15. Merayu

546 22 2
                                        

.
.
~•~
.
.

Sementara itu, Lia sedang berada di dalam kamar mandi, sejak pagi ia belum mandi sama sekali. Jam menunjukkan pukul 4 sore, Lia kembali ke kamarnya dan melihat ponselnya, ada lima panggilan tidak terjawab. Sejenak ia berpikir,

Apa ini nomor orang bagian HRD perusahaan textile tadi ya? wah sayang banget kalau iya aku nggak menerima panggilannya.

Karena sekitar dua jam yang lalu Lia baru saja melamar pekerjaan di perusahaan textile melalui email.

Eh tapi nggak mungkin deh, soalnya kalau diterima kan bakalan di hubungi via email. ah ya sudahlah biarin aja.

Satu jam kemudian, Esson sudah tiba di alamat rumah Lia, namun ia tak begitu yakin apakah benar itu rumahnya.

"Assalamualaikum," sambil mengetuk pintu.

Tak lama kemudian pintu terbuka,

"Waalaikumsalam," jawab ayah Lia,

"Maaf Pak, apa benar ini rumah Lia Dami?" Tanya Esson ragu-ragu.

"Benar, Anda ini siapa ya? apa temannya Lia?" Tanya Ayahnya yang heran karena ia paham betul siapa-siapa saja teman Lia, dan ini kali pertama setelah beberapa tahun berlalu ada seorang laki laki yang mencari anaknya.

"Iya Pak, saya temannya. apa Lia ada dirumah?" Tanya Esson.

"Oh ada, silahkan masuk,"

"Nggak apa-apa Pak, saya disini aja," Esson bernafas lega ternyata dia tak salah rumah dan ternyata Lia masih ada, pikirnya. Kemudian sambil menunggu, Esson duduk di kursi yang berada di teras rumah Lia.

"Nak, ada temanmu tuh di luar,"

"Siapa Yah?" Lia mengerutkan dahi

siapa yang mencarinya di jam segini, karena nggak mungkin Dita, Jinny, atau Hana mereka sedang bekerja. Dan Ayahnya lupa mengatakan bahwa itu adalah seorang laki-laki. Kemudian Lia keluar dengan menggunakan kaos lengan pendek dan celana jeans pendek, namun dengan handuk yang melingkar di kepalanya karena rambutnya sedang basah.

"Siapa sih?" Kemudian saat Lia keluar ingin menemui tamu tersebut,

"Ehm, siapa ya?" Tanya Lia karena yang ia lihat hanya bagian belakang tubuh Esson yang sedang duduk.

Saat pria itu berbalik,

"Lia," Ucapnya lembut. Kemudian Lia langsung menutup kembali pintu rumahnya dan bersandar di balik pintu.

Ngapain dia kesini? aku nggak salah lihat kan?

"Lia, tolong maafkan saya," Ucapnya dari luar.

Ayahnya melihat Lia yang panik,

"Kenapa kamu? siapa laki-laki itu? apa dia ingin berbuat jahat kepadamu?" tanya Ayahnya karena heran melihat gelagat Lia.

"Enggak Yah," kemudian Lia kembali membuka pintu dan menemui Esson dengan penampilannya yang seperti itu, ia tidak perduli meski tidak menggunakan bedak ataupun lipstik bahkan dengan handuk yang berada di kepalanya.

"Mau apalagi kamu kesini?" Kali ini Lia tak berbicara sopan seperti kemarin saat Esson masih menjadi bosnya.

"Lia, saya tulus minta maaf, besok kamu kembali bekerja ya?" Ucapnya dengan nada lembut dan sangat hati-hati.

"Apa saya nggak salah dengar? apa ini benar-benar Esson Bramasta yang selalu berbicara dengan nada tinggi?" Lia malah tidak bisa menahan emosinya.

"Iya Lia, ini saya. Esson yang kamu benci," Jawabnya.

"Maaf saya nggak bisa kembali bekerja dengan orang seperti kamu, karena saya cuma manusia biasa punya hati, bukan robot." Jawabnya ketus.

"Ternyata kamu bisa marah juga ya, kali ini saya benar-benar tulus, dan berjanji akan memperlakukan kamu dengan baik," Ucapnya, Esson heran entah sejak kapan dia bisa berkata seperti itu meminta maaf dengan tulus, bahkan berjanji.

"Baiklah akan saya pikirkan," Ucap Lia,

"Lia, mengapa temanmu tidak di suruh masuk dan buatkan minuman," Ucap Ayahnya dari dalam

"Dia bukan teman Lia, dan sebentar lagi dia pergi kok Yah," Ucap Lia sambil melirik sinis ke Esson.

"Oke Lia saya pamit ya, saya tunggu kamu besok di kantor," Sambil mengedipkan sebelah matanya.

Sekilas tingkah Ibra membuat Lia merinding.

"Aneh, benar benar aneh."

Kemudian setelah memastikan Esson benar benar sudah pergi, Lia masuk kedalam rumah,

"Siapa dia Lia?" tanya Ayahnya yang penasaran sejak tadi.

"Itu Ayah, karyawan Bank yang lagi mencari nasabah untuk pembuatan kartu kredit, jelas-jelas Lia tolak dong, Lia merasa belum perlu." Jawab Lia asal, yang penting tidak membuat ayahnya curiga.

"Oh, tapi hebat juga ya karyawan Bank bisa punya mobil mewah seperti tadi," Ucap Ayahnya.

"Ah biasalah yah, nyicil." Kemudian Lia langsung bergegas masuk ke kamarnya sebelum ayahnya mencari tahu lebih banyak.

Apa aku harus kembali bekerja dengannya? tapi sorot matanya tadi sepertinya dia bersungguh-sungguh, tapi kenapa dia nggak nyari sekretaris baru aja, kenapa repot-repot datang kesini untuk merayuku kembali bekerja dengannya?

***

Bersambung...

Kesayangan PresdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang