Tadi pagi Jenggala masuk ke kamar Cemara begitu saja sambil merengek memohon-mohon minta bantuan.
"Ra, gue mohon banget sama lo kali ini aja. Tolong bantuin gue," kata Jenggala menangkup kedua tangan di depan dada. "Lo mau apa? Bilang aja, nanti gue turutin semuanya!"
Cemara yang tadinya tidak perduli, mendengar hal itu jadi tersenyum lebar. "Semuanya?"
"Iya, semuanya!"
"Oke, mau minta tolong apa?" tanyanya sambil memasukkan buku-buku ke dalam tas ranselnya.
Jenggala membantu Cemara menyusun buku, kini tersenyum lebar. "Hari ini ada pelajaran akuntansi, gue males sekolah. Jadi tolong bilang ke Bunda kalo gue lagi sakit."
"Kenapa gak minta tolong ke Cempaka aja, sih? Kenapa harus gue? Sumpah ya, Je, dosa gue banyak banget gara-gara lo suruh bohong terus," gerutunya panjang lebar kemudian mencangkok tasnya di bahu kiri. "Sekali-kali suruh Cempaka aja. Gue mau tobat gak bisa-bisa."
"Muka lo muka-muka penuh dosa, cocok diajak kerjasama. Nah, kalo Cempaka gak cocok."
"Mon maap, Abang Jeje alias Jenggala, muka kita bertiga kan sama," ujarnya dengan senyum miris.
Sementara Jenggala hanya terkekeh kekeh seperti orang bodoh. "Sekalian minta tolong." Jenggala merogoh saku celananya, mengeluarkan flashdisk dan menyerahkannya ke Cemara. "Kasih, nih, flashdisk ke Kai."
Cemara cuma bisa narik nafas panjang, menghembusnya kasar. Mengelus dadanya berusaha sabar. "Ingat, Cemara, lo boleh minta apa aja. Sabar ya …."
Jadilah sekarang ini Cemara berdiri di depan kelas 12 Bahasa 1 menunggu kedatangan Kai. Gila ya, Cemara jarang datang ke sekolah pagi-pagi, ia selalu datang dua menit sebelum bel masuk. Demi imbalan dari Jenggala, ia rela datang cepat.
Mana si Kai lama banget lagi datangnya.
Cemara menegakkan tubuhnya ketika melihat orang yang ditunggu-tunggu akhirnya muncul juga.
"Lama banget anjir datangnya, capek gue nungguin lo."
Pemuda yang tak pernah absen memakan permen karet ini sontak saja kaget melihat Cemara datang sepagi ini. "Cemara apa Cempaka, nih? Setau gue Cemara gak pernah datang pagi, dan setau gue Cempaka gak pernah ngomong 'anjir'."
Gadis ini menaik turunkan alisnya, menyeringai lebar. "Ayo, tebak aku siapa? Kalo benar aku tendang ke bawah."
"Buset." Kai memegangi dadanya syok, mundur selangkah dengan tampang takut. "Oke, tunggu, biar gue tebak," katanya mengetuk-ngetuk kepalanya dengan telunjuk.
"Cepat tebak, waktu anda tinggal sepuluh detik lagi. 1 2 3—"
"Gue tau!" seru Kai mengangkat tangannya tinggi-tinggi seperti akan menjawab pertanyaan ketika guru sedang bertanya. "Lo pasti … Cempaka, kan?"
Cemara membelalakkan matanya, tangannya terangkat hendak menjambak rambut kecoklatan Kai. "Lo pengen banget gue jambak ya, Kai?"
Segera Kai menghindar sebelum Cemara benar-benar menarik rambut yang sudah ia tata rapi sebelum berangkat tadi. "Ampun, Neng, ampun!"
"Gak akan semudah itu melepasmu dariku, Mas."
Bukannya jadi berantem kini keduanya malah ngedrama di depan kelas. Untung saja kelas Bahasa 1 ada diujung koridor, jadi tidak mengundang orang-orang melihat tingkah absurd keduanya.
"Pada ngapain, sih?"
Cemara dan Kai langsung berhenti, kini menoleh ke sumber suara.
Kai melepaskan rangkulannya dari bahu Cemara, berdehem merapikan rambutnya yang acak-acakan. "Ini nih, si Cempaka—"
KAMU SEDANG MEMBACA
831 MEANING 244 MEANING [hiatus]
Teen Fiction"Tolong jangan paksa gue move on, karena gue gak bisa!" "Move on itu gak selamanya harus melupakan. Move on itu tentang mengikhlaskan. Jadi, ikhlasin dia!" - "Hal yg paling bikin kamu bahagia itu apa?" "... Kamu." [Kalo kamu cari cerita dengan alur...