11. Minggu yang Indah

4.1K 504 14
                                    

Happy reading 😘

____

Apa yang harus aku lakukan hari ini? Aku bosan.

Baiklah. Mari kita mulai hari dengan mencuci wajah dan gosok gigi terlebih dahulu.

Oke. Beres. Tapi setelah itu apa?

Aku tidak memiliki rencana yang akan dilakukan untuk mengganggu Hannah hari ini. Kembali ku rebahkan badan di atas kasur.

"Arghhhh!!"

Saat aku tengah frustasi sambil berguling-guling, Hannah masuk ke kamarku.

"Kenapa kak?"

Aku sedikit kaget. Hei? Dimana anak ini belajar tata kerama? Seharusnya dia mengetuk dulu.

"Nggak ada. Kenapa Han?" aku mendudukkan diri menghadap Hannah.

"Disuruh turun sama Papa. Katanya ayo sarapan pagi bareng," tidak usah heran. Aku dan Hannah punya panggilan berbeda. Aku memanggil Ayah, dia memanggil Papa.

Aku memanggilnya ayah karena ibuku mengajarkan begitu waktu kecil dan juga ayah ingin dipanggil ayah dulu. Mungkin Hannah juga begitu. Dia memanggil ayahku dengan sebutan papa karena kedua orang tuanya menyuruhnya begitu.

"Lo duluan, entar gue nyusul."

Setelah Hannah pergi, aku turun dari tempat tidur dan merapikan tampilanku di depan cermin. Setelah dirasa cukup, baru aku turun.

Tapi aku baru sadar beberapa hari ini bahwa jika hanya ada aku Hannah, anak itu akan bersikap tidak terlalu sopan.

Seperti tadi contohnya. Aku bahkan tidak berani masuk ruangan orang tanpa izin.

"Pagi semua," sapaku pada mereka.

"Hmm."

"Pagi juga Fe."

"Pagi juga kak."

Yah, sudah biasa kalau ayah hanya membalas dengan dehaman. Aku tidak terlalu tertarik berdebat tentang itu.

Aku langsung duduk di kursi yang tersisa, di dekat ayah dan mengambil makananku sendiri. Kemudian mulai menyuapkannya ke dalam mulutku.

"Pa, papa hari selasa besok jadi pergi ke New York?"

New York? Aku bahkan tidak pernah diberitahu tentang hal ini. Selalu saja hal-hal seperti ini aku akan tau dari mulut Hannah terlebih dahulu. Ayah tidak pernah membicarakan perjalanannya kepadaku.

"Kayaknya jadi. Emang kenapa Han?"

"Beneran pa? Hannah mau dibawain oleh-oleh dong?"

Hannah terlihat antusias dengan hal ini. Berbeda denganku. Aku merasa sudah biasa kalau ayah pergi ke luar negeri.

"Kamu mau apa?"

"Sepatu Pa," hanya sepatu? Bahkan di sini hal tersebut bisa di dapatkan. Banyak yang menjual barang import di sini. Aku tak kuasa untuk menahan senyum mendengarnya.

"Boleh, kalau kamu mau apa Ra?" baik, pasti selalu aku yang akan ditanya belakangan.

"Ah, kudengar disana terkenal dengan turquoise* dan perhiasan peraknya. Kalau boleh aku-"

"Baiklah. Apapun untukmu. Kalau kamu Fe?" Sekarang tiba giliran ku.

"Asal ayah kembali dengan selamat, itu cukup bagi ku," tak lupa ku akhiri dengan senyuman manis.

Aku tidak bohong. Lagi pula aku sudah punya banyak mendapat oleh-oleh dari kota tersebut karena ayah sering pergi ke sana.

Kulihat ayah juga membalas ku dengan senyuman kemudian mengacak rambutku.

Better VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang