Aku berjalan dengan lemah ke kamar mandi. Ternyata, kemarin aku tidak bermimpi berkunjung ke dunia itu lagi, melainkan pergi ke mimpi yang lainnya. Setiap orang pasti memiliki mimpi yang berbeda-beda, tapi aku tidak siap dengan itu.
Mendesah kecewa, aku menggosok gigi dengan perlahan. Dengan cara apa aku bisa ke sana lagi? Rasa keingintahuanku terus-menerus membuatku harus pergi ke dunia itu. Entah kenapa, aku merasa ingin terus-menerus ada di sana.
Aku menggerutu saat Geya mengirimiku sebuah pesan yang cukup membuatku jengkel.
Isi pesan itu;
'Sekarang jadwalnya kamu piket, kan? Aku akan menjemputmu, tunggu saja di rumahmu! Jangan lupa untuk membawa buku matematika.'
Memangnya dia siapa yang berhak mengaturku? Aku akan berangkat sendiri, menaiki bus sekolah ataupun jalan kaki. Aku juga akan memberitahunya kalau aku tidak membawa buku matematika, sebagai alasan.
Kebetulan ibu sedang tidak ada di rumah, jadi aku langsung pergi saja ke halte bus. Baru saja aku akan duduk di kursi halte, tapi hatiku merasa kalau aku sudah menunggu bus ini sejak lama. Akhirnya, aku berjalan kaki ke sekolah.
Daripada badanku tidak digerakkan sama sekali, mungkin akan terasa kaku bagai air yang sudah menjadi es. Bersenandung, meloncat-loncat, dan terkadang berlari. Kini, aku malah kebosanan dan juga kecapekan.
Aku menyesal tidak menunggu bus saja tadi, tapi daripada harus berlama-lama menunggu, lebih baik berjalan saja, kan?
Suara klakson mobil, membuat aku terkejut. Tidak punya hati nurani sekali yang mengendarai mobil itu. Untung jantungku tidak keluar dari tempatnya, dan untungnya aku tidak memekik dengan kata-kata yang hanya aku mengerti.
Aku menoleh, kaca mobil terbuka, memperlihatkan wajah Geya yang menurutku menyebalkan itu. Ia tersenyum, sedangkan aku menatapnya sinis.
"Kusuruh kamu menunggu di rumah, kenapa tidak mau menuruti kemauanku, sih?" Aku memutar bola mataku, terlalu malas dengannya. Apa di kota Jakarta ini hanya aku yang bisa ia manfaatkan? Bukankah masih banyak ratusan, atau bahkan ribuan orang yang lebih baik untuk dimanfaatkan daripada aku?
"Tidak usah menjemputku, jangan seperti orang yang tidak memiliki pekerjaan, deh!" ujarku, dengan tatapan sinis yang terus bertahan di wajahku.
"Nah, sebab itu aku menjemputmu, karena ada pekerjaan. Aku belum mengerti dengan tugas matematika, dan aku ingin melihat punyamu." Aku mengernyit, kesal dengan alasannya yang membuatku tak bisa membalas.
"Kalau guru sedang menjelaskan, seharusnya kamu memerhatikan!" Aku bersuara dengan keras, berharap ia akan meninggalkanku karena aku terlalu kasar padanya.
Namun, melihatnya tersenyum membuat harapanku gugur begitu saja. "Masih ada kamu, kenapa aku harus memerhatikan guru?"
Yang benar saja?!
☆゚.*・。゚☆☆゚.*・。゚☆☆゚.*・。゚☆
Beberapa kilat cahaya membuatku harus menutup mata saking silaunya. Namun, ada satu yang membuatku membuka mata, dan melihatnya dengan mata yang membulat.
Salah satu dari pemilik kilat itu tak sengaja menabrakku, dan ia terpental. Sekarang aku baru menyadari sesuatu, kalau aku tengah berada di dunia mimpiku. Dunia yang membuat rasa penasaranku meninggi.
Aku mendengar ia mengaduh, dan juga meringis. Sesekali ia mengeluarkan kata-kata umpatan, membuat telingaku berdengung mendengarnya. Sekarang ia mendongak, membuat aku bertatapan dengannya.
"Siapa kamu?"
Aku tersentak, mengerjapkan mata, kemudian baru aku sadari sesuatu, ia tampan. Aku mengetuk kepalaku sendiri dengan telapak tanganku keras-keras, tapi rasanya sakit. Aku mulai ragu kalau ini mimpi.
"Kenapa ... mirip sekali dengan-"
Saat ia ingin melanjutkan pembicaraannya, sudah dipotong terlebih dahulu oleh orang yang aku sangka teman-temannya yang juga memiliki kilat.
"Hey! Kenapa malah diam saja, sih?! Kita sedang buru-buru, tahu!"
Ia---yang menabrakku---menelisikku dari atas sampai bawah, lalu ke atas lagi dan ke bawah lagi, begitupun seterusnya, sebelum temannya yang tadi kembali menyerukan sesuatu berupa umpatan.
"Sabar, bodoh!" jawab si yang menabrakku kepada temannya, dan sekarang ia berbicara kepadaku dengan mata yang sinis, "kenapa wajahmu bisa seperti putri kerajaan? Apa kamu memplagiatnya?"
Aku tercengang, tahu putri kerajaannya saja tidak, apalagi dengan wajahnya. Ia melenggang pergi begitu saja sebelum aku memprotes.
"Zelin!"
Astaga, rasanya telingaku tidak akan bisa mendengar apa-apa lagi. Aku membuka mataku, dan melihat ke sekelilingku, ternyata masih di mobil Geya. Berarti, tadi aku benar-benar bermimpi.
"Kamu itu tidur atau simulasi meninggal, sih?! Dari tadi aku membangunkanmu, tapi kamu tidak bangun-bangun juga." Aku memasabodohkan apa yang ia katakan, karena mataku sibuk memperhatikan sekitar.
Ternyata aku sudah berada di parkiran sekolah, dan aku langsung keluar dari mobil Geya begitu saja. Suasana di sekolah ini, benar-benar ramai. Apa ini sudah siang?
Aku berlari di sepanjang koridor, dan menyenggol orang-orang yang tak mau memberiku jalan untuk berlari. Tetapi aku terhenti tiba-tiba, mataku terpaku pada sesuatu yang letaknya di ujung koridor, tepat di depan mataku.
Dia ... orang yang tadi di mimpi menabrakku. Apa ini mimpi juga?
☆゚.*・。゚☆☆゚.*・。゚☆☆゚.*・。゚☆
Hai //lambai tangan.Maaf lama update (人*'∀`)。*゚
Untuk yang lupa awal cerita ini bagaimana, sila baca ulang, ya(≧▽≦) cuma sedikit, kok.Jangan lupa vote (untuk memberi dukungan), jika suka. Juga jangan lupa komen, kalau ada kesalahan berupa salah penempatan tanda baca, typo, dan lain sebagainya.
Share juga ke teman-teman Nctzen kalian, ya!
Jangan lupa juga untuk memasukkan cerita ini ke perpustakaan kalian, atau reading list (untuk ini, aku sangat berterima kasih) kalian, ya♡Terima kasih♡
See you in the next part♡
Salam manis,
Dini jodoh Renjun ( ꈍᴗꈍ)
KAMU SEDANG MEMBACA
Real Dream [SUDAH TERBIT]
FantasySudah terbit di Sinar Pena Amala [Fantasy-Fanfiction] [Sudah tamat] Setelah membaca buku cerita dengan ending yang menggantung, aku dihantui oleh mimpi tentang dunia lain. Aku mengira, ini semua hanya bunga tidurku. Namun, aku salah. Ternyata ini a...