01. Lebih Baik

12.9K 1K 110
                                    

Sekarang sudah dua hari semenjak aku terbangun lagi di tubuh ini. Ya. Terbangun lagi. Karena seingat ku, aku sudah meninggal akibat bunuh diri. Bodoh memang. Saat itu sungguh aku tidak menghargai kehidupan yang telah diberikan kepada ku.

Aku pikir dengan aku bunuh diri, aku bisa menebus dosa ku dan menghilangkan semua penderitaan ku. Aku merasa bersalah kepada orang-orang yang telah ku tindas, terutama kepada adik tiri ku karena sudah membuat hidupnya serasa di neraka.

Aku selalu berbuat kasar kepadanya dan dia selalu tidak pernah memperselisihkan hal itu. Itu tetap bersikap baik kepadaku dan selalu tersenyum setiap kali mata kami bertemu. Hingga puncaknya aku mendorongnya ke dalam sungai. Saat itu aku sangat marah karena dia telah merebut orang yang aku cintai, dia akan menikah dengan pria-ku. Semua orang marah kepadaku. Mereka melontarkan kata-kata kasar kepadaku, bahkan ayah pun menampar pipi ku.

Saat dia bangun, hal pertama yang dia lakukan adalah tersenyum kepada ku dan mengatakan bahwa ini bukan salah ku. Entah lah, saat itu air mata mengalir begitu saja dari mataku. Aku sadar apa yang ku lakukan sudah sangat keterlaluan. Tapi kejadian tersebut masih belum mengubah ku. Aku masih suka melakukan penindasan. Saat ayah tau aku belum berubah, dia mencabut semua fasilitas ku.

Saat adikku melangsungkan pernikahan dengan laki-laki yang ku-cintai, aku melihat semua orang di sana sangat gembira. Senyum kebahagiaan ter-cetak di wajah semua orang. Kecuali aku tentunya.

Ku pandangi pantulan wajah ku di minuman yang aku pegang. Sangat menyedihkan. Berdiri sendiri di sudut ruangan di saat semuanya berkumpul bersama, memberi selamat kepada adik tiri ku dan suaminya.

Di jalan menuju ke rumah aku hanya termenung sambil menatap ke luar jendela mobil. Saat sampai di rumah aku langsung menuju kamar ku tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepada keluargaku. Adikku dan suaminya juga ikut pulang ke rumahku karena ibu meminta mereka untuk bermalam di sini.

Saat aku sampai di kamar ku, aku bersiap menyiapkan kado untuk adikku atas pernikahannya. Hal ini sudah aku siapkan tiga hari sebelum pernikahannya berlangsung. Ku ambil tali yang berada di dalam lemari dan langsung ku ikat-kan pada ventilasi yang berada di atas pintu kamar mandi dengan bantuan kursi.

Aku meletakkan sepucuk surat yang sebelumnya telah ku buat di atas meja rias ku. Surat itu berisi penyesalan ku kepada adik tiri ku dan permohonan maaf kepada seluruh anggota keluarga ku. Setelahnya, aku mengikat leher ku. Ku siapkan hatiku lalu mulai mendorong kursi yang sebelumnya kujadikan pijakan. Ini jalan terbaik. Aku tidak sanggup hidup menanggung semua dosa ini. Ini akan menjadi hadiah bagi adik dan juga keluarga ku dan juga penebusan atas dosa-dosa ku kepada semua orang.

Bayangan tindakan jahat ku di masa lalu terputar ibarat film. Bayangan di mana aku menindas orang-orang, bayangan di mana aku bersikap buruk pada adikku, dan bayangan di mana dia selalu tersenyum kepadaku. Sekali lagi ku yakinkan hatiku bahwa ini adalah jalan terbaik bagi semua orang.

Sebelum aku benar-benar pergi dari dunia ini. Pintu kamar ku terbuka dan menampilkan sosok yang selama ini sudah ku siksa.

"Kak, ayo ke- ASTAGA KAKAK!!" dia langsung menghampiri ku. Aku tidak dapat melihat wajahnya dengan jelas karena pandanganku mulai buram.

"K-kenapa kak... hiks..." bahkan sampai sekarang pun dia tetap baik pada ku, bahkan menangis untuk ku.

Setidaknya itulah yang kupikirkan awalnya.

"Kenapa tidak... hiks.... dari dulu... hiks..."

TUNGGU!

APA?!

Dia kemudian terkekeh, hal ini membuatku yakin bahwa aku tidak salah dengar.

"K-Kauhh... uh... Ba... ji... ahh... nganhh..." ucap ku terbata. Karena tali sialan ini.

