Part G

970 44 0
                                    

Siang ini cuacanya tidak terlalu panas. Ada beberapa lukisan awan yang cukup pekat di selatan dan timur langit. Aku berjalan memasuki gerbang rumah Ardi. Cowok itu bilang kalau dia sedang di rumah. Awas saja kalau dia malah sedang tidak di rumah saat aku sampai.

Siang hari seperti ini rumah Ardi biasanya kosong. Hanya ada dia dan seorang asisten rumah tangga yang bekerja di sana. Itu pun sering pulang apabila pekerjaan rumah sudah selesai. Tak jarang kami bertiga ngumpul di rumah itu karena disana bisa lebih bebas.

Aku berjalan memasuki rumah Ardi. Rumah dengan dominasi cat tembok kuning dan kusenan yang berwarna cokelat ini selalu terlihat rapi setiap kali aku ke sini. Tak jarang aku mewanti-wanti diriku sendiri agar tidak sampai membuat kotor rumah ini. Kasian Bi Lilis yang sudah merapikan.

Sesampainya di ruang tengah, aku mendapati Ardi sedang berkutat dengan HP layar miringmya. Cowok itu sepertinya tak menyadari kedatanganku. Langsung saja aku mendudukkan diri di samping cowok itu. Barulah dia sadar kalau ada manusia lain di sekitarnya.

"Lo sendirian?" tanya Ardi dengan tatapan yang tidak lepas dari HP.

"Tadi ke sini sama Iqbal."

"Iqbal?" tanya Ardi sambil menatapku sekilas, kemudian menatap HP lagi. "Nggak ikut masuk sekalian?"

"Ngga mau."

"Ooh." Ardi masih fokus dengan mobil legend yang sedang ia mainkan. "Di kulkas ada jus. Lo ambil aja."

Emang Ardi tuh sahabat yang paling pengertian. Tahu aja kalau aku lagi haus. "Pengertian banget sih lo." Aku berjalan menuju ruang tengah.

"Si Pram ngga ke sini?" tanyaku sambil membawa segelas jus mangga yang baru saja ku ambil dari kulkas. Aku kembali duduk di samping Ardi.

"Dia lagi COD velg."

"Dimana?"

"Ngga tau."

Aku meneguk jus yang sudah sedari tadi ku pegang.

"Sendiri?" tanyaku.

"Bilangnya sih sama Rian."

Aku hanya mengangguk. Rian itu teman Pram. Teman kami juga. Hanya saja, dia tidak satu sekolah dengan kami. Jadi jarang jalan bareng.

"Mau ke sini ngga tuh anak?"

"Ngga tau."

Agak kesal sebenarnya karena aku dari tadi dicuekin. Niatnya ke sini kan buat nenangin pikiranku yang sedang gemrungsung gara-gara Iqbal. Eh ternyata sampai sini malah jualan kacang.

Aku menengok jendela kaca yang menyajikan pemandangan samping rumah Ardi. Hujan turun disertai angin yang lumayan kencang. Akhirnya ku putuskan untuk menghampiri jendela itu untuk melihat air langit, daripada mengajak Ardi ngobrol. Setidaknya hujan bisa sedikit mengurangi lelah pikiranku.

Aku mengamati hujan pertama pekan ini. Dari kemarin hanya mendung, tidak sampai turun hujan. Dan seolah langit ingin menenangkanku, hari ini air-air itu turun. Ku lihat Ardi masih sibuk dengan HPnya.

Sebuah notifikasi muncul dari cewekku. Aku sampai lupa kalau hari ini belum menghubungi Shila. Dia bertanya lagi ngapain. Dan di bawah pesan itu, dia menjawab pertanyaannya sendiri. Pasti lagi liatin hujan.

Aku tersenyum membacanya, lantas mengirim balasan. Tau aja.

Shila terlalu paham kebiasaanku. Mungkin karena kami sudah setahun ini menjalin hubungan, jadi kami sudah saling mengerti satu sama lain. Aku tak pernah menyangka hubungan ini bisa berlangsung lama. Awalnya, aku hanya bercanda dengan Pram kalau aku ingin memacari adiknya. Namun Pram menanggapinya serius. Akhirnya aku menembak Shila sehari setelah itu.

LingkupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang