04. Peran

7.2K 760 12
                                    

Happy Reading ^^

_____

Sekarang aku tengah duduk di bawah pohon rindang bersama Valerie dan Stella di saat beberapa teman sekelas ku tengah bermain bola voli di lapangan.

Aku sedikit kecewa karena tidak mempunyai kesempatan untuk mem-bully Hannah seperti yang sudah ku katakan kepada Stella. Biasanya saat pelajaran olahraga, guru olahraga akan memberikan kami waktu untuk berolahraga mandiri dan beliau akan pergi menghilang entah kemana. Tapi hari ini berbeda. Guru olahraga yang mengajar di kelas ku terus memantau kami sedangkan ku lihat guru olahraga yang mengajar di kelas Hannah sudah tidak terlihat.

Huh... Tidak mungkin aku pergi ke tempat Hannah sekarang dan menindasnya. Pasti guru olahraga ku tidak akan tinggal diam. Sekarang aku menatap Hannah dengan tatapan seperti tatapan seorang anak umur lima tahun kehilangan mainan kesayangannya.

Mungkin lain waktu, Fe. Dunia tidak akan kiamat secepat ini. Aku mencoba menghibur hati dengan mengucapkan kata-kata ini di hatiku. Saat ku alihkan pandanganku ke arah lain, saat itu juga aku melihat Irene melambaikan tangannya kepadaku dari kejauhan. Entah ada apa lagi dengan anak itu. Pantas saja aku tidak melihatnya dari tadi.

Kulihat dia sedang memegang sebuah paper bag yang tidak ku ketahui apa isi di dalamnya. Langsung saja ku tepuk pundak Valerie yang berada di sebelah ku. Valerie yang kondisi nya sedang berbincang dengan Stella saat itu langsung menghentikan obrolan mereka dan beralih menatap ku.

"Lihat noh, temen Lo ngapain lagi," mereka berdua mengikuti arah yang ditunjuk oleh dagu ku.

"Temen Lo juga itu Fe," Valerie mendelik kesal mendengar penuturanku.

"Tenang Fe, dia juga bukan temen gue," Stella mengucapkannya dengan mimik wajah seperti menenangkan ku. Kemudian kami tertawa terbahak-bahak setelah saling tatap sedangkan Valerie berdecih kesal.

"Kasian gue sama Irene, ga di akui temen sama kalian berdua," Valerie menggeleng dramatis.

"Tenang. Lo kan ngakuin dia, jadi gak perlu kasian," ucapku sambil menepuk pundak Valerie di sela tawa ku.

"Siapa? Gue?" Valerie menunjuk dirinya sendiri, "Ngaco kalian, gue nggak punya temen yang modelan begitu," Aku dan Stella kembali menghamburkan tawa kami lebih keras dari tadi dan kali ini bersama Valerie. Aku sadar bahwa beberapa teman sekelas melirik kami tertawa tapi tak dapat mengurangi frekuensi suara kami.

Oh, kasihan nasib Irene. Memang di antara kami berempat dia lah yang sering menjadi korban bully baik saat dia ada maupun tidak, seperti saat ini contohnya. Irene sering menjadi bahan bully kami lantaran sikapnya yang konyol dan sedikit loola. Tapi mau bagaimana pun kami bersyukur berteman dengan Irene. Dia yang selalu bisa membuat kami tertawa bahkan saat salah satu diantara kami sedang terpuruk, entah dia sadar atau pun tidak.

Tawa kami berhenti saat sosok Irene telah berada di depan kami sambil menenteng sebuah paper bag. Ku lihat wajahnya kesal menatap kami satu persatu dan matanya menyorot tajam sambil berkacak pinggang. Irene kemudian mendudukkan badannya di sebelah ku.

"Kalian kok nggak ngehampirin gue sih," dia menatap kami dengan tatapan setajam silet. Mungkin baginya dia memancarkan wajah yang menyeramkan sekarang, tapi bagiku, ralat, tapi bagi kami bertiga, wajah Irene saat ini sangat lucu apalagi saat melihat poninya berkibar karena angin dan pipinya yang chubby menggembung. Kami hanya terkikik geli menanggapi.

"Ya karena kita bertiga yakin kalo Lo pasti bakal ke sini," Irene mendengus menanggapi perkataan Valerie kemudian meletakkan paper bag yang dari tadi dibawanya di depan ku.

Better VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang