mengusut siapa pelakunya. Harus!

***

"Ran! Kita harus ketemu!" ucapku di telepon.

[Kapan? Aku ada jadwal ke proyek sejam lagi. Selesainya paling tidak empat jaman. Ada apa, sih?]

"Nanti saja aku cerita. Aku tunggu kabar dari kamu, Ran."

[Oh, ya. Sakya ada telpon kamu?]

"Sakya? Ada apa sama tu anak?" tanyaku keheranan.

[Dia ngajak ketemu nanti malam. Apa sekalian aja kita ngumpul?]

"Oke. Boleh juga."

Aku menutup sambungan telepon Zafran. Namun, otakku seolah sedang mencerna data baru yang masuk. Sakya? Ada apa gerangan dengannya? Apa masih ada kaitannya dengan kartu-kartu masa lalu itu? Ah, andai benar, apakah masih bisa disebut kebetulan?

#17

#onedayonepart

#liezerswritingproject

TarotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang