Part E

1K 57 22
                                    

"Apa lo ngga sadar kalau gue cemburu?"

Deg

Aku terdiam seketika. Untuk beberapa saat otakku blank.

"Lo suka Shila?" tanyaku yang masih dengan keterkejutan penuh. Aku tak tahu kalo selama ini Iqbal menyukai pacarku.

Di depanku, Iqbal melongo.

"Lo kenapa, Bal?" tanyaku yang melihat Iqbal sepertinya kebingungan. Bukankah harusnya aku yang bingung?

Iqbal hanya menggeleng sambil memasang muka seperti baru saja melihat keajaiban dunia. Cowok itu juga terlihat agak syok.

"Gue ke kantin dulu, Rif." Iqbal berjalan keluar kelas, meninggalkanku yang masih mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Kok Iqbal makin aneh yah? Dia tidak habis kejedot tiang listrik kan?

Aku mengikuti Iqbal yang tumben-tumbennya pergi ke kantin. Setahuku dia jarang ke kantin. Pernah sih beberapa kali, hanya saja tidak sepertiku yang tidak akan bisa hidup di sekolah tanpa ke kantin. Aku sedikit berlari untuk mengejarnya.

Setelah mengejar lumayan jauh, akhirnya aku berhasil menyamai langkah Iqbal. Cowok itu berjalan lumayan cepat melewati emperan kelas dan hanya menatap lurus ke depan. Aku yang di sampingnya seolah hanya kentut yang tak berwujud.

"Bal."

Iqbal masih diam.

"Iqbal."

"Hmm."

"Lo kenapa sih?"

"Ngga."

Aku mendengus. "Kalo ada masalah tuh ngomong. Jangan kayak cewek
Diem-diem ga jelas!"

Iqbal berhenti. Mau tak mau aku juga harus ikut berhenti. Posisi kami sudah berada di tiga meter lagi dari kantin. Cowok itu kemudian menatapku lekat. "Lo bisa diem ngga?!"

Aku terpaku melihat tatapan itu. Baru ku sadari ternyata manik mata Iqbal begitu menawan. Ditambah dengan hiasan bulu mata serta alis yang cukup tebal, cowok itu semakin gagah saja.

"Ganteng."

Aku sendiri tak sadar kalau mulutku tiba-tiba memuji ketampanan Iqbal. Tapi memang cowok itu benar-benar tampan. Sementara, Iqbal tampak mengerjapkan mata. Setelah itu, ia celingak-celinguk mengamati keadaan sekitar. Ia menghembuskan nafas. "Untung gaada yang denger."

Aku tersenyum. "Kalo ada yang denger emang kenapa?"

"Bisa geger satu sekolahan, ogeb!"

Aku hanya nyengir sambil menggaruk tengkukku yang tidak gatal sama sekali. Benar juga sih ucapan Iqbal. Cowok itu berjalan menuju kantin yang sudah ramai. Dia menghampiri gengnya yang sudah stay sedari tadi. Mau tak mau aku juga harus ikut bergabung.

Aku memesan pecel dua porsi. Biasa lah, efek ngga sarapan.

"Lo pesen segitu banyak buat siapa? Buat gue?" tanya Iqbal.

"Buat gue lah."

"Emang sanggup ngehabisin?"

Aku mengedikkan bahu. "Liat aja."

Iqbal hanya mengangguk tak minat. Sepertinya mode tak acuhnya kembali. Aku mencoba untuk membiarkan sikap Iqbal itu. Mungkin moodnya lagi sedikit bermasalah.

Aku membuka ponselku untuk sedikit mengurangi rasa canggung. Tau lah rasanya bergabung dengan orang yang notebenenya jarang ngobrol dengan kita. Rada gimana gitu rasanya. Walaupun kami masih sekelas, tetap saja berbeda.

Aku menghubungi Shila. Dari tadi malam aku belum mengabari gadis itu.

Shila

LingkupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang