07. Village

354 72 7
                                    

Yena membuka matanya, ia mulai panik saat hanya warna hitam yang bisa ia lihat. Kedua tangan dan kakinya terikat pada kursi yang ia duduki, kain yang menjadi penutup kepalanya terasa pengap.

Suara langkah kaki seseorang mendekatinya, perasaan was-was muncul saat orang itu terasa semakin dekat. Satu tarikan berhasil membuka kain yang menutupi wajahnya, cahaya lampu yang remang dan beberapa laki-laki yang berdiri berjajar dengan penutup setengah wajahnya membuat Yena mengerutkan dahi.

Jaemin terlihat mengerjapkan matanya, setelah saling menukar pandang, ada perasaan khawatir satu sama lain,  "Lo gk papa kan?"

Pergerakan bibir Jaemin hanya dijawab oleh gelengan olehnya, nyatanya kini pergelangan kakinya terasa nyeri akibat pembengkakan.

Suara pintu yang dibuka dengan kasar membuat semua orang menatap kearah pintu, seseorang yang digiring itu terlihat diikat dan mulutnya tersumpal kain, tubuhnya memberontak hebat membuat beberapa orang yang menahannya kewalahan.

"HMMM!! HMMHHHMM!"

"Chenle!! Kok lu gk kabur sih?!"

Setelah Chenle diikat pada kursi yang berhadapan dengannya, sumpalan pada mulutnya dutarik oleh orang yang mengikatnya, dengan nafas tersenggal Chenle menjawab pertanyaannya, "Gw juga manusia ya anjir, punya batas cape juga! Pelan pelan dong, anjing!"

Chenle melirik kearah laki-laki yang tengah mengikat kakinya. Pintu kembali terbuka membuat semua orang menatap kearah sana, seorang pria terlihat masuk, wajahnya yang tak tertutup oleh kain apapun terlihat masih tampan walaupun termakan usia. Mereka yakin bahwa pria ini adalah pemimpin di tempat ini.

"Lepasin kita!!" suara teriakkan Jaemin memenuhi bangunan pengap itu, pria itu terlihat menatap ketiganya dengan mata yang nyalang.

"Tidak, sebelum kalian jawab pertanyaan saya!" tatapan mengintimidasinya membuat nyali mereka ciut seketika.

"Siapa kalian?" Satu pertanyaan singkat itu membuat mereka menelan ludahnya. Dengan susah payah Yena menjawab pertanyaannya, "Kita cuman orang yang kebetulan lewat! Kita gk berniat buruk sama sekali!"

Seseorang dibelakang pemimpinnya itu terlihat melangkah maju, senjata ditangannya teracung kedepan wajah Yena, "Gk mungkin kalian cuman lewat! Mata mata dari mana kalian?"

"Apaan sih gk jelas banget?! Udah dijawab jujur juga, kita cuman lewat!!" Chenle terlihat kesal melihat hal itu.

Pria itu menahan pengikutnya, ia merebut senapan yang ia pegang dan mengarahkannya kearah kepala Yena. Hal itu berhasil membuat ketiganya tegang bukan main, Jaemin mengeratkan rahangnya menahan emosi, Chenle sedari tadi berteriak tidak terima.

"Apa harus dengan cara kasar supaya kalian buka mulut?"

"Jangan sentuh dia, atau lu gw bunuh!" Teriakkan Jaemin membuat pria itu semakin mendekatkan senapannya pada kepala Yena.

"Jawab dengan jujur, siapa kalian!"

Teriakkan kedua laki-laki itu silih bersahutan, Yena memejamkan matanya berdoa agar nyawanya masih bisa berlanjut. Dengan pasti Yena menghembuskan nafasnya, ia menatap pria dihadapannya seraya menjawab.

"Okay okay! Kita dari tembok, seseorang ngajak kita keluar dan sekarang dia ninggalin kita! Kita disuruh ke desa tempat dia tinggal, kita dalam perjalanan dan lagi istirahat, kita gk sengaja ngeliat kalian yang lagi party atau apalah itu! Kita cuman gk sengaja lewat, udah itu aja ok? Sekarang lepasin kita!!"

"Gk mungkin orang-orang tembok bisa keluar dari sana! Jawab dengan benar atau nyawa kalian hilang disini!"

Jaemin dan Chenle dibuat mematung, mereka merasakan sesuatu menempel pada belakang kepalanya, mereka yakin sekarang tidak hanya Yena yang tengah di todong senapan, nyawa mereka pun kini sudah berada di ujung tanduk.

Rebel [NCT DREAM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang