.
.
~•~
.
."Baiklah, Anda boleh kembali keruangan, terimakasih." Ucap pria itu pada kepala HRD.
Bu Raia, jangan pergi. Jangan tinggalkan saya disini. Argh. Lia masih saja menunduk, ia tak berani menatap pria yang berada dihadapan nya itu.
"Kenapa kamu terus melihat ke bawah? Apa lehermu bermasalah?" Suaranya yang khas memecahkan keheningan.
"Enggak Pak." Kemudian Lia mulai mengangkat kepalanya memberanikan diri melihat pria yang ada di hadapannya.
Saat itu Lia berharap kalau penglihatan nya salah, ternyata tidak. Pria itu benar pria yang sama dengan pria yang tadi pagi ia senggol dan ia marahi dengan kasar.
"Kamu sudah tahu kan siapa saya?" bangkit dari kursi panasnya.
"Sudah Pak,"
"Siapa?"
"Bapak CEO baru perusahaan ini,"
"Lalu? Kamu sudah tahu kan nama saya?"
"Esson Bramasta, Pak," Ucapnya tanpa ragu.
"Sudah sana keluar, ruangan kamu bukan disini!" ucapnya.
"Lalu dimana Pak?" Tanya Lia polos.
"Tuh," menunjuk keluar dengan wajahnya. Lia pun paham ia segera melangkahkan kakinya keluar ruangan itu
"Kamu ini sungguh tidak inisiatif," Lia mengehentikan langkahnya, dan berbalik.
"Maaf Pak, apalagi salah saya?" Lia memasang wajah memelas.
"Kenapa tidak bertanya tentang pekerjaan? kamu mau enak-enakan duduk tanpa kerja ya?" sambil bertolak pinggang, mendekati Lia.
"Maaf Pak, Bapak kan bisa langsung perintahkan saya," Jawab Lia menunduk. Entah sudah berapa kali dia mengucapkan kata maaf semenjak berada di ruangan ini.
"Tapi saya suka dengan karyawan yang punya inisiatif," Jawabnya. suara dan nada bicaranya benar-benar terdengar angkuh.
"Apa yang harus saya kerjakan Pak?" Lia menghela nafas.
"Tolong kamu beritahu pada seluruh karyawan bagian Marketing untuk meeting satu jam lagi." Pria itu berbalik, membelakangi Lia kemudian melihat ke jendela. jendela yang lebar memperlihatkan seluruh pemandangan kota yang terlihat dari lantai delapan, hanya bisa dilihat diruangan ini.
"Baik Pak," Lia segera keluar dari ruangan itu, ia bingung bagaimana cara memberitahu seluruh karyawan marketing untuk mengabarkan bahwa bos sombong itu ingin meeting satu jam lagi.
Sepertinya cuma cara ini yang bisa kulakukan.
Lia turun ke lantai lima, pertama ia masuk ke ruangan Marketing VIP, tanpa menoleh ke kiri dan ke kanan ia langsung masuk ke ruangan Rangga.
"Permisi Pak,"
"Iya Lia ada apa?"
"Pak, saya sudah di pindah tugaskan oleh kepala HRD, sekarang saya menjadi sekretaris Pak Esson Bramasta, CEO baru di perusahaan ini, dan barusan beliau memerintahkan saya untuk memberitahu kepada seluruh karyawan bagian marketing untuk mengikuti meeting." Ucapan Lia terhenti.
"Penjelasan kamu terlalu panjang Lia, saya sudah tahu." Jawab Rangga sambil tersenyum.
"Oh begitu," Lia mengangguk.
"Bapak sudah tahu kalau saya berganti posisi?" Ucapnya lagi.
"Dan saya juga sudah tahu kalau sebentar lagi Esson mengadakan meeting." Lia mengerutkan dahi, dari mana Rangga bisa tahu, dan mengapa Rangga hanya menyebutnya dengan panggilan Esson.
"Maaf Pak kalau saya boleh tahu, Pak Rangga tahu dari mana kalau sebentar lagi meeting ?" Lia memberanikan diri untuk bertanya.
Rangga tersenyum dan mengambil ponselnya yang berada di hadapannya.
"Nih," sambil memperlihatkan sesuatu di layar ponselnya.
[Gue baru nyampe nih, sebentar lagi kita meeting ya. sampaikan pada semua bawahan lo. anak-anak marketing]
Lia hanya mengangguk.
Chat'nya terlihat nggak formal, apa mereka udah akrab? lantas kenapa dia menyuruhku untuk memberitahukan lagi kepada seluruh tim marketing?
"Lia, kenapa bengong? ada lagi yang mau kamu sampaikan?"
"Ehh, enggak Pak, ya sudah saya permisi." Lia melangkah lagi keluar, yasmin memanggilnya pelan.
"Ya, Lia..," Lia hanya menoleh sedikit ke Dita, kemudian memberikan gerakan bahwa nanti ia akan menghubunginya melalui ponsel karena sekarang ia sangat terburu-buru.
Si Lia kenapa? kok aneh banget, dan kenapa dia nggak di ruangan ini?
Dita bertanya-tanya.
Sesampainya di lantai delapan, "Permisi Pak, mereka sudah tahu kalau sebentar lagi meeting," Ucap Lia.
"Memang iya, saya hanya memberikan sedikit hukuman kepadamu karena sudah berbicara kasar pada saya saat di lift tadi pagi," Ucapnya, Lia terdiam mengakui kesalahannya.
"Maaf Pak, andai saya tahu bapak adalah Bos disini, mana mungkin saya melakukan itu," Lia tertunduk ia benar-benar takut.
"Kenapa kamu takut saya pecat? hahaha." Tawa itu terdengar sangat mengejek, membuat hati Lia seperti teriris.
"Iya Pak," Jawab Lia pelan.
"Ya udah itu tadi hanya tindakan perkenalan, saya tidak seperti yang kamu bayangkan kok, sekarang mari kita berdamai," Esson menyodorkan tangannya pada Inayah untuk berjabat.
Lia terbengong apa aku nggak salah lihat? dia mengajakku berjabat tangan.
Kemudian Lia mencoba menyambut tangannya
"Kelamaan," Ucap Esson sambil menarik tangannya kembali.
Ya ampun ini orang maunya apa sih? untung aja stok sabarku berlimpah.
"Baiklah Pak, jika ada keperluan lagi Bapak bisa memanggil saya, permisi." Lia melangkah keluar ruangan megah itu, dan duduk diluar di tempat yang sudah disediakan, ada sebuah meja kursi dan sebuah komputer.
Nyesal aku tadi pagi bentak-bentak dia. Ah tapi mana aku tahu kalau dia bos disini? Yang lalu biarlah berlalu.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesayangan Presdir
RomanceLia Dami seorang gadis polos berusia 21 tahun, menjadi sekretaris dari seorang Pimpinan Perusahaan Property terbesar di kota Jakarta, bernama Esson Bramasta berusia 26 tahun. Karena keseringan bersama, lama kelamaan antara Bos dan Sekretaris itu sal...