"Hahaha. Jalang bodoh seperti dirimu sudah sepantasnya mati dari dulu," dia melanjutkan tawanya.

Jalang ini membuat ku geram. Aku berusaha untuk melepaskan tali ini tapi sia-sia karena tenagaku sudah hilang dari tadi.

"Selamat jalan kakak tiriku yang cantik. Semoga tenang di neraka. Hahaha..."

Sial, andai waktu bisa ter-ulang, aku tidak ingin mati konyol seperti ini. Akan ku buat wanita berbisa ini menderita.

Pandanganku perlahan menghitam diiringi gelak tawa adik tiri ku yang memenuhi ruangan.

Hitam. Hanya warna itu yang terlihat oleh mataku. Sungguh aku berharap Tuhan berbaik hati kepadaku dan memberi ku kesempatan kedua.

Tiba-tiba saja aku melihat sebuah cahaya biru yang amat terang menghampiri ku terpaksa aku menutup mata. Semua terjadi begitu cepat. Saat aku rasa cahaya itu telah hilang, barulah aku membuka mata kembali dan betapa terkejudnya aku saat hal yang pertama kali aku lihat adalah langit-langit kamar ku.

Aku mencoba bangkit untuk duduk dan bersandar pada ranjang ku. Kepalaku sungguh pening sekarang. Apakah sekarang aku berada di surga? Tapi itu tidak mungkin mengingat perilaku ku selama ini. Lalu di mana aku?

Tiba-tiba pintu dibuka saat aku menanyakan berbagai banyak pertanyaan dalam kepala ku. Itu pembantuku. Dia membawa se-baskom air yang entah untuk apa dan saat melihat ku dia tampak terkejut.

"Non udah sadar?" Bi Inah berjalan menghampiri ku dan meletakkan air tersebut di atas meja di samping tempat tidur ku. Aku menatapnya sejenak. Kemudian membuka mulutku.

"Ini... Kita lagi nggak di Surga kan Bi?" Bi Inah tertawa kecil menanggapi pertanyaan ku.

"Ya enggak lah Non. Non ada-ada aja," jawab Bi Inah sambil memeras kain yang tadi dia celupkan ke dalam air yang dia bawa tadi kemudian menyuruh ku untuk tidur kembali lalu meletakkan kain tersebut di atas kening ku.

"Sekarang tahun berapa Bi?"

"Masa Non lupa sekarang tahun berapa. Kalau lupa sama tanggal atau hari mah wajar. Ini sampai lupa tahun," Bi Inah terkekeh kemudian melanjutkan, "sekarang tahun 2018, Non."

2018?

Berarti sekarang aku berumur 16 tahun dan 4 tahun sebelum aku mati bunuh diri. Bi Inah keluar setelah menjawab pertanyaan ku tentang keadaan ku saat ini. Dia bilang aku empat hari yang lalu demam tinggi dan pingsan satu hari setelahnya. Wajar bagiku terbangun di dalam kamar ku, bukan di rumah sakit. Aku benci berada di tempat itu dari dulu.

Baik, mari kita pikirkan kembali apa yang sedang terjadi. Aku kembali terbangun ke saat dimana aku berusia 16 tahun padahal aku yakin aku telah mati.

Apakah aku benar telah mati?

Apakah yang aku alami selama ini nyata atau hanya mimpi?

Ah! Aku sungguh frustasi sekarang. Tiba-tiba aku teringat akan novel-novel yang pernah ku baca dulu. Ada beberapa novel yang mengisahkan tokoh yang kembali ke kehidupannya lagi saat mengalami kematian yang tidak adil, ada juga tokoh yang di kisahkan masuk ke dalam sebuah novel dan terbangun di tubuh asing.

Hei! Yang benar saja. Sempat aku berfikir bahwa aku adalah tokoh di dalam sebuah novel saat mengingatnya. Tidak mungkin. Sungguh konyol.

Hal yang masuk akal sekarang adalah semua yang aku alami selama ini hanya mimpi yang di berikan oleh Tuhan kepadaku. Mimpi yang menampakkan masa depanku ketika aku tetap tidak berubah. Ya! Mari berfikir seperti itu.

Baiklah, jika Tuhan menginginkan aku untuk berubah. Aku akan melakukannya. Tapi jangan berfikir aku akan menjadi seorang antagonis yang akan berubah menjadi seorang protagonis. No! mari kita lakukan hal yang lebih baik.

Aku, Feyrin Naksatra Brigitte, berjanji akan menjadi penjahat yang lebih baik dari sebelumnya.

-BV-

Better VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang