Aku sudah bersiap pergi menuju ke hutan itu, untuk menyelamatkan sifat baik Geya. Dengan riang aku berjalan, sambil bersenandung, tak lupa juga lompatan-lompatan kecil.
Tapi tiba-tiba saja Haechan berhenti, membuatku ikut berhenti dan mendengkus karena kesal. Ia terkekeh pelan saat melihatku.
"Bukankah kita seharusnya membawa Geya?"
Aku baru ingat, jika kunci itu berada pada diri Geya. Untung saja baru beberapa langkah ke luar kerajaan. Jika sudah berada di dekat hutan, aku tidak akan sanggup untuk mengikuti mereka menjemput Geya.
"Tapi pasti Geya dijaga dengan ketat karena ibunya sudah tiada." Desya menimpali, dan kami semua menyetujui ucapannya.
Akan terlalu banyak membuang waktu jika harus melawan para prajuritnya. Atau kita akan terlambat menyelamatkan Geya.
"Bagaimana jika kita menculiknya saja?" Jisung bertanya, aku bahkan tidak percaya jika pikirannya sangat licik seperti itu.
"Boleh juga, kita akan berteleportasi, lalu menculiknya diam-diam."
"Kata siapa menculik itu secara terang-terangan?" tanya Desya kesal dengan ucapan Haechan.
"Terserah," kata Haechan yang sudah muak dengan Desya, dari wajahnya saja terlihat seperti itu.
Aku tertawa pelan, karena mereka sangat lucu.
"Siapa yang akan menculiknya?" Mereka semua diam saat aku bertanya. Tidak ada satu pun yang mau.
"Aku saja." Jeno maju satu langkah, aku benar-benar kagum padanya. Ia layaknya lelaki yang pemberani.
"Silakan teleportasi sekarang, Tuan Jeno." Aku terkikik geli saat Haechan bicara seperti itu. Ia terlihat meledek Jeno.
Jeno benar-benar berteleportasi sekarang, di depan mataku. Ia menghilang dalam sekejap, tapi ... bukankah ia bisa berlari secepat kilat?
Biarlah itu menjadi pertanyaan dalam otakku saja, karena jawabannya tidak perlu aku tahu.
☆゚.*・。゚☆☆゚.*・。゚☆☆゚.*・。゚☆
Menunggu beberapa menit memang sedikit membosankan, tapi itulah yang membuatku bersemangat.
Jeno sangat cepat dalam menjalani misinya sendiri, baru pergi sudah datang. Ia benar-benar patut diacungi jempol menurutku.
Selain pemberani, ia juga sangat cepat. Aku jadi ingin sepertinya. Karena bisa saja aku tidak perlu merepotkan siapapun lagi.
"Ayo kita berangkat!" ajak Haechan sambil berdiri dari duduknya. Ia menepuk-nepuk pundak Jeno dan tersenyum, seperti senyuman bangga.
Jeno menggendong Geya yang pingsan di punggungnya.
"Tidak bisakah kita berteleportasi saja?" Desya bertanya, ia mengerucutkan bibirnya. Menurutku ia sangat lebay, padahal hanya berjalan beberapa meter saja.
"Boleh!" Haechan menanggapi, dan langsung membuat sebuah lingkaran besar berwarna hitam—semacam black hole.
"Wah, portal!" seru Desya berjingkrak senang.
Aku tidak yakin bisa ikut dengan mereka menggunakan portal teleportasi itu. Selain karena lubangnya yang hitam, aku tidak akan tahu berapa jauh lubang itu menelanku.
Aku benar-benar takut, tapi demi sifat baiknya Geya, aku akan melawan semua ketakutanku. Aku pasti bisa!
Satu persatu kilat memasuki portal itu, dan yang terakhir bagianku dengan Desya. Kami berdua berpegangan tangan, saling meyakinkan bahwa tidak akan terjadi sesuatu yang buruk.
Saat masuk, rasanya aku seperti sedang memejamkan mata, karena saking gelapnya portal ini. Namun, baru beberapa detik aku masuk, tiba-tiba saja sudah keluar.
Aku merasa akan muntah, kepalaku seolah berputar-putar, dan aku ingin pingsan saking pusingnya. Benar-benar sesuatu yang buruk, menurutku.
Aku mencoba menutup mata, memfokuskan diriku agar tidak pusing. Setelah bisa—walau pusingnya tidak hilang semua—aku melihat pemandangan yang sangat menyeramkan.
Hutan dengan banyak pohon-pohon berwarna hitam kecokelatan, dan banyak juga bunga yang berwarna hitam. Aku langsung merasa takut dalam sekali kedipan mata.
Kelelawar berkeliaran di atas langit, dan langit seolah berwarna hitam gelap, seperti malam. Baru beberapa langkah memasuki hutan itu, tiba-tiba semuanya benar-benar gelap.
Cahaya matahari tidak dapat masuk karena terhalang pohon yang rindang. Aku tak sengaja menginjak bunga hitam. Seperti bunga yang kulihat saat berkeliling di luar kerajaan bersama Desya.
"Bunga apa ini?" Aku bertanya, sangat penasaran karena pada saat itu Desya tidak memberitahuku.
"Itu bunga ²Black Bat Flower." Renjun menjawabnya, dan aku hanya menganggukkan kepala senang.
Senang karena bisa mengetahui nama tumbuhan itu.
Tak lama, tanah yang dipijak terasa bergetar, bebatuan besar yang entah dari mana asalnya, muncul ke depan kami semua.
Dengan segera mungkin, aku berlari menjauhi kemungkinan bebatuan itu untuk mengenaiku. Setelah bebatuan itu melewatiku, aku segera kembali kr tempat tadi berpijak.
Begitu pula dengan Desya dan ketujuh kilat itu. "Pasti ini ulah penyihir Frightmare Woods." Desya melihat sekitar saat berbicara seperti itu.
Lalu muncullah banyak penyihir dengan sapu terbangnya, melayang di atas langit. Mereka mulai menembakkan sinar dari tongkatnya.
Hampir saja aku terkena jika tidak segera menghindar. Kami semua melindungi diri kami masing-masing.
"Ada apa kalian datang ke sini?" tanya salah satu penyihir, yang beranjak turun memijak tanah.
"Kami ingin membebaskan sifat seseorang," jawab Chenle, membungkuk sopan pada penyihir itu.
"Tidak semudah itu!" Salah satu penyihir lainnya mulai menyerang kami kembali.
Aku bersiap dengan pedang yang sudah ada di tanganku. Satu penyihir datang menghampiriku dengan tongkatnya, ia mulai menyebut mantra, dan tongkat itu mengeluarkan cahaya.
Aku yang memang belum siap, merasa semua ini terlalu cepat. Cahaya penyihir itu hampir akan mengenaiku.
"Putri, awas!"
☆゚.*・。゚☆☆゚.*・。゚☆☆゚.*・。゚☆
²Black Bat Flower : Atau bunga kelelawar hitam, memiliki nama latin Tacca Chantrieri. Salah satu jenis bunga terlangka dan unik, dapat tumbuh sampai 12 inci. Selain itu, ia memiliki 'kumis-kumis' yang dapat tumbuh sampai 12 inci.
KAMU SEDANG MEMBACA
Real Dream [SUDAH TERBIT]
FantasíaSudah terbit di Sinar Pena Amala [Fantasy-Fanfiction] [Sudah tamat] Setelah membaca buku cerita dengan ending yang menggantung, aku dihantui oleh mimpi tentang dunia lain. Aku mengira, ini semua hanya bunga tidurku. Namun, aku salah. Ternyata ini a...