Aku mengedarkan pandangan ke seluruh area di sekitar lampu merah. Ada segerombolan orang yang tengah berbincang-bincang. Suasananya menunjukkan bahwa beberapa saat lalu memang ada kejadian di sini. Aku mendekati seorang ibu-ibu yang sedang menjaga warung.
"Ini abis ada apa yah, Bu? Kok rame gini," tanyaku.
"Tadi ada tabrakan, Mas."
"Tabrakan?"
"Iya. Motor sama mobil."
"Kok bisa, Bu?"
"Motornya nerobos lampu merah."
Aku semakin ketar-ketir. Jangan-jangan itu memang Iqbal. Cowok itu sedang dalam kondisi yang bisa dibilang tidak baik-baik saja, jadi mungkin dia nekat menerobos lampu merah.
"Cowok atau cewek, Bu?" tanyaku resah.
"Cowok. Masih sekolah. Dari seragamnya katanya anak STM yang deket tamkot."
"Sekarang dia dimana Bu?" tanyaku.
"Dibawa ke rumah sakit sebelah Bank."
"Makasih, Bu."
Aku menaiki motorku, lantas bergerak menuju rumah sakit yang ibu itu maksud. Aku akan merasa sangat bersalah jika orang itu memang Iqbal. Ini semua juga gara-gara aku yang sempat memberi harapan pada cowok itu. Andai aku dari dulu menolaknya dengan tegas, mungkin cowok itu tidak menaruh harapan besar padaku.
Sesampainya di tempat tujuan, aku langsung menuju ruangan korban kecelakaan, setelah sempat bertanya kepada perawat di sana. Aku melangkah dengan perasaan cemas. Semoga itu bukan Iqbal. Seandainya pun itu dia, aku harap tidak parah.
Aku sampai di depan pintu ruang rawat. Pintunya terbuka. Aku langsung masuk dan mendapati Iqbal di sana.
"Bal?"
Iqbal menoleh. Cowok itu tampak terkejut melihatku di sini. Namun dengan cepat dia memasang wajah biasa saja. Aku tak mempedulikan. Aku berjalan menuju ranjang yang di atasnya ada seseorang tengah berbaring.
"Lo nggapapa, Fan?"
"Gue nggapapa, Rif," jawab Irfan. "Untung ada Iqbal yang nolongin gue."
"Jadi lo lagi sama Iqbal tadi?"
"Enggak. Gue mau ke rumah cewek gue, mau jemput dia. Karena nggak mau telat, gue nekat nerobos lampu merah. Eh ternyata keseruduk mobil."
Aku hanya ber-oh ria.
"Kok lo tahu gue di sini?" tanya Irfan.
"Tadi sempet denger kabar lo kecelakaan. Jadi gue langsung ke sini."
Irfan tampak heran. Kalau aku jadi cowok itu, mungkin aku juga akan merasa aneh, mengingat Irfan dan aku tidak terlalu dekat sebelumnya. Kalau bukan khawatir sama Iqbal juga aku nggak akan repot-repot ke sini.
"Gue balik dulu, Fan." Iqbal berucap sambil berjalan menuju pintu keluar. Cowok itu tidak menatapku ataupun Irfan sama sekali.
"Makasih, Bal," teriak Irfan.
Aku menatap punggung Iqbal yang semakin menjauh. Setelahnya, cowok itu menghilang dari pandanganku.
"Iqbal emang gitu, yah?" tanyaku setelah aku yakin Iqbal sudah jauh.
"Iya. Dia cuek. Tapi gue tahu dia perhatian."
Aku setuju kalau Iqbal perhatian. Tapi kalau cuek, mungkin tidak untukku. Cowok itu tidak pernah cuek terhadapku.
"Dia kayak lagi ada masalah," ujarku pura-pura tidak tahu, karena yang sebenarnya terjadi adalah aku yang menyebabkan Iqbal punya masalah. Lebih tepatnya masalah hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lingkup
Teen FictionTAMAT | PART LENGKAP Rifki tak sengaja bertemu dengan seorang gay di Facebook. Tanpa Ia duga, orang itu adalah teman sekelasnya yang ternyata sudah lama menyukai Rifki. Di sisi lain, takdir juga mempertemukan Rifki dengan seorang laki-laki tampan y...